Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

☠️ Tumbal Tiang Pancang Fly Over

Pria itu tak tahu, bahwa apa yang terjadi padanya adalah sebuah malapetaka besar. Menyaksikan kebenaran yang mengerikan dari kisah nyata yang beredar di masyarakat.

Terangkum dalam ingatannya dan membekas hingga seumur hidup. Berdiam dan tak berani untuk menyatakannya di depan semua orang, karena ia sendiri terlalu penakut.

☠️☠️☠️

Hari sudah begitu larut, tetapi Karen Sutiyono salah seorang pekerja proyek jembatan layang di Bekasi ini belum juga pulang.

Pria berusia 20 tahun ini melangkah lebar, membawanya untuk terus memeriksa, memastikan bahwa semua peralatan sudah dalam keadaan mati.

Tugasnya hari ini adalah melakukan hal tersebut sebelum ia pulang, dan kini langkahnya tiba-tiba saja terhenti saat ia akan keluar dari kawasan proyek.

Indra pendengarannya menangkap bunyi bising dari kendaraan dan alat berat yang dinyalakan. "Bukannya tadi sudah mati semua? Kenapa sekarang ada suara?" tanya Karen dengan ekspresi aneh seraya menatap ke arah belakangnya.

Matanya menangkap secercah cahaya remang di kejauhan. "Wah, kalau gini caranya gue kagak bisa balik ini mah. Coba cek dulu deh," gumamnya pelan yang telah melangkahkan kaki untuk memeriksa tempat yang terlihat bercahaya serta terdengar suara truk mixer dan beberapa mesin alat berat yang menyala.

Dalam diam Karen terus berjalan cepat. Tepat ketika ia akan berbelok, langkahnya kembali mundur dan segera bersembunyi dibalik tumpukan semen yang ada di sana. Tangannya spontan menutup mulutnya sendiri menatap pemandangan yang tersaji di depan.

Berjarak sekitar 15 meter dari posisinya saat ini, Karen melihat ada 9 orang tengah berdiri di tengah dekat dengan tiang pancang dan juga mobil pengaduk semen.

Loh? Kenapa ada Pak Mandor, Pak Satpam, Juno sama Restu? Bukannya mereka seharusnya sudah pulang duluan? Bikin anehnya lagi ... kenapa itu ada 5 bocah laki-laki? pikir Karen seraya terus memperhatikan setiap gerak-gerik orang-orang tersebut.

Sebelah alisnya terangkat, menatap aneh pada seorang bocah yang sedang dituntun mendekat ke arah sebuah tiang pancang yang tengahnya bolong. Truk mixer telah disiapkan untuk mengisi tiang pancang tersebut.

Betapa terkejutnya Karen saat melihat satu anak laki-laki tersebut langsung di masukan ke dalam lubang tiang pancang dengan paksa. Suara tangisan yang begitu pilu teredam dengan suara alat berat dan truk mixer yang sejak awal memang sengaja dinyalakan.

Tak lama setelah anak itu dimasukkan secara paksa, kini menyusul adonan semen dari truk mixer yang dituangkan ke dalam tiang pancang. Karen semakin menahan napasnya saat melihat adonan semen yang terus menerus dituang untuk mengisi tiang pancang tersebut hingga penuh.

Suara anak lelaki yang tadi terdengar samar dari dalam, kini tidak terdengar kembali. Karen terlalu syok melihat kejadian ini, ia bahkan tak ingin membayangkan bagaimana keadaan anak lelaki yang tadi itu. Di dalam sebuah lubang dan di masukan adonan semen dari atasnya. Bukankah ia bisa mati seketika?

Dan, bukankah itu terlalu kejam? Akan tetapi, itulah yang terjadi. Karen tak mengetahui apa yang sebenarnya mendorong keempat pekerja itu untuk melakukan hal seperti ini.

Apakah pembangunan fly over ini meminta tumbal? batinnya perlahan memberontak.

Kakinya tiba-tiba saja bergetar pelan. Walaupun ia seorang pria, tapi tetap saja hal itu berhasil membuatnya syok. Kejadian ini adalah yang pertama kali Karen lihat, pertama kali ia saksikan dalam hidupnya, dan itu menyeramkan!

Beberapa anak yang tersisa pun menangis semakin kencang saat melihat temannya di masukan ke dalam tiang pancang jembatan kemudian di isi dengan semen secara cepat.

Mereka semakin menjerit dan berusaha untuk kabur, tetapi suara mereka tak terdengar sama sekali, teredam oleh suara-suara yang ada.

Kabur pun hanyalah usaha yang sia-sia. Meronta dan melakukannya sekuat tenaga, bocah tersebut tetap berada di sana karena para pekerja tersebut melakukannya dengan sangat baik. Menahan tubuh anak lelaki yang tersisa dengan begitu kuat, kemudian menyeret mereka untuk pada posisi semula.

Karen masih terus berada di tempat persembunyiannya, perlahan ia bergeser untuk mencari posisi yang pas ketika Mandor dan ketiga orang lainnya berpindah untuk memasukkan satu persatu anak ke dalam tiang pancang, kemudian menyiramnya memakai adonan semen dari truk mixer, hingga tiang pancang tersebut penuh dengan semen.

Jeritan yang semula kencang, teredam oleh suara alat berat dan truk mixer kini perlahan mulai menghilang. Lambaian tangan yang terlihat semakin lemah, membuat Karen menelan ludahnya dengan gusar.

Tangan itu adalah milik anak lelaki yang terakhir dimasukan ke dalam tiang pancang di posisi yang akan dibuat menjadi turunan, atau akhir dari fly over tersebut. Lambaian yang awalnya kuat, kini melemah kemudian perlahan menghilang, tenggelam bersama dengan adonan semen yang begitu banyak.

Anak lelaki itu pasti menelan adonan tersebut secara paksa, atau masuk ke dalam rongga pernapasan mereka?  Dan, gue enggak kepengin lihat langsung itu semua. Sudah pasti mereka langsung mati. Sumpah, yang gue lihat ini apaan sih sebenernya?! batin Karen. Tangannya perlahan terangkat, menghalau angin bercampur debu yang datang ke arahnya.

Perasaannya sungguh tidak jelas, merasakan keanehan dan kengerian yang tersaji langsung secara bersamaan di depan matanya ini. Karen benar-benar tidak menyangka hal seperti ini benar adanya, ia hanya berpikir bahwa cerita-cerita seperti ini hanyalah sebuah karangan belaka.

Karena selama ia bekerja di proyek jembatan yang membutuhkan tiang pancang, setahunya tidak ada kasus seperti ini. Tempat-tempat yang membutuhkan sebuah tumbal sebagai jaminan supaya jembatan tersebut tetap jadi dengan sempurna. Atau memang sebenarnya sejak dahulu sudah ada, tetapi dia tidak mengetahuinya?

Dan hari ini adalah sebuah kebetulan. Kebetulan yang menuntunnya untuk menyaksikan sisi kelam dari sebuah pembangunan besar? Apakah srmuanya sama seperti ini? Melibatkan hal-hal gaib?

"Semuanya sudah sesuai prosedur yang diarahkan oleh Ki Santar.  Lalu, selanjutnya bagaimana Pak?" tanya Satpam berseragam biru tua itu kepada sang Mandor.

"Bereskan semua alat, pastikan tubuh bocah itu sudah tenggelam dan tak terlihat oleh orang lain," balas Mandor tersebut tanpa terlihat sedikit pun rasa bersalah. Ia bahkan biasa saja, seakan tak terjadi apa-apa di sekitarnya.

Karen yang kini berada di balik tumpukan beton-beton segera menyandarkan punggungnya di sana, ia terduduk lemas seraya terus teringat jeritan pilu yang terdengar samar, kemudian menghilang terendam dengan adonan semen yang membuat siapa pun pasti ngilu melihatnya. Itu sangat mengerikan, dan berhasil membuat bulu kuduk meremang.

Karen terus merapal do'a di dalam hati. Kekalutan yang membuat tangannya bergetar, tiba-tiba saja menyenggol batangan besi di sisi kanannya secara tidak sengaja.

Klontang!

Hal itu berhasil membuat Karen menarik tangannya dari tempat-tempat tersebut. Mengepal kuat dengan wajah yang seakan tak dialiri oleh kehidupan. Terlihat pucat bagaikan mayat.

Semua mata tertuju ke arah tempat di mana Karen menjatuhkan besi tersebut. "Siapa itu?" tanya si Satpam seraya melihat ke arah di mana asal suara yang terdengar samar karena tercampur dengan suara alat berat.

Sang Mandor menaruh tangan kanannya pelan di bahu satpam yang ada di sebelah kirinya. "Biarkan, kamu bantu mereka periksa, lalu matikan semua mesin. Saya yang akan periksa ke sana," ucap Mandor tersebut.

"Baik Pak," si Satpam yang semula ingin melangkahkan kakinya ke arah sumber suara, segera berjalan ke arah yang berbeda. Ia membantu Juno dan Restu—dua orang pekerja proyek—yang tengah melihat permukaan semen di tiang pancang jembatan.

Semuanya terlihat bersih, dan tak ada tanda-tanda bahwa beberapa menit yang lalu ada lima anak lelaki pernah di bawa ke tempat tersebut dan di masukan ke dalam tiang pancang secara paksa.

Bisa dikatakan, bahwa usaha penumbalan sesuai saran dari Ki Santar telah berhasil. Sejarah tanah yang panjang dan angker itu terdapat banyak sekali penghuni membuat tanah tersebut sulit untuk dilakukan pembangunan seperti proyek jembatan fly over.

Setelah banyak kejadian aneh yang terjadi selama beberapa minggu berjalan, pada akhirnya sang Mandor berkonsultasi kepada Ki Santar, seorang paranormal setempat yang sangat terkenal. Demi kesuksesan terselesaikannya jembatan fly over tersebut.

Dan, jadilah mereka menumbalkan lima orang anak lelaki berusia sekitar 10 tahun sesuai saran dari Ki Santar, di mana Ki Santar pun sebenarnya hanya mengikuti keinginan dari Jin tua penunggu tanah tersebut.

Kembali lagi dengan Karen yang kini terlihat semakin pucat, saat melihat bahwa salah satu dari mereka menghampirinya. Terlebih lagi ketika ia ingin bangkit  tiba-tiba saja sebuah kepala muncul dari arah samping kirinya.

Napasnya tercekat ditenggorokan, tangannya terkepal hebat merasakan tekanan yang amat kuat tercipta. Jantungnya  berpacu begitu cepat, merasakan sensasi adrenalin yang meningkat pesat. Perlahan matanya melirik ke arah kiri, melihat kepala sang Mandor yang masih berada di sana.

"Kayaknya tadi aku dengar suara itu di sebelah sini," gumam Mandor tersebut seraya mengedarkan pandangannya di sisi balik tumpukan besi yang sangat gelap.

Karen yang berada persis di sebelah sang Mandor, terus menahan napasnya hingga kepala tersebut menghilang. Ia menatap lurus ke kejauhan sana dengan tubuh yang perlahan mulai rileks. Kembali bernapas dengan perasaan yang campur aduk tidak karuan.

Entah mengapa, terkadang gue bersyukur dengan kulit sawo matang ini. Dalam keadaan seperti ini gue bisa melakukan penyamaran yang sempurna, pikirnya seraya mengelus dadanya secara perlahan.

Awalnya sang Mandor memang berniat untuk pergi. Akan tetapi, karena dirasa adanya keanehan dan seperti ada manusia yang sedang melihat aktivitas mereka, pada akhirnya Mandor itu menghampiri tumpukan besi di tempat Karen berada.

Karen yang sedang melihat keadaan melalui sebuah celah kecil segera bangkit secara hati-hati, kemudian melangkah pasti ke arah tumpukan semen yang tak terlihat.

Kini, kondisi mereka seperti sedang bermain petak umpat, tetapi lebih menyeramkan dan membuat Karen ingin segera pulang.

Pokoknya gue harus pergi dari sini. Gue pengin cepet-cepet pulang aja ke kosan, batin Karen seraya terus melangkah dan bersembunyi di tempat yang pas ketika si Mandor berada di posisi untuk melihat ke arah di mana Karen berada.

Meskipun ini menyeramkan dan membuat adrenalin berpacu, Karen tetap harus bergerak dan berpindah ke tempat yang jauh dari mereka.

Suasana yang semula bising, perlahan mulai mereda dan tergantikan sunyinya suasana tengah malam di kawasan proyek fly over.

Terlalu mencekam dan membuat mereka semua menjadi waspada. Terutama Karen dan sang Mandor yang masih saja seperti sedang bermain petak umpat di dalam kegelapan yang sungguh luar biasa.

Kalau begini, gimana caranya gue kabur!? jerit Karen dalam hati. Pandangannya seketika melirik ke arah kanan saat ada sebuah suara langkah kaki yang terdengar.

Namun, tanpa disadari ia malah berjalan menuju tempat di mana anak lelaki terakhir di masukan ke dalam tiang pancang. Tidak terlalu dekat, tetapi masih ada jarak sekitar 5 meter dari sana. Ah si bego, kenapa gue malah ke sini? batin Karen kalut.

Dengan langkah bergetar, ia berusaha untuk menjauh dari sana secara hati-hati. Akan tetapi, seakan ada makhluk tak kasatmata yang tidak mengizinkannya untuk pulang dengan mudah.

Karen menutup mulutnya dan segera masuk ke dalam lubang ditumpukan beton bundar secara hati-hati. Napasnya kembali tercekat saat ada sebuah kaki muncul di sampingnya, berjalan terseret dengan kaki tanpa alas.

Bentar! Itu apaan? Bukannya tadi Pak Mandor? Kok, kenapa malah jadi kaki perempuan gitu?! Karen semakin merasa merinding, tangannya yang bergetar pelan itu menekan dinding beton dalam perasaan takut.

Pandangannya tertuju pada kaki yang tiba-tiba saja berhenti sejenak, kemudian berjalan kembali dengan terseok.

"Sialan, tadi itu orang atau bukan?!" dengkus Pak Mandor seraya meninju beton ditumpukan paling atas yang digunakan Karen untuk bersembunyi. Dari posisinya saat ini, ia hanya dapat melihat kaki sang Mandor yang sedang berdiri dengan sedikit gusar.

"Kalau orang itu sampai lihat apa yang terjadi tadi, dia harus segera dihilangkan dari sini, atau kami akan dalam masalah besar," gumam Mandor tersebut.

Karen yang masih bersembunyi merasakan tekanan yang sungguh luar biasa menghantamnya, suhu udara yang tiba-tiba menjadi dingin kembali membuatnya semakin merinding dan merasa takut. Matanya terus memperhatikan kaki sang Mandor yang perlahan menghilang, pergi meninggalkan tempat tersebut.

Setelah dirasa cukup, Karen perlahan keluar dari sana, matanya bergerak untuk melihat keadaan sekitar, meskipun gelap ia masih dapat melihat secara samar. Tidak ada orang dan hanya ada suara dari satu-dua kendaraan yang lewat jalan raya di samping proyek.

Karen merasa lega bahwa ketiga orang lainnya itu tidak ikut mencari keberadaannya. Kini ia kembali bersembunyi dibalik tumpukan semen, dan tanah yang tinggi. Netra cokelatnya mencari-cari keberadaan keempat orang tersebut, dan ia melihatnya!

Mereka berada jauh dari tempat Karen saat ini. Seketika Karen merasa amat bersyukur. Perlahan dan secara hati-hati, Karen mulai bergerak pergi dari sana.

Ia semakin bergerak cepat. Tujuannya saat ini hanyalah ingin segera kembali ke kosan,  dan syukurnya apa yang dibayangkannya ternyata terkabulkan.

Karen akhirnya bisa melarikan diri dari sana. Langkahnya semakin terburu hingga berlari menuju kosan dengan kaki yang gemeter.

"Ini gila, gue enggak lihat apa pun, gue enggak lihat apa pun, gue enggak lihat apa pun," ucap Karen terus menerus dengan langkah yang semakin cepat.

Berlari bersama hati yang merasa tidak tenang serta ketakutan yang masih menjalar diseluruh tubuhnya.

.

.

TAMAT

.

Hailooo broo!
Ini adalah project cerpen kedua, dan kali ini genrenya adalah HMT, tapi saya enggak tahu ini masuk ke genre yang mana. 🤣

Baiklah, jangan lupa untuk tinggalkan jejak ya. Kalau mau krisan, monggo. 😉🙏🏻

.

Jakarta, 26 September 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro