✡️ Law-Promise
Dalam gelapnya malam nan sunyi yang membuat siapapun bergidik ngeri, seorang gadis bersurai putih lurus sepinggang terlihat sedang meringkuk di atas tanah yang ada di pinggiran hutan Glurd.
Gadis itu perlahan bangkit, berdiri dengan tubuh berbalut jubah yang sedikit koyak. Tatapan tajam dari netra abu-abunya dapat membuat siapapun terdiam dalam ketakutan yang amat mengerikan.
Dress selutut berwarna biru muda berbalut jubah koyak, membuatnya tak terlindungi dengan sempurna dari hawa dingin yang terasa menusuk hingga ketulang. Walaupun begitu, ia tetap menghiraukannya dan kini terus berjalan dengan kaki tak beralas, beberapa goresan terlihat nyata di sana hingga menimbulkan bercak darah.
Semua itu bahkan tak menimbulkan rasa sakit yang berarti untuknya. Entah sudah berapa lama ia melupakan rasa tersebut, entah berapa lama juga ia telah hidup hingga saat ini, dan entah berapa kali pula ia mencoba untuk mati.
"Dengan sihir terlarang yang menyerang diriku sendiri pun, aku tetap tak bisa mati. Aaah ... aku benar-benar muak dengan ini," ucap gadis tersebut seraya terus berjalan dalam gelap.
Hingga tak terasa langkahnya kini telah sampai di depan sebuah rumah tua bercat cokelat dengan dua lantai dan kaca patri yang sedikit berbeda. Usang juga kuno, bahkan ini tidak dapat di sebut rumah. Begitu tak terawat hingga banyak sulur tanaman yang berada di sana-sini.
"Sudahlah, aku lelah. Tubuh ini bahkan tak dapat hancur meskipun aku sudah terbang tinggi dan menjatuhkan diri begitu saja dari ketinggian yang sangat tidak wajar," gumamnya penuh frustrasi. Tangan kecilnya menunjuk ke arah pintu, dan beberapa detik setelahnya pintu tua itu mulai terbuka. Deritan nyaring yang membuat bulu kuduk meremang terdengar di segala penjuru.
Pintu perlahan terbuka, menampilkan pemandangan yang tak dapat dipercaya. Sinar terang dari lampu-lampu yang terpasang di langit-langit rumah tersebut begitu menyilaukan mata. Berbanding terbalik dengan keadaan di luar.
Berbagai ornamen dinding dan furniture tua yang terawat, akan memanjakan mata siapa pun yang melihatnya. Ini adalah salah satu taktik yang dibuatnya. Sebuah kamuflase untuk membuat orang-orang tak mencurigai bahwa ada sebuah rumah mewah nan megah di tengah hutan belantara seperti ini.
"Hey, Arabell. Kau yakin tak ingin pindah saja ke kota Gravida?" Sebuah suara anak laki-laki terdengar dari arah kaki wanita yang dipanggil Arabell tersebut. Arabell mendengarnya, amat mendengarnya ditengah kesunyian yang menyelimuti mereka.
Namun, ia menghiraukannya begitu saja. Tujuannya saat ini adalah membersihkan diri dan beristirahat. Percobaan bunuh diri yang ke 5.999 kali ini pun juga gagal. Ia jatuh dengan tubuh yang masih utuh. Sebuah kutukan yang membuatnya tak dapat mati selalu saja aktif dengan sendirinya ketika ia dalam keadaan terancam.
Sungguh ironis, seharusnya ia telah mati 1500 tahun yang lalu, tapi kini ... ia masihlah hidup. "Kutukan yang membuatku dapat hidup abadi bukanlah sesuatu yang ku inginkan. Walaupun aku seorang penyihir, seharusnya aku tetap dapat mati," ucap Arabell seraya terus menaiki anak tangga secara perlahan.
"Aku juga sebenarnya tak ingin jika diberikan sesuatu seperti itu, entah mengapa terdengar mengerikan," sahut suara anak laki-laki itu lagi.
Keheningan kembali menyelimuti mereka, dan kini Arabell telah berada di depan pintu kamar kecil yang ada di dalam kamar tidurnya. Arabell memejamkan matanya sejenak, kemudian membukanya kembali.
Matanya tertuju pada sosok yang sedang duduk di dekat kakinya. "Apa yang kau lakukan?" tanya Arabell malas.
"Ingin mandi? Hey Arabell. Aku juga butuh mandi, kamu enggak lihat betapa kotornya kakiku ini?" sosok tersebut menunjukkan telapak kakinya yang terdapat beberapa lumpur di sana.
"Jilati saja telapak kakimu, kau itu kucing terlebih lagi jantan. Tidak boleh mandi bersamaku," jawab Arabell yang langsung mengangkat tangannya seakan mendorong pintu tersebut, tetapi ia sama sekali tak menyentuhnya, dan pintu kamar mandinya telah terbuka dengan sempurna.
"Gehen," rapalnya pelan kemudian berbalik ke arah kucing gemuk berbulu lebat berwarna hitam dan putih. Perlahan, tubuh kucing itu terangkat ke udara dengan sendirinya.
"Eeh—Hey! Arabell! Aku juga mau mandi! Bau buluku sudah enggak sedap nih! Kamu kan enggak mandiin aku dua minggu loh! Arabell!"
Mata Arabell tertuju pada pintu kamar tidur yang terbuat dari kayu berukuran cukup besar sekitar 6 meter di sebelah kirinya. Kucing gemuk yang terbang di udara tersebut mulai bergerak. Melayang mengikuti kemana arah pandang Arabell secepat cepat.
Bruk!
"Arabell jahat! Aku mau pindah ke kota Gravida sendirian saja!" racau kucing gemuk itu seketika setelah terlempar dan menabrak pintu kayu kamar tidur cukup keras.
Arabell melangkah masuk ke dalam kamar mandi, dan menutup pintunya tanpa minat. "Pergi saja sana, aku tak akan melarangmu, Gravell" katanya sebelum pintu tersebut tertutup dengan sempurna.
Kucing gemuk yang dipanggil Gravel oleh Arabell seketika terdiam. Menatap pintu kayu berwarna cokelat berukir sulur tanaman yang telah tertutup sempurna.
"Jadi, kamu sungguh menginginkan kematian mu secapatnya ya, Arabell ...," lirih Gravell, kemudian berbalik. Melangkah pergi keluar dari kamar berukuran luas tersebut.
Di bawah teriknya matahari yang menyusup dari celah daun dan ranting pepohonan, Arabell berjalan menyusuri pinggiran hutan lagi. Tubuhnya yang berkulit pucat berbalut dress semata kaki berwarna hijau terlihat begitu indah, meskipun telah dibalut dengan jubah hitam bertudung yang selalu ia gunakan ketika keluar rumah. Surai putih lurus sepinggangnya dibiarkan tergerai di dalam jubah. Ia terlalu malas untuk memguncirnya.
Kali ini ia tak sedang mencari apa pun. Arabell hanya merasa lelah, dan ingin berjalan-jalan sebentar. Menghilangkan kepenatan mencari cara untuk mati yang selalu membuatnya gila.
Banyak sekali kejadian dan berbagai macam kegiatan yang sudah Arabell lakukan selama 1500 tahun yang lalu hingga saat ini. Mulai dari hal menyenangkan, hingga yang tidak menyenangkan pun banyak.
Kala itu, dunia mulai berubah seiring berjalannya waktu, dan para penyihir pun punah perlahan-lahan. Kalaupun ada yang tersisa mereka pasti akan bersembunyi atau menyembunyikan kekuatannya.
Karena di zaman sekarang ini orang-orang menganggap penyihir adalah sebuah kutukan, membawa kehancuran di manapun penyihir itu berada. Mereka juga menganggap bahwa penyihir adalah sesuatu yang harus dimusnahkan dari muka bumi ini.
Netra abu-abu tersebut terhenti pada sebuah desa di seberang sungai. Hal itu benar-benar membuatnya mengingat banyak kenangan berputar di dalam otaknya. Hidup berbaur bersama manusia lainnya tanpa pandang bulu. "Itu adalah hari-hari ku yang menyenangkan, sebelum malapetaka itu datang ...," lirihnya, kemudian.
Dalam ingatan yang masih begitu jelas, bahkan terasa nyata di depan mata. Saat itu sedang tengah malam, hujan mengguyur desa Hegar dengan amat derasnya. Arabell kala itu masihlah berusia 600 tahun, ayahnya yang merupakan pedagang kayu masih berada di luar rumah karena hari ini adalah jadwalnya untuk menebang beberapa pohon dan membawahnya ke rumah untuk di olah.
Suara binatang malam yang terdengar bahkan teredam oleh derasnya hujan. Arabell merasa khawatir, begitu pun dengan ibunya yang masih berjalan ke sana kemari dengan perasaan gelisah.
"Aku akan menyusul Ayah, Ibu tetap di rumah saja. Tolong siapkan semuanya ya bu," ucap Arabell pada akhirnya. Tangannya menggenggam tangan ibunya dengan erat. Rasa hangat ditengah dinginnya cuaca membuat rasa nyaman menjalar hingga ke hati Arabell.
"Tapi kan—"
"Ibu tenang saja. Aku adalah keturunan dari Ayah dan Ibu. Bangsawan penyihir kuno penjaga raja. Benar begitu bukan?" Sudut-sudut bibir Arabell tertarik, menampilkan senyum lembut yang menenangkan. Berusaha meyakinkan ibunya bahwa ia akan aman di luar sana.
"Baiklah, hati-hati ya ... di luar sudah gelap belum lagi hujannya sangat deras. Kenakan jubahmu dan pakai sihir pelindung yang telah ibu ajarkan," ucap Ibu Arabell dengan khawatir.
"Bu, aku sudah besar. Aku bisa melakukannya sendiri. Baiklah, kalau begitu aku berangkat dulu. Jika ayah sudah pulang, tolong suruh diam di rumah saja, tak usah kembali ke hutan untuk mencariku. Aku akan segera kembali jika setelah 3 jam pencarian tak menemukannya." Arabell kembali tersenyum, kemudian melepaskan genggaman tangan ibunya secara perlahan.
Netra abu-abunya menatap wajah wanita yang telah melahirkannya dengan susah payah itu. Anggukan pelan terlihat sebagai jawaban dari sang ibu.
Setelahnya, Arabell berlari ke luar. "Regenschutz!" rapalnya seraya terus berlari menerobos derasnya hujan. Sihir pelindungnya telah aktif, dan ia tak perlu repot-repot harus ke hujanan di tengah malam yang dingin.
Arabell menunjuk ke arah depannya sekali seakan menyentuh sesuatu dengan ujung jarinya, dan beberapa bola bercahaya berukuran kecil muncul seketika. Melayang di sekitar Arabell, memberikan cahaya di tengah kegelapan malam.
"Ayah!" teriak Arabell ketika telah sampai di tempat biasa ayahnya menebang pohon, dan ini juga masih termasuk wilayah keluarganya.
"Ayah! Ini Arabell! Ayah di mana?!" serunya lagi seraya terus berjalan melihat ke arah kanan dan kirinya.
Namun, nihil. Semua itu hanyalah sia-sia. Waktu terus bergulir dan tak terasa 3 jam telah berlalu. Arabell mulai kelelahan karena berlari. Belum lagi ia harus menggunakan sihirnya secara terus menerus.
Kakinya terdiam, ia berdiri dengan napas yang terengah-engah. Pandangannya sudah mulai berbayang, dan sedikit kabur. Akan tetapi, Arabell berusaha untuk tetap sadar. Ia tak mungkin tergeletak di sini begitu saja. Tengah malam di dalam hutan adalah mimpi buruk.
"Kau sedang mencari ayahmu?" Sebuah suara tiba-tiba saja terdengar di telinga kanannya. Suara seorang pria, begitu rendah dan dalam. Entah mengapa itu terasa nyaman, namun memberikan kesan mengerikan di saat bersamaan.
Arabell segera berbalik, tetapi tak menemukan siapa-siapa. Aku telah melapisi pelindung ini supaya tak ada benda apa pun yang masuk. Bagaimana bisa ..., batin Arabell.
"Dia telah kembali ke rumah dengan selamat. Aku mengirimnya ketika ia tersesat dan hampir terjatuh ke dalam jurang di ujung hutan Glurd."
Lagi, Arabell berbalik, berusaha mencari sosok pemilik suara tersebut. "Ayah adalah penyihir kuat, ia tak mungkin seceroboh itu," ujar Arabell cepat.
"Kau yakin jika saat ini ayahmu masih memiliki kekuatan sihir? Haha, sihirnya telah berkurang seiring bertumbuh besarnya kau, Arabella."
"Apa maksudmu!" seru Arabella tak terima, dan kali ini ia menemukan sosok pemilik suara tersebut. Seorang pria bertubung tinggi terlihat berdiri di hadapannya, ia bahkan hanya setinggi dada pria tersebut. Tubuhnya bagus, terlihat atletis dalam balutan celana hitam panjang dan kemeja putih lengan panjang yang digulung.
Kengeriannya seketika bertambah. Ia sangat tahu, bahwa siapa pun dapat menghilang tanpa jejak di daka hutan ini, meskipun itu masih dalam wilayah keluarganya. Tak hanya manusia, penyihir dan binatang buas yang hidup di sini, tetapi ada juga makhluk lain yang tak pernah menampakkan diri di depan khalayak umum.
"Te—ufel ...," ucap Arabell terbata, kakinya melangkah mundur dengan tergesa. Wajahnya seketika pucat pasi saat mengetahui siapa sebenarnya pria di hadapannya itu.
Ciri-ciri yang begitu jental seperti apa kata orang tuanya. Netra abu-abu Arabell menatap dua buah tanduk berukuran sedang dan juga cuping telinga yang berbeda dari manusia pada umumnya. Itu terlihat runcing, pikir Arabell masih mundur secara teratur.
"Ada apa? Aku telah menyelamatkan ayahmu. Apakah ini sikap yang harus kau tunjukan untuk berterima kasih?" tanyanya, tanpa bergerak sedikitpun kini ia telah berada di belakang tubuh Arabell.
Arabell yang masih berjalan mundur, seketika terhenti menabrak tubuh pria tersebut. "Baiklah jika seperti itu. Aku hanya bisa memberikan ini kepadamu." Sebuah cahaya merah dalam jumlah banyak bersinar terang dan langsung terserap ke dalam tubuh Arabell. Membuat Arabell masih menutup wajahnya menggunakan kedua lengannya.
"Ingatlah namaku ini. Grissham Di Arc," ucap pria tersebut dengan suara lembut tepat di telinga kiri Arabell, yang setelahnya mengilang tak berbekas.
Arabell yang sudah berbalik kemudian berjalan mundur, tak menemukan pria itu di sana atau di sekitarnya. Hingga akhirnya ia memilih untuk segera kembali dengan jantung yang berdetak sangat cepat.
Itu adalah Teufel, penyihir setengah iblis yang menjadi legenda. Makhluk yang tak pernah menampakkan kehadirannya di khalayak umum. Kupikir hanyalah sebuah legenda saja, tapi kini ... aku bertemu secara langsung dengan makhluk menyeramkan itu. Aku tak ingin terlibat lebih jauh lagi, batin Arabell. Napasnya terdengar memburu di tengah hujan deras. Kakinya terus berlari dengan sangat cepat hingga tiba di depan rumah.
Arabell kembali tersadar, itu adalah ingatan masa lalu. Mata bulat bernetra abu-abu dengan hidung mancung dan bibir tipis merah muda yang begitu memikat terlihat sempurna dalam bentuk wajah ovalnya. Ia menunduk sebentar, kemudian mengangkat wajahnya kembali. Menatap lurus pada desa di seberang sana yang terdapat beberapa manusia sedang beraktifitas di luar rumah.
Setelah kejadian ia bertemu dengan Teufel bernama Grissham Di Arc itu, Arabell mulai mengalami sesuatu yang berbeda. Setiap ia akan terluka atau berada di tengah ancaman yang membahayakan jiwanya, sebuah pelindung tak kasat mata selalu muncul. Hanya Arabell yang dapat melihatnya. Barier berwarna merah darah sama seperti cahaya saat malam itu.
Ke anehan semakin menajadi saat ia tak sengaja tergelincir dan jatuh ke dalam jurang yang amat dalam, tetapi Arabell tak mati, dan itu membuatnya semakin tak mengerti, di tambah lagi. Ketiak orang tuanya mulai menua, ia masihlah tetap, dan tak ada perubahan yang berarti di wajah serta tubuhnya. Arabell masih sama seperti di usianya ke 600 tahun. Muda dna terlihat cantik berseri.
Sedangkan orang tuanya kini telah amat menua dan pada akhirnya mati meninggalkan Arabell sendiri. Waktu bergulir begitu cepat, 1500 tahun telah berlalu dan kini usianya adalah 2100 tahun. Ia telah abadi, dan benar-benar abadi, 5.999 kali percobaan bunuh diri telah ia lalukan, tetapi tak ada satu pun cara efektif untuk membuatnya mati, tertidur di dalam peti untuk selamanya.
"Haah ...," embusnya pelan, "Grissham Di Arc, ya ...." Setelahnya ia mengalihkan pandangannya dan berjalan kembali. Akan tetapi, langkahnya terhenti saat sebuah suara terdengar dari arah kanan. Di mana seorang pria terlihat sedang mendayung sebuah perahu yang mengapung di air sungai yang begitu bening dan bersih.
"Ya, sampai jumpa lagi!"
Arabell memandang pria tersebut. Tubuh dan wajah yang begitu mirip, akan tetapi tak ada satu pun tanda bahwa ia adalah Tuefel. Dua tanduk berukuran sedang, netra merah, dan cuping telinga runcing sama sekali tak terlihat di pria tersebut.
Dalam diam Arabell memperhatikannya secara intens, dan ia menemukan kedua sudut pria tersebut terangkat membentuk lengkungan yanh Arabell sendiri tak mengerti apa maksudnya.
"Ah, dia menghilang," seru Arabell yang kemudian mencari ke segala arah di sekitarnya, tetapi tak ada siapa pun di sana, "sepertinya aku harus mencarinya di lain tempat. Aku terlalu banyak berpikir hingga tak dapat membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak." Pada akhirnha Arabell kembali melangkahkan kakinya, apa yang barusan dilihatnya hanya dipikir sebagai khayalan belaka.
"Setelah 1500 tahun lamanya. Akhirnya kita dipertemukan kembali."
Lagi-lagi Arabell menghentikan langkahnya jarena sesuatu. Suara rendah yang dalam dan terkadang terdengar lembut. Arabell segera berbalik, "Zaum!" rapalnya dnegan yakin untuk memberikan mantra pengikat supaya pria itu tak melarikan diri.
"Ohoo ... sekarang kau berani bertindak seperti ini kepadaku?" tanyanya.
"Aku tahu kau adalah Tuefel makhluk setengah penyihir dan iblis. Apa yang kau berikan kepadaku waktu itu hingga aku tak dapat mati?" tanya Arabell secara langsung.
"Meskipun aku sedang dalam penampilan seperti ini, kau tahu bahwa ini adalah aku? Itu membuatku semakin menyukaimu, Arabell."
Arabell mematung di tempatnya, ia terkejut bahwa Grissham tahu nama miliknya. "Aku tak menginginkan basa-basi. Kau telah menyelamatkan Ayah ku, dan aku berterima kasih atas hal itu. Namun, cahaya merah yang kau berikan kala itu ... Aku sama sekali tak memintanya."
"Itu adalah berkah yang dapat kuberikan kepadamu. Sinar merah keabadian yang kumiliki, telah kuberikan setengahnya kepadamu sebagai hadiah pernikahan kita."
Arabell membelalakkan matanya, netra abu-abunya menatap lurus Grissham yang tak bergerak dengan tangan terikat ke belakang.
"Pernikahan?!" seru Arabell tak percaya, "Aku tak pernah menikah denganmu. Jadi jangan mengkahyal." Arabell perlahan mundur. Kepalanya benar-benar sakit. Semuanya menjadi bertambah rumit.
"Kau menolong ayahku, sinar merah, keabadian, pernikahan, apa maksudnya ini?" gumam Arabell.
Tanpa Arabell ketahui, kini Grissham telah lepas dari belenggu sihir miliknya. Bahkan penampilannya pun telah berubah ke bentuk semula. Dua tanduk runcing berwarna hitam-merah yang mengilat tumbuh di dahi pria tersebut. Rambut pendek berwarna hitamnya juga mulai berubah menjadi putih yang sama seperti milik Arabell. Cuping telinga yang runcing, serta netra merah darah yang menyeramkan. Ia kini telah menampakkan bentuk aslinya.
"Ayahmu tahu bahwa ia tak akan hidup lama lagi, karena sejak lahir ... kau harus tumbuh dengan menyerap sihir orang terdekat. Tak hanya sihir, bahkan energi kehidupan orang itu juga semakin lama semakin berkurang," jujur Grissham. Pandangannya tertuju pada Arabell yang sedang memegang kepalanya sendiri dengan kedua tangan.
"Ia tahu bahwa kau akan sendirian seumur hidup. Tak ada yang dapat bersamamu, terkecuali—Tuefel— bangsa seperti kami yang memiliki keabadian dan sihir tak terbatas," Grissham berhenti sejenak untuk melihat ekspresi yang berada di wajah Arabell. Keterkejutan yang tak terkira ternyata terlihat di sana, di wajah cantik berkulit pucat pasi.
"Ia membuat perjanjian denganku yang memang saat itu aku sedang membutuhkan seorang istri. Aku menolongnya, dan ia menolongku. Ini adalah solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Aku tahu mungkin hadiah yang kuberikan membuatmu sengsara. Seorang manusia yang telah memiliki sihir, tetapi tak dapat mati adalah mimpi buruk. Ia harus hidup dalam bayang-bayang tak pasti selama ribuan tahun."
"Lalu untuk apa kau meninggalkanku dan muncul kembali seperti ini?! Aku hanya ingin mati, tarik kembali sinar itu, hadiah keabadian? Persetan, aku tak membutuhkannya," dengkus Arabell. Emosinya mulai bercampur aduk. Perasaannya tak menentu, ia ingin marah, menangis, dan tak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini.
Grissham perlahan mendekat. "Aku tak dapat mengambilnya kembali, karena ini adalah janji. Setelah mengikrarkan pernikahan dan memberikan keabadianku kepada mu. Aku tak dapat berada di sekitar mu selama 1500 tahun sebagai syarat yang ditentukan oleh ayahmu." Grissham terdiam untuk sesaat.
"Ia ingin Arabell tersayangnya menjadi mandiri. Berbekal dari apa yang telah mereka berdua ajarkan kepadamu sebelum pergi seutuhnya. Merasakan kehidupan yang sesungguhnya. Membedakan mana yang benar dan mana yang salah dengan analisamu sendiri. Itu adalah janji, dan aku tak dapat menghancurkannya begitu saja. Bangsa Tuefel, walaupun penyihir setengah iblis. Kami adalah bangsa yang selalu menepati janji yang telah dibuat."
Arabell lagi-lagi terdiam mendengar penjelasan dari Grissham. Kakinya terasa lemas dan tak kuat lagi untuk berdiri. Ayah sungguh luar biasa. Aku bahkan tak menginginkan hal seperti ini. Mengapa kau sudah mengaturnya sejak lama dan tak memberitahuku?
Grissham yang berdiri tak jauh dari Arabell segera memeluk gadis tersebut sebelum benar-benar terjatuh di atas tanah. "Bisakah aku mempercayaimu?" tanya Arabell pelan, matanya terpejam rapat dengan dahi yang menempel pada dada Grissham.
"Ya," balas Grissham singkat.
"Itu artinya, aku sungguh akan hidup abadi dan tak bisa mati?" tanya Arabell lagi.
"Benar, kau telah menjadi abadi sepertiku. Akan tetapi, tenang saja karena aku akan selalu ada di sisimu. Kita akan hidup selamanya bersama," balas Grissham, pelukannya semakin mengerat.
Arabell yang mendengar balasan tersebut langsung terdiam. Perasaannya benar-benar campur aduk tidak karuan, hingga setetes cairan bening mengalir dari sudut matanya.
.
.
TAMAT
Naskah:
Tangerang, 05-06 Desember 2020
Publish:
Jakarta, 06 Desember 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro