Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Boom - 3

Dua minggu yang lalu...

Hari ini adalah pertandingan terakhir adu futsal yang diadakan fakultas Ekonomi. Bazar di kampus juga terakhir. Pinggir lapangan mendadak dipenuhi mahasiswa, mahasiswi, dan beberapa dosen yang datang untuk menonton maupun mendukung jagoan mereka. Fakultas Hukum dan Ekonomi sedang beraksi, merebutkan gelar juara yang sudah di depan mata.

Sweety tidak menonton pertandingan futsal. Dia lebih suka memandangi laki-laki berambut cepak yang tengah berdiri dan menyemangati teman-temannya.

Sosok itu terlalu tampan untuk dilewatkan. Sweety menyukainya sejak masuk kuliah. Mereka berada di tingkatan yang sama. Hanya berbeda jurusan. Namanya Fakhtur Arimba Sirdan. Pertama kali bertemu waktu Sweety berada di perpustakaan. Dia kerepotan membawa buku dan Fakhtur membantunya. Sejak saat itu, Sweety jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Aduh, ganteng banget itu manusia," gumam Sweety terkagum-kagum. Matanya berbinar cerah.

"Siapa, Sweet?" tanya Sani ingin tahu.

Ingat ada Sani di sampingnya, Sweety langsung memukul-mukul pelan lengan Sani.

"Eh, untung gue inget. Lo punya nomornya dia, kan?" Sweety menunjuk Fakhtur yang mengenakan kemeja biru telur asin. "Kasih gue nomornya, dong. Gue suka sama dia. Gue nggak catat nomornya waktu dikasih tahu Dini."

Sani melihat arah telunjuk Sweety. Apa yang dilihat Sani bukanlah Fakhtur yang dimaksud. Yang ditangkap Sani adalah Anatomi—dosen mereka—yang kebetulan bersampingan dengan Fakhtur. Warna kemeja kedua orang itu sama-sama biru telur asin. Belum lagi arah telunjuk Sweety ambigu, yang menyebabkan Sani berpikir bahwa sosok yang ditunjuk Sweety adalah Anatomi.

"Oh, itu. Gue punya nomornya. Wait." Sani dengan santai mengambil ponsel Sweety yang disodorkan padanya dan menekan nomor ponsel Anatomi yang dilihat dari kontak ponselnya. Saat dia melihat kontak Anatomi, pandangan Sweety sedang tertuju ke depan. Dan begitu selesai, Sani mengunci kembali layar ponselnya. "Ini nomornya udah gue catet. Lo namain sendiri, deh."

Sweety mengalihkan pandangannya sebentar dari Fakhtur kepada Sani. Tidak sabar menghubungi laki-laki itu. Dia mengambil ponselnya yang diserahkan oleh sahabatnya. "Oke, thank you, San!"

Sweety menamai kontak yang diketik Sani dengan nama Fakhtur. Namun, dia mengangkat alis waktu melihat display name.

"Kenapa nama display name-nya cuma AS?" tanya Sweety bingung.

"Memang gitu," jawab Sani. Singkat dan padat.

Iya, jelas namanya begitu karena AS adalah inisial Anatomi Sastrorejo. Jadi Sani sudah salah kaprah dari awal tunjuk-menunjuk itu.

"Oh, gitu. Yowes. Nanti malam gue chat, deh. Doain dibales. Gue suka banget sama, nih, orang."

Sani tidak terlalu mendengarkan Sweety gara-gara fokus memandangi laki-laki ganteng yang berkeringat indah di lapangan sehingga tanggapannya terhadap sang sahabat cuma mengacungkan ibu jari.

Sweety kembali memperhatikan Fakhtur. Pada saat yang sama, dia tidak sengaja bertukar tatap dengan dosen mata kuliah lain yang kebetulan melihat ke arahnya. Dia tidak suka Anatomi.

Takut dikira suka sama Anatomi, dia mengalihkan pandangan dan menonton pertandingan. Dia jadi sebal sendiri. Kenapa Fakhtur harus bersampingan dengan dosen jutek itu, sih? Bikin dia gagal memperhatikan Fakhtur saja!

💘💘💘

Saat ini.

Sweety masih melongo. Anatomi tetap santai. Angin berembus menyapa rambut mereka seperti salah satu adegan ala-ala drama Korea. Begitulah keadaan mereka sekarang.

"Mingkem. Kamu mau kemasukan lalat?" ketus Anatomi.

Bayangan indah seperti drama Korea bubar jalan. Mulut ketus Anatomi berhasil mengacaukan suasana. Sweety langsung mengatup mulutnya dan berdecak.

"Bisa-bisanya manusia kayak gini yang nyaman sama gue," gerutunya pelan.

"Kamu komat-kamit mulu."

"Pak, maaf. Ini ada telepon dari Mama." Sweety mengambil ponsel dari saku celana jeansnya, lalu pura-pura menjawab telepon. "Halo, Ma? Iya? Kenapa, Ma?"

"Kamu menghindar lagi? Teleponnya kebalik."

Sweety merutuki kebodohannya. Namun, dia takkan menyerah walau sudah ditegur salah. Dia mundur perlahan sambil terus memegang ponsel yang sudah jelas-jelas terbalik. Sweety mau belagak bego.

"Halo? Halo? Wah ... nggak ada sinyal." Sweety nyengir saat Anatomi mengangkat satu alisnya. "Permisi dulu, ya, Pak. Mama telepon."

Saat akan kabur, Sweety nyaris jatuh tersandung batu. Untungnya dia sudah jago menjaga keseimbangan sehingga tidak sampai mencium aspal. Ini mungkin disumpahi Anatomi lewat mata atau memang Sweety yang ceroboh.

Tak mau dikejar-kejar seperti adegan film India, Sweety kabur secepat kilat menggunakan kekuatan dalam. Dia berlari menerobos beberapa mahasiswa yang berjalan kaki. Dan seperti kesialan yang tiada habis dalam sehari, Sweety menabrak tubuh orang lain cukup keras sampai harus berhenti.

"Ma-ma-maaf," ucap Sweety sedikit menunduk. Dia ingin buru-buru kabur. Masih panik, dia menoleh ke belakang menyadari Anatomi tidak mengikutinya. Dia spontan menghela napas. "Syukurlah," gumamnya pelan.

"Lo baik-baik aja, Sweety?"

Sweety mengangkat wajahnya, mengamati wajah si pemilik suara. Oke, Sweety akan bilang kampusnya sangat luas. Tidak kecil atau sedang. Namun, dia bisa menabrak orang yang sama dalam satu hari. Mirip sinetron banget, kan? Akan tetapi ini kenyataannya. Dia menabrak Fakhtur lagi! Keberuntungan dalam kesialan, bukan?

"Baik, kok." Sweety nyengir. "Kalau gitu gue duluan, ya. Permisi."

"Sweety, sebentar!" panggil Fakhtur.

Sweety buru-buru mengerem kakinya dan memasang senyum lebar setelah menoleh ke belakang. "Ya, Fakhtur?"

"Boleh gue minta nomor lo?"

Senyum Sweety mengembang seperti roti yang baru selesai dipanggang. Fakhtur meminta nomornya? Ya, amplop! Ini kesempatan emas. Dia harus segera memberikan nomor ponselnya. Di balik kesialan pasti ada keberuntungan. Iya, Sweety percaya itu sekarang.

"Boleh, kok."

Fakhtur mengeluarkan ponsel dari saku celana jeans, lalu menyodorkan kepada Sweety. "Tolong sekalian simpan nomor lo sendiri, ya. Namain apa aja boleh."

"Kalau gue kasih nama Sayang juga boleh?" Sadar akan ucapannya itu, Sweety langsung meralat, "Bercanda, ya. Ini humor basi gitu." Dia nyengir tanpa dosa.

Fakhtur tertawa kecil. Sweety semakin tersepona. Eh, terpesona! Dia semakin menyukai laki-laki itu.

"Ini udah gue catat." Sweety mengembalikan ponsel Fakhtur setelah menekan dua belas digit nomor ponselnya.

Fakhtur tertawa membaca nama Sweety yang disimpan. "Sweet Baby?"

Sweety melotot. Matilah dia! Kok, bodoh banget sampai kelupaan hapus Baby-nya?! Astataaaang!

"Eh? Bentar, bentar. Gue lupa ralat. Aduh, maaf. Tadi gue mau hapus kenapa nggak kehapus, sih, yang Baby-nya? Coba sini hape lo biar gue ralat."

Fakhtur memasukkan ponselnya dan tersenyum. "Gue panggil Baby, ya, kalau gitu?"

"Jangan."

"Kenapa?"

"Nanti gue seneng." Sweety mengatup mulutnya dan nyengir. Dia langsung meralat, "Maksudnya nanti ada yang namanya Baby nyaut. Nama gue, kan, cuma Sweety aja."

"Lo lucu, deh, Sweet."

Sweety ingin melompat-lompat. Kalau bisa sekalian terjun payung supaya bisa mengekspresikan kebahagiaan sekarang ini. Dia mau cerita sama Mila dan Sani nanti.

"Ah, lo bisa aja," kata Sweety diselipi cengiran kecil.

Di belakang sana, Anatomi mengamati sambil bersedekap di dada. Tak ada senyum, tak ada tawa. Wajahnya masam persis mangga asam.

Dan ada yang panas, tapi bukan kompor.

💘💘💘

Satu cup kopi berukuran kecil dan satu kotak makan mendarat sempurna di atas meja Cloud. Sontak, sang empunya meja langsung mendongak untuk melihat siapa yang meletakkannya. Tak disangka Unique-lah yang melakukan.

Kalau saja di Fakultas Hukum sedang ramai, pastilah jadi bahan gibah semua dosen. Untung saja di fakultas hanya ada Cloud dan Unique saja. Dosen lain sedang mengajar dan beberapa lainnya pergi entah ke mana.

"Ini sebagai hadiah permintaan maaf saya soal kemarin, Pak Cloud." Unique menjelaskan maksudnya.

"Iya, makasih," jawab Cloud pura-pura jutek.

"Semoga suka, Pak."

"Oke."

Unique sudah kembali ke mejanya yang berada di bilik sebelah meja Cloud. Setelah Unique duduk, Cloud mulai menyantap sandwich yang diberikan Unique.

Baru saja mengunyah, lidahnya langsung bereaksi. Asin. Bukan asin doang, tapi banget! Dia bisa darah tinggi jika mengunyah sandwich-nya sampai habis. Demi menetralkan rasa asin di lidah, dia meneguk kopinya. Namun, siapa yang menyangka kalau kopinya bisa bikin dia diabetes? Baru seteguk, manisnya sudah kebangetan. Kalau diteguk sampai habis, kadar gula darahnya bisa meningkat drastis.

Cloud mengambil botol air putih di atas meja dan meneguknya supaya dua rasa yang bertabrakan itu hilang. Setelah itu, dia menghampiri meja Unique.

"Bu Unique mau membunuh saya dengan dua cara, ya?" tegur Cloud.

Unique mendongak guna menatap Cloud yang menunjukkan wajah tidak bersahabat. Dia spontan mengangkat satu alisnya tidak mengerti.

"Kopinya manis banget. Saya bisa diabetes kalau minum sampai habis. Sandwich-nya asin banget. Kalau dimakan sampai habis, saya bisa darah tinggi. Beli di mana, sih, Bu? Nggak ada yang enak."

"Itu semua buatan saya, Pak. Maaf kalau rasanya nggak seenak itu."

Cloud merasa tidak enak sudah blak-blakan soal rasa yang tidak bersahabat. Namun, dia tidak bisa mundur setelah mencela buatan Unique.

"Ya udah, saya udah maafin jadi nggak usah dibuatin apa-apa lagi."

"Makasih udah dimaafkan. Masalah kita clear sampai sini. Jangan ganggu saya lagi."

Cloud melongo. Unique mengusirnya? Setelah membuatnya merana gara-gara makanan dan minuman, sekarang Unique cuek bebek? Tidak ada yang bisa dia lakukan. Unique terlihat sibuk mengurus sesuatu. Detik berikutnya dia duduk kembali ke tempatnya.

Hanya sepersekian detik setelah bokong mendarat, Cloud langsung bangun dari tempat duduknya.

"Bu Unique, saya mau minta kompensasi yang lain. Lidah saya jadi nggak enak, nih," ucap Cloud tiba-tiba.

Unique menoleh ke samping, mendapati Cloud berdiri dan memegang puncak bilik yang membatasi mereka. "Ya udah, Pak Cloud mau apa? Saya belikan."

"Kopi. Tapi perginya bareng saya. Kalau dibelikan Bu Unique takutnya nggak sesuai selera saya."

"Bapak ngajak saya ngopi bareng?" tembak Unique sekenanya.

"Bukan gitu, saya cuma—"

"Oke, nanti kita ngopi bareng," potong Unique lebih cepat.

Cloud tidak bisa melawan lagi. Dia kehabisan bahan untuk mengajak Unique berdebat. Perempuan itu sudah fokus lagi dengan urusannya. Di antara semua dosen, Cloud tidak pernah bisa menang kalau sudah adu mulut dengan Unique. Kalaupun mau mengajak ngobrol, Unique bukan tipe ceriwis seperti Cloud yang bentar-bentar senang mengobrol bak ibu-ibu tukang gosip.

Menit selanjutnya Cloud duduk kembali. Anehnya, kedua sudut bibirnya malah tertarik sempurna. Kenapa dia senyum begini? Ajakan tadi, kan, bukan ajakan kencan, cuma sebatas ngopi bareng. Kenapa mendadak senang, sih?

💘💘💘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro