Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sowlmate (4)

Last part BokuAka Vampire AU~✨

Tinggalkan komentar dan beri aku pendapatmu~ /kedip seksi

*****

"Bokuto-san!"

Walau secepat apapun berlari.

"Akaashi!!!"

Tetap tak tergapai.

Iris zamrud itu melebar.

Crat. Percikan darah menyebar di udara.

Sebuah tangan menembus tubuh orang yang memunggunginya.

Tangan itu menggenggam sesuatu yang berdetak.

Deg. Deg. Deg. Itu sebuah jantung.

"Keiji... Lari..."

Pcak! Jantung itu diremas.

Hari itu, untuk pertama kalinya... Bokuto mati.

.
.
.

Beberapa jam sebelumnya.

"Akaaaashiii~ tidak bisakah kita rebahan di rumah saja?"

Bokuto dalam mode burung hantu, bertengger di pundak Akaashi dengan lesu.

"Tidak, kita harus memburu Tengu liar sebelum pagi tiba."

Tengu adalah makhluk mitologi dari Jepang yang memiliki rupa kepala burung dan badan manusia, elang atau burung gagak. Mereka dapat menyembunyikan kepala dan sayap hewan yang mereka miliki, hidup berkelompok dan suka membuat onar.

Sebagian Tengu mau diajak bekerjasama di bawah naungan asosiasi, tapi sebagiannya lagi tidak.

Gagak kecil yang diasuh oleh Kenma dan Kuroo merupakan bagian dari Tengu yang mau diajak kerjasama.

Misi Akaashi hari ini adalah memburu para Tengu yang menjadi penyebab anggota asosiasi menghilang satu persatu.

"Kaashii, kamu baru selesai ujian kan? Ga cape?"

"Tidak Bokuto-san, staminaku cukup kuat."

Di siang hari, Akaashi merupakan mahasiswa biasa di jurusan sastra.

Dan di mana ia berada, akan ada seekor burung hantu yang selalu mengekori kemana pun ia pergi.

Karena itu Bokuto mengetahui segala hal tentang Akaashi, dia selalu menempel.

"Burungnya gendut."

"Kurang ajar!" Maki Bokuto tidak terima.

Akaashi menoleh ke arah sumber suara, seorang pria dengan surai coklat kehitaman berdiri di bawah naungan bulan.

"Maksudnya burung yang di bawah." Tambah seorang pria bersurai merah.

"Makasih--eh, bukan! Kalian sedang apa di sini?"

Bokuto menunjuk kedua pria itu dengan sayapnya.

Flap! Sepasang sayap keluar dari punggung kedua pria itu.

"Berburu pemburu."

Akaashi mengerjap, kedua pria itu sangat tinggi.

"Tidak bisakah kalian menyerahkan diri saja?"

Jika bisa diajak berdamai maka tidak perlu ada pertumpahan darah.

"Ehehe?"

Pria bersurai merah terkekeh, menutup sebagian wajah dengan sayapnya.

"Dengar itu Wakatoshi-kun?"

Ushijima mengangguk, lalu bergerak maju.

"Kita hanya perlu menghabisinya."

Dalam satu kedipan mata, lutut Ushijima berada di depan wajah Akaashi.

DUAGH!!?

Akaashi tersentak kaget, menatap punggung raksasa yang menghalangi pandangannya.

Bokuto menahan tendangan Ushijima.

"Where's your fucking manner, kiddo?"

Bokuto mencengkram betis Ushijima dengan satu tangan.

"......." Ushijima menarik kakinya dan mundur.

Tes. Darah menetes dari bekas cengkraman Bokuto.

Jika Ushijima tidak cepat, mungkin kakinya sudah putus.

"Wow! Dia bisa menahan Wakatoshi-kun!" Seru Tendou takjub.

"Asal kalian tahu! Wakatoshi-kun adalah Elang terkuat di kelompok kami!"

Perempatan imajiner muncul di kening Akaashi.

"Oya? Kalian tidak tahu Bokuto-san adalah yang terkuat di dunia ini."

Tendou mengangkat alisnya.

"Apa maksudmu, bocah?"

"Hanya mengatakan sebuah fakta."

Mengenyampingkan mereka yang beragumen, dua pria yang digosipkan saling pandang.

"Uek, baunya menjijikan." Bokuto mengibaskan tangannya yang berlumur darah.

"Bukankah aroma tanah dari tubuhmu lebih menjijikan, pak tua?"

Perempatan imajiner berkedut di kening Bokuto, tak menyangka Ushijima akan meledeknya lagi.

"Serahkan para gagak, dan kami tidak akan mengganggu Asosiasi lagi."

!?

"W-wakatoshi-kun?" Tendou ikut terkejut dengan apa yang ia dengar.

"Para gagak? Mereka sendiri yang bermigrasi ke dalam asosiasi." Akaashi angkat suara.

"Sawamura-san mengajak gagak yang lainnya pergi untuk mendapat perlindungan, bahkan tetua mereka Ukai-san yang menyarankan untuk--ugh!"

Wajah Akaashi dicengkram, itu Tendou.

"Perlindungan? Para gagak pengecut hanya tidak ingin mengais sampah, mereka tidak ingin makan dari sisa kami--!!?"

Tluk. Sebuah pergelangan tangan terjatuh.

Tendou tersentak, itu miliknya.

Akaashi menatap dalam diam, mengibaskan belati kecil yang tadinya ia sembunyikan dari balik lengan bajunya.

"Jangan sentuh..." Akaashi bergidik, ia masih takut dengan sentuhan orang lain.

"Satori... Kurang ajar." Ushijima melesat menuju ke arah Akaashi, tapi...

BUAGH!!!

Bokuto segera menendang Ushijima menjauh, membuat pria besar itu terpental menabrak dinding.

BRAAAKK!!!

"Kemana kau? Lawanmu itu aku!" Bokuto membusungkan dadanya, menunjuk dirinya dengan ibu jari.

"Kkkhh..." Ushijima mencoba bangun, tendangan tadi cukup menyakitkan.

"Wakatoshi, tenanglah, tadi aku hanya lengah." Tendou mencoba meyakinkan, mengikat pergelangan tangannya untuk menahan darah yang menetes.

"Jangan mati."

Tendou tersenyum, ia mengangguk.

.
.
.

TRANG! Denting bilah pedang Akaashi beradu dengan taji dari kaki Tendou.

"Bocah kecil seperti mu lebih baik pulang saja!"

Crak! Akaashi menggenggam pedangnya dengan kuat, menahan tekanan yang mendorongnya.

"Otak burung."

"Hooo??" Perempatan imajiner muncul di kening Tendou.

Sayap kanan Tendou terangkat, perlahan bulu berwarna merah itu rontok.

Sebuah tangan manusia keluar dari helai bulunya.

"Kau lupa aku juga punya ini kan?"

Tendou memanjangkan kukunya dan bersiap untuk mencabik.

Akaashi meraih sesuatu dari balik lengan bajunya, menggenggam sebilah pisau kecil.

Dengan kecepatan tinggi, dan tatapan yang beradu keduanya saling menyerang.

.
.
.

Akaashi jatuh terduduk, nafasnya tersengal. Memegangi tangan kirinya yang terpelintir, pedangnya patah menjadi dua.

Wajahnya penuh luka lecet, bahkan sisi mulut Akaashi sobek.

Semua karena taji dan cakar Tendou.

Di sisi lain Tendou terkapar, perutnya terbelah. Darah merembes dari luka yang terbuka, bahkan kau bisa melihat organ dalam Tendou yang berjejer rapi menyembul keluar.

Luka dari serangan yang Akaashi lakukan.

"Kau tidak ingin membunuh ku?"

Akaashi menggeleng, ia mencoba berdiri dan mendekati Tendou.

Dengan satu tangan yang masih berfungsi, Akaashi mencari jarum dan benang medis yang selalu tersemat dalam pakaiannya.

Tendou terkekeh saat melihat Akaashi mencoba menutup lukanya.

"Orang aneh."

Pertarungan tidak dilanjutkan, mereka memilih untuk bertahan hidup.

Sementara itu, Bokuto dan Ushijima masih bertarung.

Ushijima kehilangan satu sayap, Bokuto merobek daging dan mematahkan tulangnya. Tubuhnya babak belur.

Sementara Bokuto, regenerasi yang cepat membuat luka tidak pernah ada di tubuhnya.

Tapi, Akaashi tahu Bokuto sudah mulai kelelahan karena regenerasi terus menerus.

Meski begitu, kemenangan sudah bisa dipastikan.

"Satori...!" Ushijima baru tersadar kalau Tendou sudah tak berdaya.

Termakan amarah, Ushijima mencoba menyerang Akaashi.

Akaashi tidak bisa bergerak banyak, ia memanggil Bokuto karena takut.

"Bokuto-san!"

Walau secepat apapun berlari.

"Akaashi!!!"

Tetap tak tergapai.

Iris zamrud itu melebar.

Crat. Percikan darah menyebar di udara.

Tangan Ushijima menembus tubuh Bokuto yang memunggunginya.

Tangan itu menggenggam sesuatu yang berdetak.

Deg. Deg. Deg. Itu jantung Bokuto.

"Keiji... Lari..."

Pcak! Jantung itu diremas.

Bokuto terdiam, tubuhnya terhuyung jatuh.

Akaashi melihat lubang di tubuh Bokuto, lalu tangan Ushijima yang menggenggam sebuah jantung.

"Bokuto-san..." Air mata Akaashi menggenang, jantungnya berdegup cepat.

Apakah Bokuto benar-benar...?

Akaashi menyeret tubuhnya, mencoba mendekati Bokuto.

Pria itu tidak bernafas.

"Uugh--" Akaashi mendekatkan bibirnya, mencium Bokuto.

"Bocah tengil." Ushijima menjambak kepala Akaashi, membuat tautan bibir itu terputus.

Akaashi hanya tersenyum, membuat lelehan darah mengalir dari sudut bibir.

Ushijima baru menyadari kalau Akaashi meminumkan darahnya pada Bokuto.

"Kau--"

Sebuah tangan mencengkram leher Ushijima, dan pemilik tangan itu menatapnya tajam dengan iris emas dan sklera hitam.

Itu Bokuto.

"JAUHKAN TANGANMU DARI KEIJI!!!"

Krak. Suara tulang patah, dan Ushijima jatuh tak sadarkan diri.

Bokuto terengah, lalu segera mendekati Akaashi yang bernafas pelan.

Mendekap tubuh Akaashi yang terhuyung.

"Hehe, kamu telat." Akaashi tersenyum simpul, menatap dada Bokuto yang perlahan-lahan mulai menutup.

"Keiji, jangan banyak bicara."

Bokuto menggeram, Akaashi begitu banyak kehilangan darah dan ia masih membagi darahnya pada Bokuto?

"Aku.. tidak apa Bokuto-san, aku bahagia jika di akhir masih bisa melihatmu."

Nafas Bokuto tercekat.

"Aku bahagia."

Memori lama Bokuto kembali berputar.

"Tidak, Keiji. Kamu akan bertahan hidup denganku."

Bokuto menggigit pergelangan tangannya, tepat di urat nadi.

"Kou... Jangan..."

Bokuto takkan peduli jika Akaashi akan membencinya setelah ini.

"Unmh~" Akaashi merasakan sesuatu memasuki mulutnya.

Bokuto meminumkan darahnya.

"Minum, Ji."

Akaashi mencoba memiringkan kepalanya, tapi Bokuto menahan.

Awalnya Akaashi menolak untuk meminum darah Bokuto, hingga Akaashi menyesap pergelangan tangan Bokuto dengan sendirinya.

"Keiji."

Mata Akaashi yang terpejam terbuka, menunjukkan iris zamrud dengan sklera hitam.

.
.
.

Setelah kejadian di malam itu, para Tengu yang tersisa diamankan dan dibawa ke dalam asosiasi.

Ushijima dan Tendou berhasil selamat meski luka yang mereka dapati cukup parah.

Bokuto benar-benar sembuh total, hanya saja ia tidak mau makan jika bukan Akaashi yang menyuruhnya.

Sedangkan Akaashi... Dia menjadi Vampir setelah meminum darah Bokuto.

Namun, karena ia merupakan vampir yang tidak murni--dari manusia.

Maka Akaashi tidak bisa bertahan dari sinar matahari seperti Bokuto, ia hanya bisa bergerak di malam hari.

Karena itu ketika di siang hari, Akaashi hanya di dalam apartment mereka--bersama Bokuto tentunya.

Mengingat Akaashi masih dalam masa pemulihan, ia tidak mendapat misi untuk beberapa minggu ke depan.

Duduk bersantai di atas kasur sambil menyesap rasa baru yang menjadi favoritnya.

Sluuurp~ Akaashi menyedot isi kantong darah dengan lahap.

Mengingat makanan pokok Vampir adalah darah, Akaashi menyantap makan siangnya dengan menu yang berbeda dari biasanya.

"Keiji~ aku lapar~"

Bokuto dalam mode burung hantu mendekat, menggoyangkan pantat semok sambil merengek.

"Fwaa~" Akaashi membuka mulutnya, di mana ada genangan darah di atas lidah.

Poff! Bokuto berubah, ia menyeringai dan meraih wajah Akaashi.

"Oho? Apa ini ajakan untuk suamimu?"

"Haa~" Akaashi menjulurkan lidahnya, terlihat erotis.

Bokuto menyambut lidah Akaashi, mencumbu bibir peach yang menggiurkan.

"Ngh~" Erangan Akaashi teredam, Bokuto meraih tengkuknya dan membuat ciuman mereka semakin dalam.

Ketika darahnya sudah habis, tautan bibir itu terputus.

Wajah Akaashi bersemu merah, iris zamrudnya dikelilingi sklera hitam.

"Keiji..." Akaashi mengangguk dan melepas kancing kemejanya satu persatu.

"Ahh~♡" Perpotongan leher Akaashi disesap, tubuhnya didorong untuk berbaring di atas sofa.

Grauk. Akaashi berjengit, lehernya digigit.

Bokuto menjilat darah yang menetes, memperhatikan luka Akaashi yang perlahan menutup tapi masih meninggalkan bekas gigitan. Regenerasi Akaashi masih lambat.

Bibir Bokuto bergerak turun, menyusuri kulit Akaashi dan meninggalkan bercak merah keunguan.

Tangan Bokuto tak tinggal diam, menarik training dan celana dalam Akaashi hingga lepas.

Kejantanan layu Akaashi terlihat.

"Kou... Jangan terlalu kasar." Mengingat Akaashi masih dalam masa pemulihan.

Bokuto mengecup kening Akaashi singkat, mengusap helai raven, dan tersenyum.

"Kalau sakit bilang ya?" Akaashi mengangguk mengiyakan.

.
.
.

"Kita-san, apa tidak apa jika Keiji-kun menjadi Vampir?" Atsumu menatap catatan medis di tangannya.

"Tidak apa, memangnya kenapa?"

Osamu dengan wajah pucat menunjuk sesuatu pada lembar yang dibaca Atsumu.

"Apa Vampir bisa mengubah organ tubuhnya?"

Kita terdiam, menutup mulutnya sendiri.

Si kembar tidak bertanya lagi, mereka sudah tahu jawabannya.

.
.
.

"Keiji."

Bokuto mengusap wajah Akaashi yang berlinang air mata.

Wajah Akaashi bersemu, basah oleh keringat dan air mata.

Iris zamrud dengan sklera hitam, gigi taring mencuat dari sela bibir peach yang bengkak.

Dada Akaashi naik turun, dengan pucuk dada yang menegang dan bengkak habis dihisap.

Sekujur tubuh Akaashi juga dipenuhi bercak merah keunguan dan bekas gigitan. Terutama di leher, dada, dan paha dalam.

Kedua kaki Akaashi mengangkang, dengan kejantanan yang terus meneteskan sperma, dan hole kecil yang berair tengah dicumbu pucuk penis Bokuto.

Bokuto menggesekkan penisnya berulang kali, membuat pucuk penisnya keluar masuk menggoda Akaashi.

"Kou~♡ put it in please♡" Rengek Akaashi, dengan gelisah meremas sarung bantal dan selimut hingga kusut.

Melihat Akaashi yang memohon ingin dimasuki tentu membuat Bokuto kesulitan untuk menahan diri, ia mencoba sabar dan membuat Akaashi merasa nyaman.

"Aaah~♡" Kepala Akaashi mendongak ke belakang, Bokuto mendorong dirinya masuk.

Perlahan Bokuto memasuki Akaashi, mengisi setiap inci dari sang kekasih.

Saat Bokuto ingin menarik dirinya..

"D-don't move yet, you're too big--"

Bokuto tidak tahan saat Akaashi bicara kotor, penis Bokuto berdenyut karena komentar nakal Akaashi.

Tubuh Akaashi juga tersentak seakan seperti respon atau merasakan Bokuto di dalamnya.

Bokuto mengusap keringat dari wajah Akaashi, ekspresi yang menggiurkan.

Bokuto mendekatkan wajahnya di antara ceruk leher Akaashi.

"Feels good baby?" Bisik Bokuto seduktif dan menggigit kuping Akaashi, membuat empunya semakin mengerang.

"AahMmh♡ Ah♡"

Akaashi mengerang lirih, mendekap punggung Bokuto, menancapkan kukunya dengan kuat.

Bokuto menggerakkan pinggulnya, menekan prostat Akaashi dengan lembut.

Bokuto cukup menikmati view yang terlihat, Akaashi menutup mata dengan bibir terbuka yang mengeluarkan erangan.

Ditambah tangan Akaashi yang terkadang meremas sprei, atau meremas kepala ranjang, hingga menenggelamkan kukunya pada kulit Bokuto.

Bokuto juga menyukai saat Akaashi menjambak rambutnya sambil mendesah, serta jepitan nakal yang meremas penis Bokuto.

Apapun yang Akaashi lakukan saat di atas ranjang terlihat sangat cantik bagi Bokuto.

Meski saat ini Bokuto sangat gatal untuk menghajar bokong Akaashi dengan penisnya, ia ingin memanjakan Akaashi terlebih dahulu.

Perlakuan lembut dan lambat ini cukup membuat Akaashi mengerang nikmat.

"Mmh~♡" Nafas Akaashi memburu, semakin memeluk erat Bokuto.

"Babe, do you wanna cum?"

Akaashi tidak menjawab dengan bicara, ia memberikan gestur tubuh. Menggiliat nikmat dan ikut menggerakkan pinggulnya.

Bokuto menegakkan punggungnya, membuat Akaashi melepaskan dekapannya.

Sebagai gantinya Akaashi meremas sprei, mengerjap bingung kenapa Bokuto menjauhkan wajahnya.

"W-wait! Don't--!!" Akaashi tersentak kaget, Bokuto mengocok penisnya yang menegak sensitif.

Akaashi berjengit seakan disetrum, tubuhnya bergetar selama menyemburkan hasratnya dan mengotori tangan Bokuto.

Tanpa Akaashi sadari ia mengetat, meremas penis Bokuto dengan sensual.

Setelah mencapai puncak hasratnya, Akaashi mengatur nafasnya dengan pelan. Menatap Bokuto yang tak berkedip melihatnya.

"Kou~♡" Akaashi merentangkan kedua tangannya, ingin dipeluk.

Bokuto menurut dan mendekap Akaashi, mencium kening dan pipi Akaashi sayang.

"Kou, i want you... deep inside me." Bisik Akaashi seduktif.

Bokuto menenggelamkan wajahnya diceruk leher Akaashi, menyesap aroma manis yang memabukkan.

Erangan Akaashi mengudara, Bokuto menggerakkan pinggulnya dan mengocok bagian dalam Akaashi.

Bokuto menggerakkan pinggulnya dengan penuh tenaga, tapi masih berusaha untuk mengontrol dirinya, takut jika Akaashi malah akan kesakitan.

Akaashi meremas helai kelabu Bokuto, terisak.

"Kou--ahh♡ D-don't hold it--aah"

Bokuto menjauhkan wajahnya, menatap Akaashi yang terengah sambil terus menggerakkan pinggul.

"No, Keiji, imma break you if i--"

Chu❤️ Ciuman di bibir, Akaashi tersenyum.

Batas kesabaran Bokuto pecah, ia lepas kontrol.

Krak. Bokuto meremas kepala ranjang hingga remuk.

Menyentakkan penisnya dan menekan bagian dalam Akaashi.

"AAAAAAaaaaaAAhhh~❤️❤️"

Malam itu menjadi desahan paling keras yang Akaashi keluarkan, tapi bukan karena kesakitan.

Ia menikmati perlakuan Bokuto pada tubuhnya.

"Keiji." Panggil Bokuto yang juga merasa nikmat, dan berlanjut menjadi "Keiji. Keiji. Keiji. Keiji." Setiap kali Bokuto bergerak, seperti merapalkan mantra.

Bokuto menjilat bibirnya, merasakan setiap inci dirinya diremas dalam daging lunak yang panas dan becek.

Akaashi terus mengerang, sesekali tercekat karena kehabisan suara.

Beberapa hentakan kuat, Bokuto menekan prostat Akaashi, hampir memasuki kolon.

Menyemburkan hasratnya di dalam, membuat Akaashi juga bergetar karena mencapai puncak hasrat untuk yang kedua kali.

Setelah mengeluarkan hasratnya, Bokuto menggerakkan pinggulnya lagi. Mendorong spermanya semakin ke dalam dengan setiap tusukan yang ia lakukan.

"Keiji..." Bokuto menunduk dan mengecup bibir Akaashi yang terbuka, meraup oksigen dengan rakus.

Melihat Akaashi yang begitu seksi, berseri-seri dengan rona merah sehabis melakukan seks.

Bokuto mengecup kening Akaashi dengan sayang.

"Are you okay?"

Akaashi menggeleng, air matanya kembali merembes.

"T-tidak juga."

Bokuto mengernyit, ia membuat Akaashi mengerang dan cum dua kali. Apa yang salah?

"Kamu tidak sadar tadi aku pingsan, dan kamu tahu? Bangun-bangun mendapati dirimu masih menyetubuhiku itu..." Akaashi menutup wajahnya yang terasa terbakar.

Bokuto tak kalah memerah.

"Maafkan aku Ji, aku terbawa suasana." Bokuto mencoba menjauhkan tangan Akaashi, menatap wajah merah si cantik.

"Lagi pula... Kamu pikir aku tidak tahu kamu memodifikasi tubuhmu?"

Akaashi berjengit saat perutnya dielus.

"A-apa?" Akaashi ikut kebingungan.

Eh? Bokuto mengerjap.

"Kamu tidak?"

"Aku apa?"

Bokuto menganga, meraba perut Akaashi sekali lagi.

"Kou?" Heran Akaashi.

Satu hal yang Bokuto simpulkan bahwa Akaashi tidak sadar semenjak menjadi Vampir, Akaashi mengubah organ reproduksinya.

Entah karena berpikir untuk memiliki anak atau yang lain, Akaashi yang sekarang bisa mengandung, dan itu membuat Bokuto begitu bersemangat untuk mengeluarkan spermanya di dalam.

"Keiji, one more?"

"Eh? But--aaah❤️" Kalimat protes Akaashi terpotong, Bokuto yang masih mengeras menggerakkan dirinya lagi.

Mengocok Akaashi dengan penisnya.

.
.
.

Di antara pepohonan yang menjulang tinggi, ada sebuah batu nisan yang dipenuhi lumut.

Bokuto berjalan sambil membawa karangan bunga, meletakkan bunga itu dan sebotol minuman.

"Ini... akan menjadi yang terakhir kali, terimakasih."

Bokuto mengusap batu nisan itu, lalu beranjak pergi.

Berdamai dengan masa lalu itu sulit,
namun tidak ada yang salah dengan membuka lembaran baru.

Karena Akaashi akan selalu berada di sisi Bokuto.

*****

Author Note :

Sebenarnya aku masih ga puas, tapi kalau kepanjangan aku yang rempong wkkk takutnya lama up.

Adegan ranjang terinspirasi Edward dan Bella, aku suka waktu Edward mau penetrasi ngecengkram kepala ranjang sampe remuk 🤣 so sexy

25 September 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro