Once Upon a Time at The Sea
Merman Akaashi terdampar dan ditemukan oleh pangeran Bokuto. Setelah itu cerita dongeng mun di mulai...
Ku rasa begitu.
.
.
.
WARNING!!! Kinda hardcore, bondage, and include sex toy stuff.
Mungkin sedikit menjijikkan, dan jika kalian menyukainya silahkan tinggalkan komentar. Jika tidak suka... Kenapa kalian tetap membaca ini? (ㆁωㆁ)
******
Dalam negeri dongeng, terkadang tidak semuanya berakhir manis.
.
.
.
"Cuaca tadi malam cukup mengerikan ya?" Celetuk seorang pemuda.
"Iya Tuan, tadi malam merupakan badai besar." Sahut seorang pria yang mengekorinya.
Mereka berdua tengah berjalan di pinggiran kota, lebih tepatnya di bibir pantai.
"Siapkan kapalnya seperti biasa."
"Baik Tuan." Pria itu memberi hormat dan segera pergi untuk menyiapkan keinginan orang itu.
"Ck, dasar Kuroo. Padahal aku memintanya memanggil ku dengan nama saat di luar." Decaknya sambil menatap bawahannya menjauh.
Yup, dia hanyalah pemuda biasa saat ini.
Seorang lelaki dengan surai kelabu yang di sisir seadanya, terkesan sederhana dengan senyum genit yang terpantri ketika para gadis desa terlihat.
Meski sikap dan penampilannya urakan, dia merupakan penerus tahta di kerajaan ini.
Seorang pangeran yang masih muda.
Namun layaknya cerita para orang besar yang lelah dengan rutinitas kerajaan, mereka mencari hiburan di luar dinding istana.
Pangeran suka berlayar, bepergian ke penjuru dunia dan mencoba berbagai macam makanan yang ada.
Meski terlihat suka menggoda para gadis, ia tidak tertarik untuk menabur benih. Takutnya ada yang ngaku-ngaku hanya untuk pakaian mahal dan emas berlian.
Dalam artian, meskia ia suka bermain-main... ia masih menahan diri.
Tap. Tap. Tap. Perlahan langkah kakinya menuruni anak tangga dari batu menuju pelabuhan.
"Kemana hari ini ku kan berlayar~"
Senandungnya sambil menyusuri jalanan kayu.
"Aku hanya mengikuti kemana arah angin berhembus~"
Tap! Ia melompat ke arah batuan karang, berjalan gontai di atas batuan licin. Tak memperdulikan lumut-lumut di bawah kaki yang bisa saja membuat ia jatuh tergelincir.
"Untuk mencari kepiting~"
Dan benar saja, ia berjongkok di antara batuan karang untuk... mencari kepiting.
"Hmm?" Iris emas itu mengerjap, sesuatu yang berwarna biru dan mengkilap dengan cantik menyembul di antara batu karang.
Dari jauh, benda itu terlihat seperti sirip ikan.
Namun... cukup besar, bahkan di lihat dari kejauhan. Benda itu terlihat cantik.
"Oh? Apa ada ikan yang terdampar karena badai?"
Pangeran segera beranjak dari tempatnya dan segera bergegas menuju sosok ikan yang ia yakini.
"Ini akan menjadi bahan makam malam--"
Ucapan pangeran terpotong begitu ia melihat apa yang sebenarnya terdampar.
Seorang lelaki cantik dengan kaki ikan.
Rambutnya hitam ikal dan panjang, bulu matanya lentik menutup iris yang misterius. Hidung bangir dengan bibir huruf M yang merah muda.
Leher jenjang dengan tulang selangka yang tercetak jelas, pucuk dada yang tenggelam seperti sepasang bibir. Di sisi torso terdapat masing-masing 3 garis yang menandakan tempat di mana insangnya berada.
V-line di bawah pusar hingga ujung kaki berwarna gradasi biru dengan sisik yang terkesan halus dan mengkilap. Sirip panjang yang transparan membuatnya semakin terlihat sangat cantik.
Makhluk indah itu terkapar di atas batu karang dengan tubuh terjerat di antara rumput laut, jatuh tak sadarkan diri.
Pangeran menjilat bibirnya, ia mendapatkan ikan cantik hari ini.
"Ini akan menjadi makan malam ku."
.
.
.
"Jika kamu terlalu dekat dengan permukaan, kamu bisa tersapu ombak." Ucap seorang wanita sambil menyisir rambut anaknya.
"Permukaan? Apa itu?" Tanya sang anak.
Sejenak ibunya terdiam, senyum yang terpantri bergetar.
"Tempat di mana Neraka berada."
Anak itu menyernyit, Neraka? Apa itu sejenis daerah tempat tinggal ikan beracun?
"Permukaan adalah tempat di mana kita akan menemui ajal kita, tempat di mana makhluk mengerikan bernama manusia berada di daratan."
"Daratan..." Anak itu mengerjap, cukup sering ia mendengar kata itu.
Mendengar cerita yang lain mengenai tanaman bernama pohon dan berbagai makhluk yang tinggal di atas tanah.
Sensasi dingin dan hangat yang memiliki berbagai aroma selain aroma lumut dan air laut mengisi tubuh ketika menarik nafas.
Aroma manis bunga, ia selalu penasaran dengan itu. Bahkan rasa manis yang dimaksud membuat ia selalu berandai-andai.
Apakah rasanya mirip dengan perut ikan? Apakah ia memiliki rasa amis?
"Jika aku dewasa... apa kah aku boleh--"
"KEIJI! JANGAN PERNAH MENINGGALKAN LAUTAN SEUMUR HIDUPMU! KAU AKAN MENYESALINYA!!!"
Anak itu kembali diam, menunduk di kala sang ibu berdiri dengan murka.
"Manusia itu makhluk bejad, mereka akan memperbudak makhluk lemah untuk memperkaya diri! Jangan sekali-kali kamu berpikir untuk pergi!"
Namun, jauh di dalam hati. Anak itu masih memiliki keinginan untuk melihat permukaan.
Dan siapa yang tahu jika takdir menyetujui keinginannya?
Ketika badai menerpa lautan, mengaduk air laut hingga setinggi langit. Dia yang sudah dewasa dengan polos menerjang air yang menggulung di atasnya.
Membuat ia kehilangan kesadaran, dan kini terbangun di dalam sebuah dinding kaca.
Di saksikan oleh seorang pemuda.
.
.
.
"Oh? Kamu akhirnya bangun!" Seru pemuda itu sambil beranjak dari kursinya, mendekati aquarium di mana seorang Merman muda berada.
Satu hal yang diluar dugaan, Merman itu mengerti apa yang ia dengar.
"Aku... di mana?" Rasa takut mulai merayap di dada, detak jantungnya berpacu dengan gugup.
Manik zamrud itu mengedar, semuanya terlihat asing. Bangunan yang aneh, penuh warna, dan banyak benda-benda yang melambai diterpa sesuatu yang terasa dingin.
Apa lagi ia berada di dalam kotak transparan aneh yang cukup besar.
"Ughh--" Merman itu mengaduh, baru menyadari tubuhnya dipenuhi luka lecet.
"Kamu tidak apa? Maaf, aku tidak tahu bagaimana mengobatimu. Jadi aku memasukkanmu saja ke dalam air."
Apa orang ini yang menyelamatkannya? Jika begitu... apakah ibunya salah? Tempat ini tidak seseram yang ibunya katakan.
"Umm... Apa kamu punya nama? Namaku Koutarou, Bokuto Koutarou." Iris emas itu menatap dengan teduh, tiada keinginan jahat dari sorot matanya.
Di sini... Merman itu semakin lengah, ia terperdaya dengan manusia.
"Keiji... Akaashi Keiji..."
Manusia bernama Bokuto itu tersenyum, ia menempelkan telapak tangannya pada dinding aquarium.
"Salam kenal, Keiji."
Akaashi mengernyit, apa ini cara makhluk bernama manusia berkenalan? Entahlah, ia tidak tahu.
Dengan ragu tangan dengan jari berselaput itu terangkat, menempel di dinding aquarium, tepat di depan tangan Bokuto.
Aneh... tapi entah kenapa perasaan gugup yang menyerang sirna.
Bokuto mengambil kursi dan berdiri di atasnya, melongok pada aquarium Akaashi.
"Kamu tidak ingin keluar? Bagaimana ekormu?"
Akaashi melirik ekornya yang penuh goresan, meski menyakitkan, ia masih bisa bergerak.
Tapi udara manusia... apakah ia bisa bernafas dengan itu?
Cpyuk. Akaashi bergerak ke atas, menyembul di atas permukaan air.
Sesaat iris zamrud dengan selaput tambahan itu mengerjap, udara yang hangat menerpa wajahnya dengan lembut.
Udara yang terkesan ringan tanpa adanya air asin, aroma wangi yang tidak pernah ia temukan di kedalaman lautan membelai hidung.
Serta aroma maskulin yang aneh, menggoda namun menenangkan yang berasal dari pria muda di depannya.
Semuanya memberikan pengalaman baru untuk Akaashi.
"Apa... ini yang namanya udara?"
Bokuto mengernyit, sedikit kebingungan dengan maksud Akaashi.
"Baumu... enak." Lirih Akaashi sambil mendekat, tepat di depan wajah Bokuto.
Psssh~ Rona merah menjalar hingga ke kuping, Bokuto jadi salah tingkah karena sikap Akaashi yang di luar dugaan.
Demi mempertahankan harga diri, ia berdehem dan mencoba bersikap tenang.
"B-baiklah, apa kamu lapar? Apa yang biasanya kamu makan? Atau... bagaimana aku mengobati lukamu?"
Akaashi sekali lagi mengerjap, kali ini dengan pelupuk matanya. Entah kenapa selaput miliknya terasa kering dan tidak mau keluar. Apa karena ia belum terbiasa dengan udara manusia?
"Keiji?"
"Ah.. umm, maaf..." Akaashi terhenyak, ia tenggelam dengan pikirannya lagi.
Bokuto tersenyum, ia menyentuh pipi mungil yang basah dan terasa dingin. Akaashi... sama sekali tidak merasa terganggu dengan sentuhan itu.
"Shhh, tidak apa, kamu mau istirahat? Umm... apa kamu akan tidur di dalam air?"
Akaashi mengakui tubuhnya memang sedikit merasa lelah, mungkin karena ia belum makan dan juga mengalami cedera.
"Aku akan tidur di dalam air saja." Meski di dalam kotak kaca ini kosong tanpa ada batu karang, Akaashi rasa ini sudah cukup karena tempatnya luas.
Bokuto memanyunkan bibirnya, merasa ada yang kurang.
"Ah!!" Mendapatkan sebuah ide, ia segera berlari menuju kasurnya. Mengambil beberapa buah bantal dan menceburkannya ke dalam air.
"Pakai ini, mereka cukup empuk."
Akaashi meraih bantal-bantal yang tenggelam, rasanya empuk dan benda itu menyerap air dengan cepat.
Baunya juga seperti Bokuto.
"Eh? Apa kamu tidak menyukainya?" Bokuto melihat bantal-bantal basah itu terlihat tidak nyaman untuk dipakai---sebenarnya ia tidak menduga bantal itu akan basah kena air.
Akaashi mendekap bantal itu dan tersenyum, "Aku menyukainya… Kou."
Rasanya seperti ada anak panah yang menusuk jantung Bokuto, Akaashi terlihat begitu menggemaskan.
"Apa lagi yang kamu inginkan?"
Akaashi terdiam, apakah boleh ia meminta? Ia menggigit bibirnya dengan kalut, mengalihkan pandangan dari iris emas yang menatapnya.
"Keiji? Kenapa?"
"T-tidak, ini saja sudah cukup..." Akaashi takut jika manusia pertama yang ia temui akan membencinya karena bersikap kurang ajar.
Beruntungnya Bokuto cukup peka dengan kebimbangan Akaashi, "Aku hanya ingin membantumu, Ji."
Meski ragu, Akaashi balas menatap sorot mata yang tertuju padanya. Jika ia meminta bantuan... maka ia akan membalas budi.
Pasti.
"Jika kamu tidak keberatan, aku ingin ikan yang lunak dan kenyal, serta umm... sesuatu yang berwarna hijau di dalam laut dan suka bergerak mengikuti arus laut."
Bokuto memang meminta Akaashi untuk mengatakan keinginannya, tapi mendengar ini...
"K-kalau tidak bisa tidak apa--"
"Tidak! Aku pasti akan mendapatkannya untukmu! Apa mereka bisa menyembuhkan lukamu?"
Akaashi mengangguk, "Lukaku akan sembuh dengan makan."
Bokuto mengerjap, "Dengan makan? Serius?"
Akaashi mengangguk lagi.
"Hm..." Bokuto merogoh kantong kemejanya, di mana ada sekantong buah berry yang selalu ia bawa kemana pun ia pergi.
"Mau coba ini? Mungkin kamu tidak pernah menemukan mereka di lautan."
Akaashi menatap berry berwarna merah dan ungu itu dengan penuh rasa curiga, terlihat dari alisnya yang berkerut tajam.
"Lihat ini." Bokuto mencomot salah satunya dan memakan itu di depan Akaashi. "Aman ko, aku takkan menipumu."
Takkan menipu. Akaashi sedikit merasa bersalah karena menaruh rasa curiga pada Bokuto.
Akaashi bergerak menuju permukaan, berhadapan dengan tangan Bokuto yang mengulurkan sekantong berry.
Bentuknya aneh dan beragam, warnanya unik dan terlihat padat. Buah itu juga memiliki aroma yang tidak pernah Akaashi cium.
Salah satu tangan Akaashi terangkat, ia mencomot buah berry itu dan... Hap.
Bokuto dengan gugup menyaksikan perubahan ekspresi Akaashi, dari mengernyit menjadi tersenyum cerah.
"Kamu suka?"
"Apa ini yang namanya rasa manis? Tapi kenapa ada sensasi menusuk?" Bibir huruf M itu mengerucut dengan kecut.
Sepertinya Akaashi menyukainya, sedikit. "Manis dan asam, kamu suka?"
Akaashi mengangguk dengan malu-malu, "Ini telur ikan apa?"
"Telur? Ini namanya buah, dan tentunya hanya ada di daratan." Bokuto menyodorkan kantong itu pada Akaashi.
"Makanlah lagi selama menunggu aku kembali, oke?"
"Umm, terimakasih..." Akaashi mengibaskan ekornya dengan senang, menyantap buah berry sekali lagi.
Sepeninggal Bokuto, Akaashi memperhatikan seisi kamar sambil berguling-guling di atas bantal yang tenggelam di dasar aquarium.
Di sisi ruangan yang mengarah ke luar, di balik dinding kaca yang begitu besar. Akaashi bisa melihat langit biru yang ditutupi oleh sesuatu yang berwarna hijau.
Menurut Akaashi, ia cukup beruntung bertemu manusia yang berbeda dengan cerita ibunya dulu.
Dalam benaknya ia bertanya-tanya, apakah manusia lainnya juga seperti Bokuto?
Sementara itu Bokuto... ia berlari menyusuri lorong dengan cepat, wajahnya berseri-seri penuh kebahagiaan.
"Kuroo! Temani aku pergi ke pasar!" Seru Bokuto pada seorang pria yang baru saja muncul dari sisi lorong yang berbeda.
"Eh?" Kuroo menyernyit, ia baru saja kembali dari tempat itu, dan sekarang Tuannya meminta ia kembali ke sana?
Setelah menghilang di pelabuhan dan tahu-tahu berada di Istana, Tuan mudanya ini meminta hal-hal aneh seperti akuarium raksasa untuk diletakkan di kamar dengan air laut.
Meski beberapa saat yang lalu ia merasa cukup aneh melihat Tuannya bersikap mencurigakan dengan bersikeras melarang dirinya memasuki kamar mandi pribadi si Pangeran---ia sendiri juga tidak memiliki kepentingan untuk pergi ke sana.
Sekaranga apa lagi yang Tuannya inginkan? Memborong seluruh ikan untuk dimasukkan ke dalam aquarium?
"Temani aku kepasar untuk membeli ikan yang kenyal!!!"
Kuroo menyesal menebak apa yang Tuannya pikirkan.
.
.
.
"Apa kamu punya ikan kenyal dan err... sesuatu yang hijau melambai di dalam laut?"
Penjual ikan mengernyit, menatap Kuroo dengan alis menukik tajam.
"Kamu mau landak laut? Gratis ko." Celetuk seseorang sambil menunjuk si penjual ikan.
"Heh?! Mau gelud Kussokawa??" Sungutnya kesal.
"Eeeish, jangan bertengkar--" Belum selesai Kuroo bicara, si Pangeran entah dari mana muncul.
"Oy, Kuroo! Bagaimana?"
"Ah..." Ketiga pria itu terdiam.
Kembali ke pembicaraan awal.
"Tuan, maksudmu dengan ikan kenyal itu ikan segar atau bagaimana?" Tanya Iwaizumi.
Bokuto--dalam mode penyamaran, pakaian sederhana, rambut sedikit berantakan, dan kumis tebal yang tanpa ia sadari miring--memanyunkan bibirnya heran.
"Apapun yang kenyal, tolong bungkus."
Iwaizumi meneguk ludah, apa ia harus gulung tikar setelah ini?
"B-baiklah, Kuss--maksudku, Oikawa! Kumpulkan semua rumput laut yang kita punya!"
"Eh? Rumput laut?" Tanya Kuroo.
"Bergoyang mengikuti ombak bukan? Aku yakin ini rumput laut." Jelas Iwaizumi--sambil melirik Bokuto yang tengah berpikir.
"Ya! Kurasa juga itu!"
Eh? Jadi dia sendiri tidak tahu?
Iwaizumi meneguk ludah gugup, jika hari ini adalah akhir maka ia dengan rela takkan melawan.
Dan sebagai tukang ikan paling terkenal di kerajaan, ia mendedikasikan apa yang ia miliki demi pesanan besar nun istimewa.
Dalam seperkian menit, belanjaan Bokuto memenuhi satu gerobak penuh.
"Apa anda ingin kami antarkan Pang--maksudku Tuan Saudagar?" Oikawa hampir salah ucap.
"Tidak perlu! Aku akan membawanya sendiri! Terimakasih ya!" Bokuto dengan cengirannya menarik gerobak itu pergi.
"Ahh! Tuan, biarkan aku yang menariknya!" Kuroo mengejar Bokuto.
Iwaizumi dan Oikawa menatap kepergian Bokuto, serta gepokan kantong berisi koin emas dalam genggaman mereka.
"Kita... tidak akan dipenggal kan?" Oikawa pucat pasi.
"Entahlah..." Timpal Iwaizumi.
Sebenarnya tanpa Bokuto sadari, seluruh warga di kerajaan tahu mengenai si Pangeran yang suka membaur dalam masyarakat.
Memangnya siapa yang tidak akan mengenali suara khasnya? Namun demi keselamatan kepala mereka sendiri, para warga selalu berpura-pura tidak kenal dengan si Pangeran.
"Ummm, Bokuto-sama... haruskah anda membawa gerobak ini ke kamar anda?"
"YA! DAN JANGAN IKUTI AKU!"
Meski dibilang begitu, Kuroo masih mengekori Bokuto.
Yang tengah sekuat tenaga menarik gerobak itu menaiki anak tangga ke lantai 3, seperempat anak tangga pun Bokuto belum lewat.
.
.
.
Matahari yang tadinya tinggi kini perlahan turun, membuat ruangan tempat Akaashi berada mulai gelap.
Rasa khawatir kembali menghantui, apakah Bokuto baik-baik saja?
KRIEEEET!!! Derit pintu kamar membuat Akaashi tersentak, ia segera bersembunyi di bawah bantal-bantal di dalam air.
Memperhatikan seorang pria yang tengah bersusah payah mendorong kotak-kotak kayu ke dalam kamar.
"Bokut--" BRAAAK!!! Pintu kayu menutup dengan dentuman keras, menghalangi seorang lagi yang tadinya mengekor di belakang.
Akaashi hanya diam, memperhatikan siluet yang terlihat samar-samar mirip dengan orang yang ia kenali.
"Kou?"
"Kei...ji??"
Akaashi segera berenang ke atas permukaan aquarium, itu Bokuto. Hanya saja ekspresinya kelihatan lelah dan pucat.
Sudah ia duga, seharusnya ia tidak perlu merepotkan Bokuto lebih dari ini.
"Kamu tidak apa?"
Bokuto yang tengah tersengal itu meraba dinding kamar, dan... KLAP. Membuat seisi kamar yang tadinya gelap menjadi terang.
Akaashi mendesis ketika cahaya lampu menusuk matanya yang tadi telah beradaptasi dalam gelap.
"Keiji, maaf? Apa itu sakit?"
Akaashi menggeleng, ia hanya terkejut dengan cahaya yang menyinari.
Iris zamrud itu melihat ke arah luar yang gelap, lalu ruangan yang terang.
"Kou, apa kamu menangkap matahari?"
"Eh? Tidak, ini namanya lampu."
"Lampu?"
Akaashi mengerjap takjub, jika benda ini ada di dalam laut yang gelap gulita pasti akan sangat berguna.
"Yosh, saatnya kamu makan." Bokuto membawa sebuah kotak dan membukanya, di dalamnya terdapat begitu banyak cumi dan gurita.
Bokuto terdiam, makhluk-makhluk yang menggeliat dalam kotak ini terlihat menjijikan sebelum dimasak.
"Keiji, apa kamu akan memakan mereka mentah-mentah?"
"Mentah? Apa itu?"
Bokuto terdiam, Akaashi benar-benar tidak tahu mengenai dunia manusia. Mungkin ia bisa mengajarinya sedikit, ya, Bokuto rasa itu ide yang bagus.
"Tidak apa, ini yang kamu minta kan? Ikan kenyal?"
Akaashi mengangguk, air liurnya menetes. Ia mengambil salah satu cumi dan memakannya dalam sekali teguk.
Bulu roma Bokuto meremang saat melihat kaki cumi yang keluar bergerak-gerak sebelum hilang ke dalam mulut Akaashi.
"Aku tidak tahu kalian menyebutnya apa, jadi aku hanya menyebutkan spesifikasinya... syukurlah kamu mengerti maksudku."
Senyum manis itu... membuat Bokuto terenyuh. "Ayo makan lagi, ada banyak untukmu."
Bokuto membuka kotak selanjutnya dan berisi rumput laut.
"Umm'hum~" Akaashi mengangguk, ia mengunyah dengan lahap.
Hingga...
"Eh? Keiji?" Bokuto tersentak, Akaashi tiba-tiba menangis.
Dan anehnya ia menangkup tangannya di bawah wajahnya sendiri, seakan tengah menangkap bulir air mata yang jatuh.
"Keiji??" Heran Bokuto, dan ia kembali dibuat terkejut ketika Akaashi menyodorkan tangannya.
Di mana dalam genggamannya terdapat kristal cantik yang berasal dari air mata Akaashi yang telah mengeras.
Meski pengetahuan akan dunia manusia sangat minim, Akaashi cukup tahu mengenai manusia yang memperjual belikan air mata para Mermaid.
Karena itu... Akaashi tidak masalah memberikan air matanya untuk Bokuto.
"Ini mungkin tidak seberapa, tapi air mata Merman memiliki nilai jual yang tinggi di dunia manusia kan?"
Hati Bokuto mencelos, nilai... jual?
Akaashi hanya tersenyum, seakan apa yang baru saja ia lakukan terdengar sederhana.
Namun, melihat Bokuto diam saja tentu membuat Akaashi kebingungan.
Apa kristal dari air matanya tidak begitu bagus?
"Kou--"
"Aku tidak butuh."
"Eh??" Akaashi terkesiap, Bokuto tidak mau menerimanya? Tapi... ini sebagai bentuk balas budi karena telah menolongnya.
Kenapa ditolak?
Di sini Akaashi tersadar, mungkin Bokuto tidak sebaik yang ia kira. Bulir air mata dalam genggamannya tidak cukup, Bokuto mungkin ingin lebih.
"Manusia akan memperbudak yang lemah dan memperkaya dirinya sendiri."
Akaashi tersenyum kecut, sepertinya ibunya benar--
Cpyuk. Sebuah tangan meraih punggung Akaasht, menariknya agar mendekat ketepian aquarium
Membuat Akaashi begitu dekat dengan Bokuto.
Tangan besar yang kasar itu juga mengusap sisi wajah Akaashi yang dingin, ibu jarinya mengusap bulir air mata yang perlahan jatuh menjadi kristal bening.
"Aku lebih suka melihatmu tersenyum dibandingkan menangis."
Akaashi tertegun, wajahnya memanas dan degup jantungnya menjadi lebih cepat.
"Kamu cantik." Dibuat salah tingkah dengan pujian.
"A-aku laki-laki."
"Laki-laki yang cantik."
Akaashi mengerucutkan bibirnya, Bokuto terlalu keras kepala--namun entah kenapa ia suka.
Bisa dikatakan, ini lah awal mula romansa di antara keduanya muncul.
.
.
.
Ketika romansa ditambah bumbu genit, apa yang akan terjadi?
.
.
.
Keesokan harinya, Bokuto membawa Akaashi ke dalam kamar mandinya karena air di dalam aquarium terlihat kotor. Meski ditanya kenapa dalam semalam bisa kotor, Akaashi hanya diam dengan wajah merah merona.
Bahkan ketika Bokuto menyentuhnya, Akaashi mencoba berontak karena takut Bokuto mencium aroma tubuhnya--yang sebenarnya Bokuto cium hanya aroma laut, tidak ada yang lain.
"Keiji... kamu bisa pipis?"
Bokuto bertanya-tanya apakah Akaashi bisa buang air, dan Akaashi mau tidak mau menjelaskan anatomi tubuhnya.
"Umm, sebenarnya di sekitar sini..."
Akaashi dengan wajah bersemu, meraba tubuhnya sendiri di bagian bawah V-line. Di mana di bagian itu perlahan terbuka seperti sepasang bibir vagina yang basah.
"I-ini, dari sini kotoranku... keluar."
Bokuto terus memperhatikan, hingga ia sadar ada sesuatu berwarna merah muda yang menonjol di atas lubang kecil Akaashi.
"Apa ini? Klitoris?" Bokuto mencoba menyentuh benda itu, dan Akaashi bergetar seakan disetrum.
"B-Bukan, itu--" Terlambat, tubuh Akaashi lebih dulu bertindak.
Di mana klitoris yang Bokuto sentuh tadi perlahan membesar hingga mencapai 12 cm dengan diameter 3 cm.
Dari pangkal cukup lebar dan semakin ke atas mengecil, pucuknya meruncing dan berukuran 2 kali lebih kecil dari bagian pangkalnya.
Saking kecil dan rapatnya lubang di bagian pucuk, seperti titik kecil yang perlahan mengeluarkan cairan bening.
Teksturnya licin dan terkesan lunak, begitu basah. Namun jika disentuh benda itu mengeras layaknya milik manusia lelaki.
"Oh! Ini penismu!" Celetuk Bokuto senang karena berhasil menebak.
Akaashi hanya mengangguk tanda mengiyakan, merasa malu karena miliknya terekspos.
Namun rona merah masih semakin pekat ketika Bokuto menggenggam penisnya.
"E-eh??" Sensasi ketika Bokuto menyentuh seakan menyetrum, dan semakin menjadi ketika telapak tangan kasarnya bergerak naik turun.
"K-Kou, berhenti--" Akaashi mencoba menahan tangan Bokuto namun tak berhasil.
Rasanya aneh dan ia mulai takut dengan Bokuto.
"Tidak apa Ji, rasanya enak bukan?"
Akaashi menggigit bibirnya, semakin lama ia gelisah, apa lagi cairan bening perlahan keluar dari pucuk penisnya.
"Uah?!" Jeritannya melengking ketika jari yang lain merangsek masuk ke dalam lubang analnya.
Ikut bergerak seirama dan menciptakan suara becek yang mengganggu.
"Kou--hiks~ah~" Akaashi bersandar dengan lemas dipundak Bokuto, meleleh dengan sentuhan seduktif yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Bokuto sadar Akaashi akan mencapai puncak hasratnya dari remasan tangan si Merman.
Diiringi dengan desahan yang meninggi, bulir kristal bening yang jatuh. Tubuhnya bergetar lebih kuat, dan Akaashi menyemburkan hasratnya di tangan Bokuto.
Spuuurt!! Cairan bening keputihan keluar dan Akaashi lemas.
Tanpa berkedip, Bokuto menatap hasil perbuatannya.
Wajah ayu yang merah tersengal dengan bibir merona. Bibir vagina yang basah, penis layu yang bocor, dan sensasi jepitan nakal dari dinding rektum si Merman yang panas.
"Keiji?" Si Merman tertidur.
Bokuto menjilat bibirnya, rasa laparnya menjadi.
.
.
.
Saat terbangun Akaashi menyadari bahwa dirinya berada di atas sesuatu yang sangat empuk.
"Oh, kamu bangun?" Itu Bokuto.
Akaashi mengerjap, "Kou? Apa aku tertid--huh?"
Akaashi tidak bisa menggerakkan tangannya, ia menoleh dan mendapati tangannya terikat.
"Eh? Kenap--"
"Maaf, Ji... Kamu terlalu cantik."
Senyum genit yang tak pernah Akaashi lihat membuat bulu romanya meremang.
"Aku menyukaimu Ji."
Akaashi benar-benar ketakutan sekarang.
"Kou, berhenti..."
Bokuto menggeleng, ia mengusap helai raven si Merman dan mengecup keningnya.
"Aku yakin kamu juga akan menyukainya."
Akaashi sama sekali tidak bersuara, siapa yang menduga jika Bokuto akan tenggelam pada nafsunya?
Dirinya diikat di kasur, dan kini Bokuto mulai menjamah tubuhnya.
.
.
.
Bokuto mengecup bibir Akaashi, memaksa lidahnya merangsek masuk. Mengajak lidah Akaashi untuk berdansa dengannya.
"Mmnh~" Akaashi tersentak, tangan Bokuto tidak tinggal diam. Ia meremas dada Akaashi, mencubit areola berbentuk bibir dan memelintirnya.
Akaashi menggeliat, kelejotan karena Bokuto terus menyentuhnya dengan sensual.
Mmuunh~
Ciuman diputuskan oleh Bokuto, meninggalkan jejak saliva pada rahang bawah Akaashi.
Iris emas itu melirik inverted nipples yang ia remas-remas.
"Mereka di dalam, huh?" Akaashi hanya menjawabnya dengan rengekan sakit, Bokuto terlalu kencang meremas dadanya.
"Ah💕 Jangan--💕" Protes Akaashi saat Bokuto mendekatkan wajahnya, memberikan hembusan nafas hangat pada dadanya yang sensitif.
Bokuto menjulurkan lidahnya, menyapu permukaan kulit Akaashi hingga basah. Sambil meremas salah satu dada, Bokuto mengenyot pentil itu bergantian.
Membuat erangan Akaashi semakin menjadi, memanggil nama Bokuto dengan terengah.
Membuat pucuk dada si Merman bengkak dan memerah.
Tak sampai di sana saja, Bokuto menjilat tubuh Akaashi semakin ke bawah, turun dari dada menuju pusar. Memberikan sensasi merinding pada tulang punggungnya.
Lalu turun lagi ke bawah v-line sambil meremas sisi pinggul, dan membuat bibir kemaluannya tersibak.
"Kouta--ngh💕 Berhen~💕"
Cuek dengan rengekan Akaashi, Bokuto kembali menjulurkan lidahnya. Mengecup bibir Akaashi di bawah sana, membuat penisnya yang sudah basah akan precum berkedut seksi.
"N-noo~💕" Akaashi menggeleng gelisah, sesuatu yang lunak memasuki tubuhnya.
Menimbulkan bunyi-bunyian becek yang mengisi kamar.
"Ahh💕 Koutaro--ohh💕"
Lidah Bokuto keluar masuk dalam lubang anus, membuat Akaashi semakin becek. Penisnya yang sudah menegak di antara bibir itu dibanjiri precum.
Iris emas itu melirik pada kejantanan yang begitu indah dan basah, bibirnya seakan kering meski saat ini tengah mencumbu bibir bawah Akaashi.
Desahan Akaashi meninggi ketika Bokuto lanjut menghisap penisnya, memainkan lubang Akaashi dengan jari jemari tebal.
Rasa nikmat berkali lipat membuat tubuh Akaashi berkedut, dengan erangan lirih yang begitu seksi. Ia menyemburkan benihnya dalam mulut Bokuto.
Spuurt~ Cairan hangat itu keluar begitu banyak, dan Bokuto tidak mempermasalahkan untuk menelan mereka. Ia bahkan memberikan hisapan kuar di akhir untuk memastikan tiada sperma yang tertinggal.
Puas membuat Akaashi cum, Bokuto meraih pinggul Akaashi hingga terangkat dari kasur.
Akaashi yang lemas mencoba membuka matanya yang terasa lengket, menatap Bokuto dengan sesuatu yang diarahkan pada bibir vaginanya.
"Itu..." Iris zamrud itu melebar, seakan tidak percaya bahwa yang ia lihat masihlah bagian tubuh seorang manusia.
Panjang, tebal, dengan pucuk yang besar.
"K-kou--" Akaashi kehabisan suaranya.
Bokuto memposisikan penisnya di depan lubang anal Akaashi, menggesek pucuk penisnya di antara bibir kemaluan yang licin dan basah.
Oh, tidak.
"Kouta, berhenti--AGHHHH!!!"
Rantai Akaashi semakin berbunyi nyaring seiring penis Bokuto masuk, rasanya begitu aneh dan menyakitkan. Berbeda jauh dengan tiga jari yang tadinya mengocok.
Benda ini seakan membelah diriny menjadi dua.
"Shh, tenang sayang, baru ujungnya." Bokuto menunduk dan mengusap bulir kristal yang keluar.
Mengecup kening Akaashi dan setiap jengkal wajahnya untuk menenangkan.
"Ugh...." Akaashi kesakitan, dan meskipun Bokuto tengah sangat bernafsu. Ia cukup sabar untuk menunggu Akaashi terbiasa dengan dirinya.
"Shh, tenang Ji."
Meskipun sikapnya begitu lembut, apakah Akaashi bisa merasa rileks jika dirinya terikat dan tidak menikmati?
"Aku perlahan, oke?"
Akaashi menggigit bibirnya, Bokuto kembali mendorong dirinya perlahan.
Perlahan.
Perlahan.
Perlahan.
Hingga bagian pangkal di mana bulu kemaluan Bokuto menggesek bibir vagina Akaashi.
"Augh~💕" Akaashi mengap-mengap, perutnya terasa sesak dengan penis Bokuto.
Dan ketika ia masih mencoba beradaptasi, Bokuto bergerak.
Akaashi kehilangan kesadarannya.
.
.
.
Ketika sadar, Akaashi melihat Bokuto masih berada di atas tubuhnya. Terus menggenjot hingga Akaashi penuh akan sperma.
Akaashi... sudah terlalu lemas untuk berontak.
Dan ketika ia sudah merasa lelah, Bokuto melakukan sesuatu hal yang lebih gila lagi. Ia meremas penis layu Akaashi dan memaksanya mengeras.
"Kou, aku sudah tidak sangg--ahh💕 ahh💕"
Penis Akaashi kembali mengeras dalam genggamannya.
"Aku melihatmu cukup cepat keluar, jadi ku pikir aku bisa membantumu."
"Mem... bantu?" Heran Akaashi yang begitu kelelahan, lemas, dan mengantuk.
Manik zamrud yang tadinya kuyu itu kembali melebar, melihat tangan kasar Bokuto meraih setangai bunga.
Akaashi meneguk ludah gugup, ia merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi.
Dan benar saja, itu kejadian.
Bokuto menyibak lubangnya kencing Akaashi dengan ibu jari, sementara dengan tangan yang lain memposisikan ujung batang bunga.
"Kou--"
"Tahan sebentar oke?"
Jeritan Akaashi melengking ketika batang bunga perlahan memasukinya. Inci demi inci hingga hanya bagian bunga tepat berada sebagai pucuk penis.
Membuat selangkangan Akaashi bagai bucket bunga, terlihat begitu cantik dengan wajah cantiknya merah menggoda.
Iris zamrud yang berair, hidung basah beringus, bibir m bengkak meneteskan air liur. Kulit pucat yang memerah dan pucuk dada yang bengkak.
Dia... terlihat hancur dengan begitu cantik.
"Keiji~💕" Seakan dimabuk cinta, Bokuto dengan sayang memuja Akaashi.
Mengusap helai raven yang lepek, menyeka keringat yang membanjiri. Membiarkan Akaashi tenang dalam dekapannya, terbiasa akan penisnya yang sekali lagi didiamkan di dalam tubunya.
Mengisi setiap jengkal rektumnya, membuat cairan sperma yang mengisi perut menjadi merembes keluar.
Membiarkan penis Akaashi terbiasa dengan tangkai bunga menancap dalam lubang kencingnya.
"Ummh💕" Akaashi menggerakkan tangannya yang entah sejak kapan tidak terikat lagi, meremas pundak Bokuto.
Perlahan mendekap leher tebalnya, mencakar punggung tegapnya.
Dia... telah terbuai dengan kegiatan seksual yang begitu intens.
Akaashi menggeliat di atas kasur, bagian dalam tubuhnya terasa gatal untuk dikocok. Ia bahkan menggerakkan pinggulnya seakan meniru apa yang tadinya Bokuto lakukan.
Kaki ekor Akaashi bergerak gelisah dan itu membuat penis di dalam tubuhnya seakan dipijat.
Bokuto mendesis karenanya.
"What's wrong baby?" Meski ia tahu apa yang Akaashi inginkan, ia takkan semudah itu memberikannya.
Akaashi merengek, mendesah kecil di dekat leher Bokuto.
"I-i want yours... pound me-- itchy~💕"
Bokuto tersenyum penuh kemenangan.
"Fine baby~" Dan kembali menggenjot Akaashi.
Tubuh si Merman meliuk, dadanya membusung naik seakan ingin menunjukkan betapa bengkak putingnya pada Bokuto. Ia menjerit nikmat, penis dengan bunga tertancap itu berkedut hebat.
Akaashi semakin gemetar, tubuhnya berkedut seakan mencapai puncak hasrat.
Namun tidak ada cairan yang keluar.
Dry orgams.
Disebabkan bunga lily yang menancap dalam penisnya.
Akaashi menggeliat gelisah, sakit. Rasanya menyakitkan, dan ia ingin melepaskan apa yang tertahan sekarang juga.
Suaranya parau, terisak dengan nafas berat.
"Uhh💕 Uhh💕 Let me--huks~💕"
Sambil terus menggenjot, Bokuto mencabut bunga itu dari Akaashi. Mengisi dinding rektum yang mengetat dengan benihnya untuk kesekian kali.
Sensasi berkali lipat menyerang otak kecil Akaashi.
Dan membuat kesadarannya kembali hilang.
.
.
.
Ketika kesadaran Akaashi kembali, ia melihat Bokuto tengah membersihkan tubuhnya. Perlahan menyeka kulit pucatnya yang lebam, kotor, dan terasa sakit.
"Keiji maaf..."
Akaashi sama sekali tidak bersuara, ia hanya kembali menutup matanya. Membiarkan air matanya keluar dan jatuh menjadi butiran kristal di sisi kepala.
Kali ini kristal itu berwarna hitam.
.
.
.
Rumor mengatakan, bahwa pangeran tidak pernah menikah hingga akhir hayat hidupnya.
Ia menolak setiap putri dan perempuan bangsawan cantik yang ditawarkan.
Selalu mengurung diri di kamarnya dan hanya keluar di malam hari dengan seseorang yang misterius di sisinya.
Dan di suatu malam ketika pangeran keluar, ia tidak pernah kembali lagi di pagi harinya.
Ada yang mengatakan bahwa ia telah diculik.
Ada yang mengatakan bahwa ia kabur dari kerajaan karena tidak tahan akan rumor jelek mengenai dirinya.
Ada juga yang mengatakan bahwa ia telah tenggelam di dasar lautan.
Ada yang melihat pangeran berlayar dan menghilang di antara kabut malam.
Namun, tidak ada yang tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi di malam itu.
Hanya ada satu hal yang mereka ketahui ketika terakhir kali melihat pangeran.
Wajahnya terlihat bahagia.
Dan ia berkata, "Aku akan mengantarkan Keiji pulang, dengan begitu air matanya akan kembali bening seperti dahulu."
Menciptakan misteri kedua, siapa orang bernama Keiji?
Dan apa maksudnya dengan air mata bening?
*****
Alternate Ending :
Bagaimana jika air liur Merman beracun dan memiliki efek halusinasi?
Jadi ketika Bokuto mencumbu bibir Akaashi atas dasar keinginannya sendiri, ia tenggelam akan euforia yang mengerikan.
.
.
.
"Ah~ Keiji~ That's feels so goo--"
Bokuto mengerang dengan Akaashi berada di atas tubuhnya.
Tengah memakan setengah wajahnya.
Pcak. Pcak. Pcak.
Akaashi terus menghujamkan gigi-gigi runcing bak piranha pada Bokuto, menggerogoti wajah rupawan sang pangeran hingga rongga tengkoraknya terlihat.
"Ah~💕 Ah💕"
Dengan pinggul si Mermaid bergoyang dengan sensual, mengocok penis tebal dalam rongga rektum yang hangat.
Manusia yang tergoda rayuan takkan merasa sakit ketika tubuh mereka terluka, bahkan masih bisa terangsang meski nyawa di ujung maut.
Sambil menyantap Bokuto, tubuh Akaashi berkedut menandakan ia akan mencapai puncak hasratnya.
Spuurt!! Mengotori perut keduanya yang tengah berhimpitan.
Tangan Bokuto yang tadinya meremas pinggul Akaashi terkulai lemah, ia mulai kehilangan tenaga.
SPURT!!! Cairan hangat dengan banyak memenuhi rektum si Merman, mengisi setiap tepian hingga meleleh di antara celah bibir vaginanya.
"Mmnhh~💕" Akaashi mengerang keras sambil menjauhkan wajahnya dari Bokuto.
Menegakkan punggungnya dengan seksi, tersengat nikmat karena perutnya terasa sangat panas.
Iris zamrud dengan bulu mata lentik itu mengerjap dengan selaput, menatap dengan sorot mata penuh nafsu.
Wajah ayu yang bersemu, dengan bibir manis berlumur darah segar ia tersenyum lebar.
Sambil bertumpu pada tumpukan otot dada, Akaashi mencoba menggerakkan ekornya. Mengocok rektumnya sendiri dengan penis Bokuto yang masih mengeras.
"Mmnh~💕 Ahhn~💕" Sppuurt!!
Akaashi mengejang menyemburkan hasratnya untuk kesekian kali, mengotori wajah Bokuto yang setengahnya sudah hilang.
Di akhir kesadarannya, Bokuto berucap "Ji... Lo...ve.. y..."
"Angh~💕 Love you~💕" Kekeh Akaashi sambil menjilat bibir dengan lidah bercabangnya.
Ketika Bokuto menemukan Akaashi terdampar, itu hanyalah mimpi belaka.
Ia tidak berada di daratan ketika malam badai melanda lautan. Mereka terjebak di dalam kapal yang menyendiri dan terombang-ambing di atas gulungan ombak.
Di luar kapal, semua orang juga bernasib sama seperti Pangeran mereka.
Menjadi santapan Siren.
*****
Author Note :
Panjang juga ya? Dan lumayan penuh drama 🤣
Merman/Mermaid dan Siren menurutku sebenarnya sama, hanya saja mereka dibedakan karena sifat baik dan buruk.
Hope you like it SinarPurnama6
And see you guys on another chapter~
.
.
.
Tambahan
Di ruang istirahat, BokuAka setelah sesi rekaman yang begitu panjang... dan beberapa ide yang tidak dimasukkan karena terlihat sudah cukup padat.
Akaashi : Ide siren lebih bagus tanpa ide ikan badut.
Bokuto : Apa kamu marah karena bisa ku hamili di sini?
Akaashi : Bukan itu, ini karena unsur Danau Toba nya.
Bokuto : Menarik bukan? Yah walau ide siren cukup menyeramkan... aku senang itu bukan ending yang benar!
Akaashi : Aku harap Rokuto-san membuat lebih banyak cerita dirimu mati Bokuto-san.
Bokuto : Ey, ntar nanges.
Akaashi : Engga ko!
Akaashi, matanya dah berair karena bayangin skenario :
Bokuto : Dah dibilangin sih, ngeyel.
01042022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro