Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

My Little Pussy 🐱

Bokuto merupakan atlet profesional, setiap hari ia lalui dengan olahraga teratur.

Bangun pagi hanya untuk melakukan peregangan, sedikit pemanasan, lari pagi, dan pulang ke rumah dengan kantong belanjaan berisi bahan makanan.

Atau di suatu waktu, Bokuto akan berangkat ke Dorm tim Volinya hanya dengan berjalan kaki. Pemanasan untuk latihan nanti.

Dan tanpa Bokuto sadari, ia tidak punya seseorang yang begitu spesial di usianya yang sekarang sudah 27 tahun.

Tak jarang teman-teman tim Volinya mengadakan acara kencan ganda agar Bokuto mendapat pasangan, nyatanya itu tidak berhasil.

"Apa aku aseksual?" Entahlah, Bokuto juga tidak mengerti.

Dia baik dengan keluarganya, teman dan rekannya, bahkan tetangganya. Tapi tiada kekasih mungkin terdengar... aneh?

Apa Bokuto menyembunyikan sesuatu?

Sebentar, apa bulu ketek Bokuto sepanjang itu? Ada sesuatu yang mencuat dari lengan kaosnya.

Ah...! Itu--

******

Sebelum aku bertemu denganmu, rumah tempat beristirahat yang terasa dingin kini menjadi lebih hidup.

.
.
.

Bokuto menyusuri jalanan trotoar dengan gontai, menikmati udara pagi dengan peluh yang menetes.

Yup, dia sedang lari pagi.

Dan di pagi minggu yang cerah itu, iris emas itu terpaku pada sosok mungil di ujung jalan.

Tengah terlelap dengan tubuh melingkar, seperti gumpalan bulu.

Keinginan untuk menculik menggebu-gebu dalam hati Bokuto. Tanpa pikir panjang ia mendekati anak kucing itu.

"Apa dia sendirian?"

Bokuto menyentuh anak kucing yang masih terlelap, warna bulunya hitam putih. Bagian hitam di wajahnya seperti huruf V terbalik, seperti poni belah. Paw kecil berwarna pink, dan ekor panjang yang lurus.

"Oh, Bokuto-kun pagi." Seru pemilik toko yang tak jauh berada, baru saja membuka pintu toko bunganya.

"Pagi Shirofuku-san" Sapa Bokuto pada wanita paruh baya itu.

Mengingat rumahnya di dekat sini, Bokuto cukup akrab dengan orang-orang sekitar.

"Ah, apa kamu mau membawa Keiji?"

"Keiji?"

Oh, apa yang dia maksud anak kucing ini?

"Baru-baru ini ia terlihat di sekitar sini, dan ku rasa ia tidak punya pemilik."

Iris emas Bokuto berbinar, "K-kalau begitu bolehkah aku...?"

Nyonya Shirofuku tertawa, "Aku tidak punya alasan untuk melarangmu."

Bokuto mengangguk, "Baiklah... kalau begitu aku akan pulang dengan anak ini."

"Tentu, Bokuto-kun." Senyum Shirofuku.

Bokuto segera menggendong kucing itu dan membawanya pulang dengan hati senang.

"Haha, you're mine!"

Sepeninggal Bokuto yang mulai menjauh, Shirofuku hanya memperhatikan dalam diam.

"Hm? Shirofuku-san, apa ada hal bagus hari ini? Senyummu terus mengembang." Celetuk seorang wanita sambil membawa kantong belanjaan untuk bahan membuat roti, wanita pemilik toko roti yang berada di samping toko bunga miliknya.

"Hehe, ya Suzumeda-san, bisa kau katakan demikian." Kekeh Wanita tua itu dan berjalan ke dalam tokonya dengan tongkat.

"Baiklah...?" Senyum Suzumeda, dan lanjut masuk ke toko miliknya juga.

.
.
.

"Meow?" Anak kucing itu terbangun, seluruh tubuhnya sedang tenggelam dalam handuk hangat yang basah. Membersihkan segala debu dan kerikil di antara bulu.

"Oh? Kamu sudah bangun?"

Bokuto mengusap wajah mungil kucing itu dengan cekatan, membersihkan kotoran mata dan ingus yang mengering.

Dan kini, anak kucing itu sudah bersih di atas pangkuan Bokuto.

"Yosh, yosh, kau cantik sekarang." Bokuto memindahkan anak kucing itu ke atas tempat tidur--yang baru saja ia beli.

"Kebetulan sebelum pulang aku membeli ini."

Bokuto merogoh kantong belanja dan mengeluarkan barang-barang yang ia beli. Kotak pasir plus 10 liter pasir kucing, beberapa kaleng wetfood untuk anak kucing, dan susu khusus.

"Aku tidak tahu berapa usiamu, tapi paling tidak kamu terlihat sehat." Bokuto mengangkat kucing itu ke udara, mengecek rongga mulut si kecil dengan iris emas menyipit.

Bokuto memutar tubuh kucing itu beberapa kali, mengelus perut yang cukup montok.

"Cacingan? Entahlah, besok saat aku ke gym kamu akan ku antar ke vet--hmm? Apa ini kemaluan kucing?"

Bokuto mengangkat ekor kucing itu dan melihat bokong keriput dengan sesuatu yang menggantung.

Bokuto menyentuh bola bulu kecil itu, menoel-noelnya dengan rasa penasaran yang tinggi.

"MEOW!" Protes si kecil berontak dalam genggamam Bokuto, seakan tidak terima dirinya disentuh dengan tidak senonoh.

Kucing itu sampai mencakar dan menggigit tangan Bokuto hingga meninggalkan bekas gigi dan cakaran. "Hehehe, gemesnya~"

Bokuto menurunkan kucing itu, dan menyiapkan makanan untuknya.

"Ayo, minumlah." Bokuto menyodorkan semangkuk kecil susu.

Kucing itu mendekat perlahan, melirik beberapa kali ke arah Bokuto. Mengendus cairan putih keruh itu dan menjulurkan lidahnya.

Meminum susu dengan suara dengkuran yang terdengar nyaring.

"Aaah~ ya begitu, tapi jangan terlalu banyak oke? Nanti kamu muntah." Kekeh Bokuto senang.

"Aku tidak tahu kamu makan apa saja di luar sana, jadi hari ini kamu hanya minum susu dulu oke?"

"Meow." Sahut kucing itu dan lanjut minum susu.

.
.
.

"Hmm? Mau kemana kamu?" Bokuto yang baru selesai mandi mendapati kucing monochrome itu tengah duduk menunggunya di depan kamar mandi.

"Kamu menunggu ku?" Bokuto menunduk dan mengusap wajah mungil belepotan susu.

"Hehe, gimana si jadi cemot cemot gini?"

Bokuto yang tanpa sehelai benang itu terkekeh, tanpa peduli si kucing menatap adik kecilnya yang menggantung dan bergoyang setiap kali ia tertawa.

"Ah, aku ingin secangkir teh." Bokuto beranjak berdiri, tepat ketika paw kecil mencoba menyentuh adiknya.

Iris zamrud itu mengikuti adik Bokuto bergerak ke atas, mendongak menatap tubuh gahar yang begitu tinggi di atas sana.

Bokuto berjalan gontay dengan handuk tersampir di kepala, tanpa sehelai benang menuju dapurnya.

"Nya~ nya~ nyaa~" Bokuto bersenandung dengan nada lagu Cruel Angel Thesis sambil menyiapkan teko di atas kompor, untuk memanaskan air.

Kucing itu hanya mengekor, seakan tidak ingin ditinggal.

Hingga... tubuh kecilnya hampir saja diinjak.

"Astaga!? Maafkan aku Keiji! Aku tidak melihatmu di bawah sana!" Pekik Bokuto dan segera berjongkok, memungut kucing itu dalam dekapannya.

"Untung kamu tidak apa... ah benar, aku lupa bilang, namamu Keiji."

Kucing itu mencoba bergerak, tubuhnya terhimpit dalam dada berotot Bokuto. Paw-paw kecilnya seakan menekan squishy padat.

"Apa kamu suka? Keiji?"

"Miaw. Miaw." Seru kucing itu dan menggesekkan wajahnya pada dada Bokuto.

Senyum Bokuto mengembang, kebahagiaan meruak dalam hatinya.

"Namaku Koutarou, aku yang membawamu kemari."

Keiji mengelus wajahnya pada tangan Bokuto, menggesekkan hidungnya pada jari jemari kasar.

Apakah ini yang dimaksud dengan menjadi seorang ayah yang membesarkan buah hatinya? Entahlah, Bokuto hanya merasa sangat bahagia sekarang.

.
.
.

Di malam hari ketika Bokuto terlelap, sepasang iris zamrud memperhatikannya dalam kegelapan.

Mengendap di antara lantai kayu tanpa menimbulkan suara, menyusup ke dalam kamar Bokuto.

Menyaksikan bagaimana pria gahar itu tertidur dengan dengkuran keras.

Karena langit cukup berawan, cahaya bulan yang seadanya tak mampu mewujudkan rupa makhluk itu.

Terlihat misterius dalam gelapnya malam, meski warna mata yang ia miliki begitu cantik.

"Kou...ta"

.
.
.

"Tubuhnya memang kecil, tapi usianya sudah lewat 1 tahun. Kira-kira hampir 2 tahun."

Bokuto menganga, menatap buntelan bulu yang sedang ditangani oleh si perawat.

"Jika diumpamakan manusia, dia 17 tahun."

17... tahun? Bokuto mengerjap, jika itu benar adanya. Dia benar-benar seperti mengasuh seorang anak!

"Tubuhnya sehat, giginya bersih, tidak ada kutu juga. Jangan terlalu sering membiarkannya tidur larut, agar kesehatannya tidak terganggu."

Kali ini Bokuto mengernyit, Keiji begadang?

"Umm, baiklah Pak Shirabu, terimakasih untuk sarannya."

Bokuto pamit sambil membawa Keiji dalam gendongannya.

"Begadang, hm? Apa kamu bermain saat malam hari?" Bokuto menatap iris zamrud yang menatapnya balik.

"Jangan terlalu sering, oke? Ingat kata doktermu tadi."

"Meow."

Ingin rasanya Bokuto menelan Keiji bulat-bulat, terlalu menggemaskan!

.
.
.

Esok harinya, Bokuto membawa kucing itu pergi ke gym tempat ia dan tim Volinya berlatih.

"Bokuto-san? Apa... bulu ketekmu belum dicukur?"

Celetuk Hinata sambil menunjuk bulu panjang berwarna hitam keluar dari lengan kaos Bokuto.

Atsumu yang melihat juga ikut protes. "Bokkun, itu jorok jika kau memanjangkannya sampai begitu!"

"......." Sakusa hanya menjauh dalam diam.

Bokuto tertawa, ia menarik leher kaosnya. Sesuatu yang berbulu dengan warna hitam putih menyembul keluar, menatap mereka dengan iris zamrud.

"Kenalkan, namanya Keiji." Seekor kucing menyembul di antara leher kaos Bokuto.

"Ohh, pantas saja hari ini aku melihat otot dada Bokuto-san lebih besar dari biasanya!"

"Otot dada? Dia jadi punya payudara karena seekor kucing Hinata-kun."

"Itu bisa dicoba untuk bokongmu Atsumu-kun."

Atsumu terdiam, tidak menduga ia akan disudutkan oleh Sakusa--dengan latar tawa BokuHina di belakangnya.

.
.
.

Dan tak terasa sudah 6 bulan semenjak Bokuto merawat Keiji, terkadang membawa Keiji kemana pun ia pergi karena kucing itu cukup adem ayem.

"Bokuto-kun, ini untuk Akaashi-kun." Nyonya Shirofuku menyodorkan beberapa bungkusan pada Bokuto yang baru saja pulang menuju rumahnya.

"Hmm? Akaashi-kun?" Sejenak Bokuto berpikir, apa ia punya tetangga bernama Akaashi?

"Ahh terimakasih Shirofuku-san-- apa ini?" Bokuto melihat pakaian di dalamnya.

"Bawa saja." Jawab Shirofuku sambil tersenyum misterius.

Bokuto tanpa pikir panjang mengiyakan, "Baiklah, aku permisi dulu."

"Hu'um, perlakukan dia dengan lembut ya."

"Eh?"

Bokuto menoleh dan mendapati Shirofuku-san tengah bercakap dengan penjual roti di sebelah.

"Apa tadi salah dengar?"

.
.
.

"Tadai--" Bokuto terdiam, ia baru saja masuk dan mendapati seorang remaja lelaki dengan tubuh telanjang bulat di hadapannya. Tepat ketika ia membuka pintu.

Mereka berdua saling pandang dalam diam.

"Ummm.... meow?" Kata remaja tersebut.

"Kau pikir bisa membodohiku?" Bokuto merangsek masuk dan mencengkram leher si remaja, membuat remaja itu merengek.

Tangannya mencoba mendorong Bokuto, tentu tidak berhasil karena kalah tenaga.

Bokuto baru menyadari telapak tangannya terlihat berbeda, di mana telapak tangan serta ujung jarinya memiliki bantalan berwarna pink. Kukunya tidak terlalu tajam, tapi bentuknya panjang dan cantik.

"Tunggu, matamu..." Bokuto melihat mata si remaja terasa familiar.

Si remaja hanya diam menggigit bibir, dengan telinga kucing di atas kepalanya terlihat kuyu. Serta ekor hitam panjang bergetar turun.

"Keiji?"

Iris zamrud itu menengadah dengan air mata, balas menatap Bokuto.

"Kou..taa...."

Bokuto diam seperti batu, tidak bisa berpikir jernih. Ini seriusan? Kucingnya menjadi remaja lelaki?

"Bokuto-kun, ini untuk Akaashi-kun."

Ah, begitu.

.
.
.

Meski dilanda kebingungan, Bokuto mencoba bersikap tenang. Entah karena ingat umur mendekati 30 atau dirinya tidak ingin memperkeruh suasana.

Setelah Bokuto membantu Akaashi berpakaian, keduanya duduk di sofa dengan menyesap secangkir susu untuk Keiji, dan kopi untuk dirinya sendiri.

"Jadi.... kamu siapa?"

Keiji memeluk kakinya, menatap Bokuto dengan takut-takut.

"Akaashi..." Sejenak ia terdiam, "Keiji."

Bokuto mengangkat alisnya, "Akaashi Keiji?"

Akaashi mengangguk tanda mengiyakan, "Apa kamu tahu dengan Nekomata?"

"Nekomata?"

"Dia leluhurku... dan keturunannya yang telah berbaur dengan manusia bisa... sepertiku."

Bokuto diam, tiada komentar. Antara mencoba mencerna informasi dan menyangkal ini nyata atau tidak.

"Dan karena satu lain hal, aku menumpang hidup pada seorang Miko... hingga kamu memungutku."

Bokuto menganga, "Apa aku sudah menculik mu?"

Keiji menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku malah senang kamu memungutku."

Keiji meluruskan kakinya, lalu membungkuk pada Bokuto.

"Terimakasih sudah merawatku selama ini, Koutarou-san." Keiji masih membungkuk, ia meremas celana yang membungkus kakinya.

"Jika kamu merasa tidak nyaman, aku bisa pergi dari rumah ini."

Bokuto terkejut sampai berdiri dari sofa, membuat Keiji juga tersentak kaget hingga ekornya berdiri dan mekar.

"Apa? Pergi??" Bokuto cemberut, ia segera mengambil posisi di samping Keiji.

"Ini memang mengejutkanku, tapi aku senang tinggal satu atap denganmu. Hari-hariku... terasa menyenangkan."

"Kouta..." Iris zamrud Keiji berair, ia mendekap leher tebal Bokuto. Menggesekkan wajahnya pada Bokuto dengan manja.

"Shhh, Keiji~" Koutarou balas mendekap, menyesap aroma khas kucing yang lembut.

Meski kedepannya akan ada perubahan, Bokuto tidak masalah. Paling tidak... ia tidak sendiri lagi di rumah ini.

"Sebenernya ada satu lagi... ketika kami menjadi manusia..." Keiji menjauhkan wajahnya, menatap Kotaro dengan rona merah malu-malu.

"Apa itu Ji?" Kotaro mendekap pinggul yang berada di atas pangkuannya, mengecup kening yang lebih muda dengan sayang.

"M-musim kawin."

(///0///A///0///) BLUSH!!! Wajah Bokuto memanas.

"A-apa? Musim kawin?"

"Hu'um..."

Bokuto meneguk ludah, "K-kau mau aku mencarikan paca--" Sebuah telunjuk menghentikan bibirnya.

"Tidak perlu, aku hanya ingin dirimu." Keiji meremas buntelan di selangkangan Bokuto.

Perlahan mengeras setiap kali jarinya membelai.

Bokuto menggigit bibir, kesal dengan dirinya yang dengan mudah terangsang.

Ya, gimana virgin tua.

"Kamu yakin?" Bokuto bisa merasakan ekor Keiji melilit tangannya, sambil menggoyangkan pinggul menggesek selangkangan yang lebih besar.

"Impregnate me, Kou."

Bokuto terdiam lagi, batinnya bergejolak sebagai pria dewasa dan perjaka yang tergoda.

Selain memikirkan mereka spesies yang berbeda, usia mereka juga terlampau jauh.

Bokuto 27 tahun, dan Keiji jika diusiakan baru 17 tahun.

Semakin berkecamuk dengan akalnya, Keiji sudah merengek sambil mendesah lirih di dekat kuping Bokuto.

Oh, sudahlah.

.
.
.

"Mmnh~💕" Erangan lirih keluar dari bibir plum yang terkatup, di mana pemilik suara manis itu tengah menungging di atas kasur.

Wajahnya setengah tenggelam pada kasur, kedua tangannya meremas sprei hingga kusut.

Tubuhnya tersentak setiap kali Bokuto menekan prostatnya dengan 3 jari sekaligus.

Di sisi lain Bokuto terus menatap kerutan pink yang menelan jarinya, meremas pinggul yang kini tercetak telapak tangannya.

Merasakan sensasi basah dan panas yang menyelimuti jari.

Entah karena terlalu lama hidup sendiri, Bokuto tidak merasa jijik melakukan ini meski dengan lelaki.

Ia malah merasa bersalah dengan Keiji karena miliknya yang sudah terbangun terlihat... terlalu besar dengan batang tebal berurat.

Berdiri tegak dengan pucuk yang basah meneteskan precum, seakan sudah tidak sabar untuk melepas keperjakaannya.

"Keiji, apa ini enak?" Hanya erangan yang semakin tinggi menjawab Bokuto.

"Mmh~💕" Akaashi memekik, Bokuto menarik jarinya keluar. Dan membalikkan tubuhnya hingga telentang di atas kasur.

"E-ehh??" Akaashi yang bersemu semakin memerah, pasalnya wajahnya kini terlihat oleh Bokuto.

"T-tidak bisakah posisi yang tadi saja? A-aku--"

Kedua tangan Akaashi yang berada di wajah ditarik Bokuto menjauh, membuat iris zamrud dan emas itu bertatapan.

"Aku ingin melihat ketika aku masuk, boleh?"

Pssssh~ Akaashi menggigit bibir, terlalu malu untuk menjawab.

Bokuto mendekatkan wajahnya, mengecup pipi yang merona dan meraih dagu yang lebih kecil.

"Jika kamu merasa tidak nyaman, aku akan menuruti keinginanmu saja."

"Mmm~" Akaashi menggeleng, ia menatap Bokuto dengan mata berair.

"T-tidak, aku tidak apa-apa..."

"Sungguh? Ini pertama untuk kita berdua jadi aku tidak ingin melakukan sesuatu yang membuatmu kecewa."

Bokuto mencoba meyakinkan Akaashi lagi apakah ia ingin berubah pikiran, dan Akaashi mencoba mengalahkan rasa malunya.

Akaashi melilit paha Bokuto dengan ekornya, seakan tidak ingin berpisah.

"Aku tidak apa, sungguh."

Bokuto tersenyum, ia mengecup kening Akaashi sekali lagi. "Aku akan lembut, oke?"

Akaashi hanya mengangguk, meremas sprei di bawahnya lagi. Menatap Bokuto yang tengah memposisikan miliknya.

Sebenarnya saat melihat milik Bokuto, Akaashi takut benda itu takkan muat. Tapi saat ini... bagian dalamnya sudah terasa sangat gatal.

Bokuto menempelkan pucuk penisnya, menekan perlahan ke dalam rongga rektum yang panas.

"U-ughh--" Akaashi mengernyit, sesuatu yang terasa asing dengan menyakitkan memasukinya.

"Shh, tenang Ji, baru kepalanya." Bokuto mengusap bulir bening yang mengalir, Akaashi tegang dan itu membuat lubangnya terlalu sempit.

"Mmhnn~" Akaashi menggeliat seiring Bokuto mendorong masuk.

Melihat Akaashi kesakitan, Bokuto yang tidak teda mencoba menarik dirinya.

"Jangan!!" Pekik Akaashi, ia sampai mencoba bangun dari kasur.

"Tapi aku tidak ingi menyakitimu Ji."

Akaashi yang berlinang air mata menggeleng, ia tidak mau berhenti di tengah jalan.

"P-peluk aku ketika kamu..."

Bokuto tanpa pikir panjang membawa Akaashi untuk kembali berbaring, mendekap tubuh yang lebih kecil agar merasa nyaman.

"Jika itu sakit kamu bisa menggigitku." Bisik Bokuto tepat di ceruk leher Akaashi, di mana wajah Akaashi tepat di depan pundak Bokuto.

Akaashi mengecup pundak Bokuto, mengemut kulit pucat si dominan.

Sambil mendekap Akaashi, Bokuto kembali mendorong dirinya masuk sedikit demi sedikit.

Diiringi isak tangis, Bokuto bisa merasakan Akaaashi menggigit pundaknya.

Ini tidak seberapa, pikir Bokuto. Akaashi lebih kesakitan dibandingkan dirinya.

Begitu seluruh batang penisnya sudah masuk, Bokuto mengelus helai raven yang gemetar, mencoba menenangkan.

Akaashi melepas gigitannya, dan ia mendapati pundak Bokuto berdarah karenanya.

"K-kouta-- pundakmu--"

"Tidak apa Ji, ini tidak sakit." Bokuto mengusap bulir air mata dari pipi yang memerah lagi.

Mengecup kening, hidung dan bibir Akaashi dengan sayang.

Meski penisnya sudah terasa sangat gatal ingin bergerak, Bokuto masih menunggu Akaashi agar terbiasa dengan kehadirannya.

Membelai kulit tan yang halus, meninggalkan ciuman kupu-kupu di leher jenjang. Memainkan puting yang tenggelam dengan areola montok.

Merasakan sensasi dinding rektum yang sesekali berkedut, meremas batang penis tebal berurat.

Membuat Akaashi mendesah dan merengek ingin lebih.

Hingga Akaashi sendiri yang menggerakkan pinggulnya, meminta Bokuto untuk mengocoknya sekarang juga.

"Kou, move, please~💕"

Bokuto tanpa aba-aba menggerakkan pinggulnya, mengocok rektum Akaashi perlahan.

Melihat bagaimana wajah ayu itu mengerang di bawahnya setiap kali pucuk penisnya menumbuk titik terdalam. Menggesek prostat berulang kali.

"Unggh~💕" Akaashi berkedut, seakan tersetrum. Bergetar dalam dekapan Bokuto, mengeluarkan hasrat kental dan mengotori perutnya sendiri.

Melihat Akaashi mencapai puncak hasratnya, Bokuto segera berhenti, membiarkan momen ini hanya untuk Akaashi.

Sambil membelai wajah ayu yang terlena, mengecup bibir yang mendesah keras.

"Keiji~💕" Kucing kecilnya terlihat begitu menggemaskan.

Berpikir Akaashi sudah sangat kelelahan, Bokuto berpikir ia takkan bisa menuntaskan hasratnya sekarang. Jadi ia memutuskan untuk menarik dirinya keluar, menumpahkan benihnya di toilet.

"Koutaro~💕 di dalam~💕 aku mau~💕" Lirih Akaashi dengan nafas tersengal, meraba gelambir perutnya yang lembut.

"Kamu tidak merasa lelah?"

Akaashi menggelengkan kepalanya, mengulum bibir dengan wajah kepayahan.

"Kamu boleh sedikit kasar... T-tapi jangan terlalu kasar." Ingin rasanya Akaashi menggali lubang dan tenggelam dalam rasa malu, tapi ia tidak punya tenaga untuk itu.

Sejenak, Bokuto terdiam tidak dapat mencerna apa yang Akaashi katakan.

"Maksudmu... aku boleh melakukan apapun padamu?"

Akaashi mengangguk mengiyakan, meski ia sendiri sedikit kebingungan dengan apa yang Bokuto ucapkan.

"He..."

Bokuto menjilat bibirnya, meremas kedua paha Akaashi, dan membukanya selebar mungkin hingga ia bisa melihat cincin keriput yang menelan batang penisnya.

"Itadakimasu~"

"~~~💕💕"

Akaashi tersentak hingga kepalanya menengadah ke belakang, tiada suara yang keluar dari mulutnya yang terbuka lebar.

Bokuto mendorong dirinya begitu dalam, menekan colonnya berulang kali dengan gerakan yang cukup kuat.

Sensasi yang Akaashi rasakan membuatnya dapat melihat bintang di pelupuk mata, membuat ia menyemburkan hasratnya untuk kedua kalinya.

Dan ketika ia masih cum, Bokuto terus mengocok tanpa henti.

"Keiji💕 Keiji💕" Bokuto terus memanggil nama Akaashi, merasakan nikmat yang tak pernah ia rasakan.

"Uhh💕 Uhh 💕 Uhhh💕" Akaashi terisak, tak kuasa dengan rasa nikmat yang menyerang dinding rektumnya.

Hingga ia bisa merasakan Bokuto berkedut di dalamnya, Akaashi semakin merengek. "Kouta💕 di dala--ah💕 Aah💕💕"

Iris zamrud itu memutih ketika merasakan cairan hangat menyemprot bagian dalamnya, mengisi hingga ketepian.

Akaashi tersentak gemetar dengan seksi, meliukkan pinggulnya ke atas sambil menyemburkan hasrat kental.

Sementara Bokuto, ia terus bergerak sambil menyemburnya hasratnya. Seakan ingin menguras isi biji miliknya pada Akaashi.

Perlahan gerakan brutal itu menjadi pelan, lebih lembut, dan berhenti dengan posisi masih beristirahat di dalam sana.

Hahh... Ahh.. Mmh...

Keduanya mengatur nafas lelah, Bokuto menengadah dan mendapati Akaashi terlihat begitu kacau. Hancur dan kelelahan hebat dengan begitu cantik.

Tubuhnya berkedut seksi, masih tersengat rasa nikmat. Ekor hitam melilit paha Bokuto. Kulit yang dipenuhi bercak cupang.

Pucuk dada yang bengkak seperti sepasang bibir ranum. Penis layu yang bocor di atas pusar, dengan cairan sperma Akaashi berada di mana-mana.

Mengotori sprei, menjadi genangan di atas perutnya sendiri, dada, dan sebagian mengenai wajahnya sendiri.

Matanya terpejam, wajahnya merah padam dibasahi peluh. Air matanya masih deras mengalir dengan ingus dari hidung bangir. Bibir merah yang membengkak terbuka memperlihatkan rongga merah mudah yang basah, meneteskan saliva dan membasahi bantal.

Seumur-umur, Bokuto tidak pernah melihat seseorang bisa membuat ekspresi yang begitu manis seperti ini.

Karena dirinya, karena sentuhan Bokuto.

"Keiji? Are you okay?" Bokuto meraih wajah Akaashi, di mana iris zamrudnya perlahan terbuka.

Menatap balik dengan genangan air.

"L-love yo--u💕"

Bokuto bersemu, dan ia segera mendekap erat Akaashi. Hanya dengan kalimat yang terdengar putus-putus itu, hatinya terasa berbunga.

Kebahagiaan merebak, dan Bokuto tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bersikap manis.

Bokuto mengecupi wajah Akaashi yang kelelahan.

"I love you too💕"

Tanpa sepengetahuan Bokuto, Akaashi tersenyum senang. Perlahan iris zamrudnya kembali tertutup, diiringi dengan rasa kantuk dan lelah yang begitu kuat.

.
.
.

"Kamu pakai kondomkan?"

Bokuto tidak tahus harus menjawab apa ketika Nenek Shirofuku berbicara begitu padanya.

Ini masih pagi dan ia mendapat awal percakapan yang aneh.

"Tidak perlu malu, kamu melakukannya dengan Akaashi-kun kan? Aku bisa mendengar rengekan erotisnya."

"A-ap--??" Bokuto merah padam, apa ia membuat Akaashi bersuara begitu keras tadi malam?

"Haha aku bohong, aku bisa mencium aromanya dari tubuhmu."

Tetap saja, jantung Bokuto masih berdetak kencang karena panik.

"Jika kalian ingin menyelenggarakan pernikahannya kalian bisa mendatangi tempatku." Nenek Shirofuku menunjuk toko bunga miliknya, di mana seorang lelaki dengan surai ayam hitam tengah berdiri.

"Mau masuk? Hari ini aku akan mengadakan pernikahan untuk pasangan lain."

Bokuto baru menyadari nenek Shirofuku tidak memakai pakaiannya yang biasanya, ia memakai setelan merah dan putih ala Miko kuil.

Mendekati lelaki yang ternyata berdiri dengan pasangannya yang sudah hamil tua.

"Astaga, kamu baru mau menikahinya setelah dia hamil? Bahkan rambutnya sudah sepanjang ini."

Bokuto melihat ke arah siapa Nenek Shirofuku bicara, pada seorang lelaki cantik dengan rambut sepundak berwarna puding. Perutnya cukup besar hingga pakaian yang ia kenakan tidak bisa menutupi.

"Kuroo tidak percaya aku bisa hamil meski lelaki, dan ia terus melakukan itu...."

"K-karena itu aku akan bertanggung jawab kan, Kenma? Jangan marah ya?"

Mengenyampingkan pasutri yang lagi ngambek, nenek Shirofuku menoleh pada Bokuto.

"Koutarou-kun." Dan tersenyum.

Bokuto tanpa pikir panjang segera berlari pulang, melesat masuk ke dalam kediamannya sendiri di mana Akaashi baru saja terbangun dari tidurnya.

Memakai kaos Bokuto, bertelanjang kaki.

"Kouta...?"

Bokuto segera mendekati Akaashi, menyibak kaos dan meraba perut kerempeng yang lebih muda.

"K-kou??" Akaashi dibuat salah tingkah dengan sikap Bokuto, belum lagi sensasi malu dari bagian bawahnya yang telanjang terlihat jelas.

"Apa... kamu akan hamil?"

Akaashi mengerjap, "Eh? Apakah aku...?"

Sejenak Akaashi terdiam, wajahnya perlahan memanas. "Tadi malam kamu..."

Tanpa dijawab Bokuto, Akaashi tahu perutnya dipenuhi sperma ketika cairan itu merembes membasahi paha dalamnya.

Akaashi gemetar, ia mulai ketakutan. Bagaimana jika... Bagaimana jika Bokuto meminta dirinya menggugurkan kandungannya--

"Kamu mikirin apa sih? Sampai nangis gini?"

Sebuah tangan yang kasar namun hangat menangkup sisi wajah Akaashi, mengusap bulir bening dengan ibu jarinya.

"A-aku--" Akaashi mencoba memutus kontak mata, dan ia mendapati Bokuto memeluk pinggulnya.

"Jika itu sungguhan, aku akan semakin bahagia."

Akaashi menengadah, menatap wajah teduh yang tersenyum padanya.

"Kamu ingat aku selalu sendirian bukan? Jika satu atau dua kehidupan lagi hadir, itu akan sangat menyenangkan bukan?"

Bulir bening semakin deras mengalir, Akaashi balas mendekap, terisak seperti anak kecil.

"Kou~💕 Kou~💕" Panggil Akaashi dengan wajah tenggelam pada dada bidang Bokuto.

"Keiji~💕" Bokuto semakin mendekap erat, mengecup ubun-ubun sang kekasih.

Meski sulit dipercaya, mungkin inilah alasan kenapa Bokuto selama ini masih sendiri. Karena takdir masih menyembunyikan Akaashi.

Begitu mereka bertemu dengan sedikit nafsu dan cinta, hubungan keduanya semakin terikat.

"Hyu!?" Akaashi memekik, sesuatu mencengkram bokongnya.

"K-kouta?"

"Iya?"

Dan remasan di bokong Akaashi semakin menjadi-jadi.

"Ihh, Kouta!" Protes Akaashi kesal karena terus diremas-remas.

Sementara Bokuto yang diomeli hanya memanyunkan bibir, "Ini masih pagi... boleh lagi ya?"

"Lagi?"

Bokuto menggendong Akaashi ala Bridal style, "Ho'oh mau lagi."

"Eh? T-tapi--" Dan Akaashi kembali dibaringkan di atas ranjang.

Dibuat merengek hingga matahari hampir tenggelam. Memenuhi punggung berotot kekasihnya dengan penuh cakaran.

*****

Author Note :

Aku tahu... baru hari apa kemarin bilang mau hiatus, mau fokus skripsweet... Tapi gimana ya lagi pengen 👉🏻👈🏻🥺

🤣 dahlah, yang pasti sampai april aku jarang muncul. Kalau ada notif update berarti rejeki buat kalian ಡ ͜ ʖ ಡ

Semua karna 22.02.2022, berbahagialah karena aku tidak tega melewatkan ide nackal di hari ini ಡ ͜ ʖ ಡ

Gimana? kaashxstar? Semoga suka ya :3 Buat yang lain kalau ada request komen aja oke?

Ahh, mungkin dari kalian bertanya-tanya kenapa dalam cerita yang ku buat aku suka membuat Akaashi selalu hamil. Itu... entahlah, memikirkan creampie Akaashi menggoda hati untuk membuatnya hamil.

See you on next chapter~

22 Februari 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro