Lokal AU (4)
"Ini rumas Mas?"
Akaashi menatap rumah mewah yang memiliki halaman luas di hadapannya dengan takjub.
Ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki di halaman rumah yang terkesan megah.
"Hmm? Bukan, ini rumah mertua ku."
Akaashi membeku, apa katanya tadi?
"R-rumah siapa?"
Bokuto mengerjap, lalu terkekeh sambil turun dari motornya.
"Jangan gugup, ayo masuk."
Bokuto berjalan di depan dan Akaashi mengekor.
Ribuan pertanyaan merayap di kepala Akaashi.
Bokuto-san sudah menikah?
Dia sudah punya istri?
Akaashi memang belum mengetahui apa-apa soal Bokuto, apa lagi soal keluarganya.
Dan lagi...
Kenapa ke rumah mertuanya? Bukan ke rumah orang tuanya?
Ditambah, bukankah ini terlalu dini?
Apa lagi mereka sesama jenis.
"Ummh..."
Akaashi dilanda kecemasan, ia berkeringat dingin dan meremas jari jemarinya dengan gelisah.
"Dek?" Akaashi tersentak kaget, Bokuto berada di hadapannya.
"I-iya Mas?"
Bokuto menangkup sisi wajah Akaashi, menatap iris zamrud yang bergetar.
"Shhh, ga papa, jangan takut, aku cuma kenalin kamu ke keluarga mantan istriku."
"Tapi buat ap--"
"Weh? Udah datang ko ga langsung masuk?"
Seorang wanita bersurai hitam legam berdiri di ambang pintu utama.
"A-ahh..." Akaashi lemas, ia takut.
Takut dirinya akan ditolak.
"Kayanya aku pulang sendiri aja Mas--"
Tepat ketika Akaashi berbalik, Bokuto meraih tangannya.
"Jangan, kamu harus masuk ke dalam dan mengenalkan dirimu."
"Mas, kita ga ada hubungan serius--"
"Ya karena aku juga belum nembak kamu."
Akaashi mengekor ketika tangannya ditarik, langkah kakinya semakin maju masuk ke dalam rumah.
"Biar sekalian di depan keluargaku."
Akaashi semakin kebingungan, sungguh. Bertahun-tahun bungkam mengenai menyukai sesama jenis, kini hubungan manis yang ia impikan akan diumbar di depan sebuah keluarga yang tidak ia kenal?
Dada Akaashi berdenyut sakit, ia kecewa dengan Bokuto yang begitu memaksa.
Akaashi hanya menunduk pasrah, mengikuti apa keinginan Bokuto.
"Koutarou? Siapa ini?" Seorang wanita paruh baya yang tengah menyesap teh.
Wanita yang tadi di depan pintu ikut bergabung, ia mengambil tempat duduk di sebelah si wanita paruh baya.
"Itu orang yang adikku ceritakan Tante."
"Apa ini pengganti anak gadisku?" Celetuk pria tua dengan mulut mengunyah biskuit Marie.
Pengganti? Akaashi semakin mengerutkan dahinya.
Bokuto menarik Akaashi untuk duduk di sampingnya, membuat mereka berlima duduk berhadapan.
"Ini orang tua Name, dan ini adalah kakak perempuanku, dia Wali pengganti orang tuaku."
Sambil meremas ujung kaos yang ia kenakan, Akaashi memberanikan diri untuk bicara.
"S-selamat sore, maaf... Saya Akaashi Keiji, kenalan Mas Kou--"
"Loh? Belum pacaran?" Celetuk Ayah Name.
P-pacaran? Blush! Wajah Akaashi memanas.
"Masih PDKT Mah, hehe~" Jawab Bokuto sambil menggaruk lehernya.
P-PDKT? Bokuto sudah meremas pantat Akaashi dengan sengaja.
"Kamu mahasiswa mana?" Tanya Ibu Name.
"Kampus XX, Program Studi Sastra, Bu." Akaashi mencoba menjawab dengan tenang.
"Ku dengar dari Kou, kamu hidup sendiri dengan bekerja jualan jamu ya? Mah, adik ipar nanti bisa bikinin jamu loh!" Kakak Bokuto mencolek pinggang Ibu Name dengan girang.
Sebentar, atmosfer ini membuat Akaashi heran. Bukankah ini tidak wajar?
Terlihat... Damai?
"Akaashi kan?" Akaashi mengangguk saat dipanggil.
Ayah Name menarik nafas dalam, sambil mencomot biskuit Marie ia menjelaskan.
"Sebenarnya kami tidak mempermasalahkan jika Kou ingin menikah lagi, mengingat anakku pernah berpesan agar Kou mencari pengganti dirinya."
"Selain itu, karena... Anakku sendiri juga sudah aneh, ditambah ia menikahi pria yang pernah dibully karena albino seperti Kou."
"Nak Kou dan kakak juga seperti anakku sendiri karena istriku berteman baik dengan ibu mereka, wajar jika aku mengenal kedua bocah ini dari mereka sejak kecil."
Syut! Akaashi tersentak saat dirinya ditunjuk dengan biskuit Marie.
"Aku tidak akan terkejut jika menantuku akan membawa seseorang yang mengejutkan seperti dirimu."
Clink. Cangkir teh yang disesap diletakkan di atas meja.
"Jika Nak Kou ingin meminta restu, kami mengizinkan saja, karena Name sudah berpesan mengenai pilihan Kou di masa depan."
Akaashi terdiam, ia mengerjap kebingungan.
"Tunggu, jadi..." Akaashi mencoba mencerna situasi.
"Apakah aku bisa..." Menyukai sesama jenis tanpa dipandang buruk?
"Keiji." Akaashi berjengit, tangan kanannya digenggam untuk kesekian kali.
"Apakah kamu mau hidup bersamaku?"
Bokuto menatap dengan teduh, membuat air mata Akaashi menggenang.
Sebuah cincin perak disematkan di jari manis.
"Tunggu, Mas kamu serius--" Bibir Akaashi dihentikan oleh telunjuk Bokuto.
"Just, say Yes or No?"
Akaashi mengusap matanya yang berair, nafasnya tercekat.
"Mmhmm..." Gumam Akaashi sambil mengangguk.
"Kenapa Dek?"
Akaashi mendongak, matanya merah.
"A-aku mau Mas..."
Bokuto tersenyum haru, ia segera mendekap Akaashi dengan erat tanpa memperdulikan orang lain di sekitar.
"Aku akan membuatmu hidup bahagia bersamaku, sungguh."
Akaashi balas mendekap, air matanya mengalir deras.
Siapa sangka hubungan romansa pertama yang ia dapatkan bukan hanya pacaran, melainkan sebuah ajakan untuk hidup semati.
.
.
.
"Lain kali datang lagi ya?" Ibu Name tersenyum.
"Nanti ajarin Ibu bikin jamu, katanya Kou jamu kamu enak." Bisik Ibu Name.
"Enggeh bu, nanti saya datang lagi." Akaashi tersipu malu.
"Okelah, Pak, Buk, sama Kaka, kami pulang dulu ya? Takut kemaleman, besok aku ada kerjaan pagi."
"Ya elah, lain kali hari libur aja main ke sini." Sahut Ayah Name sambil menepuk pundak Bokuto.
"Jangan ngebut Kou, kasian Dek Keiji." Kikik Kakak Bokuto sambil tersenyum genit.
Akaashi diam memerah, pasalnya kedudukan motor Bokuto cukup meresahkan.
Membuat bokong Akaashi menungging.
"Iish, engga ko, yodah pamit dulu ya!"
Bokuto menyalakan motor dan berlalu keluar dari halaman rumah itu bersama Akaashi.
Akaashi menganggukkan kepalanya sebelum benar-benar pergi jauh, seakan mengatakan permisi.
Ketiga orang itu masih mengantarkan kepergian BokuAka di depan gerbang hingga keduanya benar-benar tak terlihat lagi.
"Kalian sedang apa?" Seorang perempuan dengan setelan kemeja rapi berhenti di depan ketiganya dengan motor Scoopy miliknya.
"Ohh, tadi Kou nemuin calon istrinya." Jelas Kakak Bokuto.
Wanitu itu melotot.
"Apaa? Aku dah izin pulang duluan lo! Masa ga sempat??"
"Ya gimana dong Dek, Kou ada kerjaan besok jadi ga bisa pulang larut. Mah, Pak, aku balik dulu ya? Biasanya si bontot rewel kalo ku tinggal sama bapaknya aja."
"Hooh, tiati, jangan lupa pake senter hp mu, lampu jalan belum dibenerin Kou soalnya." Ayah Name menunjuk tiang listrik yang dimaksud.
"Paling besok dia kemari."
Setelah berpamitan, kakak Bokuto dengan gontai berjalan menembus gelapnya jalanan menuju rumahnya yang tidak terlalu jauh berada.
Yup, kaka Bokuto juga sudah berkeluarga dan sudah punya dua orang anak.
"Ish, cantik ga??"
Ibu Name dan Ayah Name saling pandang.
"Jujur sih, lebih cantik dari kakakmu."
Wanita itu menganga, ia dengan kesal menyesal tidak sempat bertemu Akaashi.
"Pengen liat Uke-nya Mas Kouuuu~!" Rengeknya, namanya juga adik Name. Juga suka konten BL.
.
.
.
"Dek, kamu marah ya sama Mas?"
Bokuto menatap Akaashi yang hanya diam sedari tadi, pemuda yang lebih muda darinya itu turun dari motor tanpa sepatah kata.
Bahkan sepanjang perjalanan Akaashi banyak diam dan sering tidak merespon pertanyaan Bokuto.
Saat ini mereka sudah di kediaman Akaashi, di depan pagar rumah.
"Engga... Aku cuma kaget aja Mas." Iris zamrud itu memerah.
Ah... Bokuto baru menyadari, sejak tadi Akaashi diam karena ia sedang menangis.
"Shhh... Jangan nangis, kamu nyesal sama cowo?"
Akaashi menggelengkan kepalanya.
"Aku engga nyesal, cuma ga nyangka aja cowo pertama ku sama Mas."
Bokuto menggigit bibir, gemas melihat Akaashi yang menangis.
"Udah, udah, jangan nang--"
Percakapan itu terputus, hujan tiba-tiba mengguyur dari langit malam.
ZRAAAAAAAAASH!!!
Saking lebatnya, detik itu juga pakaian mereka berdua basah kuyup.
"Mas Kou, neduh di dalam aja dulu!" Akaashi dengan panik membuka pagar rumahnya.
Bokuto mengangguk setuju dan mendorong motornya ke dalam halaman pagar rumah.
Begitu Bokuto masuk, Akaashi segera mengunci pagar rumah dan berlari menuju teras rumah.
Bokuto mengekor setelah memarkirkan motornya.
"........" Mereka saling pandang, tubuh mereka basah.
Akaashi memandang gelapnya langit, hujan mengguyur hingga genteng menimbulkan suara nyaring.
Belum lagi air hujan yang tampias.
"Mas Kou--"
"Hahh??" Bokuto tidak mendengar apa yang Akaashi katakan karena suara hujan.
Akaashi cemberut dan membuka maskernya yang juga basah, berteriak di depan wajah Bokuto.
"Neduh di dalam rumah aja! Hujannya juga bakal lama reda!"
Bokuto tersentak kaget dengan Akaashi yang tiba-tiba berteriak, ia memberi gestur jari oke dan mengekori Akaashi menuju pintu utama.
Krieee~t! Blam!!
Kini keduanya berada di dalam rumah Akaashi.
Saking basahnya, lantai keramik yang mereka pijak digenangi oleh air.
"Mas mandi duluan aja, kamar mandinya di belakang."
"Eh, kamu aja Dek, ntar kamu masuk angin."
Bokuto menyeka wajah Akaashi yang basah, bibirnya bergemeretak dan hidungnya memerah.
Akaashi kedinginan.
"Tapi Mas giman--"
"Ish, kalau ga nurut cipok nih."
Akaashi segera bergerak mundur, wajahnya merah padam.
"K-kalau mau kopi bikin aja sendiri." Akaashi sambil tergagap segera lari ke dalam kamar mandi.
Sebenarnya Bokuto tidak menduga reaksi Akaashi akan begitu.
Wajah ayu yang basah dengan rona merah.
"Gemesnya~" Bokuto nyengir kuda.
*****
Author Note :
Maaf ye lama up :')
Sebenulnya aku lebih suka Yaoi-Shounen Ai cuma 2D, jadi jangan kepikiran sekte R@gil dulu ya waktu baca ini🗿
12 Oktober 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro