Konoha's Story (1)
Ini hanyalah cerita dari Asteroid yang berada di sekitar Matahari dan Bumi.
"Akaashi! Your tosses are the best!"
Senyum cerah dengan iris emas yang juga ikut tersenyum.
"Thank you very much, Bokuto-san."
Sudut bibir plum itu juga terangkat, dengan iris zamrud yang menatap lurus dengan teduh.
Bagiku, kalian seakan-akan memiliki dunia sendiri yang hanya ditinggali oleh kalian berdua.
Dan aku, hanyalah batu meteor yang melintas sekedar lewat.
"You said my tosses was good, but you never said it was the best."
.
.
.
"Cukup, aku sudah lelah!"
Keluh pemuda bermata rubah dengan surai blonde pucat, mengatur nafasnya yang naik turun dengan membungkuk.
"Ehh? Ayolah sebentar lagi!"
Protes teman latihannya dengan surai kelabu, berjalan mendekat seraya mengelap keringat dengan kaos yang ia kenakan.
"Padahal tosmu bagus."
Manik coklat madu itu menengadah, melihat refleksi dirinya pada iris emas di atasnya. Ada rasa senang yang berdesir, ia tidak bisa menahan tawanya.
"Bokuto, yang lain juga ingin memakai lapangannya."
Kedua pemuda itu sedang melakukan latihan di luar dari kegiatan klub mereka.
Mereka harus berhenti latihan, karena anak-anak yang memakai gym hari ini mulai berdatangan. Mengingat mereka juga masih kelas 1, mereka tidak ingin berbuat macam-macam.
"Kalau begitu besok, kau mau melempar bola untukku lagi, Konoha?"
Senyum Konoha mengembang, mengiyakan.
Tidak terasa 1 tahun berlalu begitu saja, mereka yang tadinya anak kelas 1 kini menjadi anak kelas 2. Menjadi senior di klub voli dan membantu anak baru yang mulai ikut latihan bersama.
"Hei, Akaashi! Kau mau menemaniku berlatih sebentar?"
Bokuto menyapa seorang anak kelas 1 yang sedari tadi menarik perhatiannya dari awal.
"Tentu, Bokuto-san."
Konoha yang mendengar percakapan mereka cukup terkejut, karena biasanya sehabis Latihan Bokuto akan memintanya untuk...
"Sepertinya peranmu akan digantikan, Konoha." Kekeh Komi.
"Baguslah, dengan begitu aku bisa pulang lebih awal." Tawa Konoha merasa lega.
Benarkah demikian?
Lega?
Kau yakin?
"Akaashi, kan?" Konoha berdiri di ambang pintu kelas Akaashi, suatu keberuntungan anak yang dicari duduk di dekat pintu.
"Apa kau tidak lelah selalu ditempeli oleh Bokuto?"
Akaashi menatap dalam diam, ia menggeleng.
"Jika kau ingin terlepas dari Bokuto, beri tahu aku oke? Akan ku bantu kau."
"Hee? Kau tidak ingin mendapat imbalan dari itu?" Celetuk Komi yang bersamanya.
Tentu tidak, Konoha tahu Akaashi pun tidak akan pernah meminta bantuannya untuk terlepas dari Bokuto.
Akaashi malah menikmati energinya terbuang ketika bersama Bokuto.
Semenjak ada kehadiran Akaashi, Konoha tidak pernah menemani Bokuto lagi untuk latihan tambahan sehabis kegiatan klub.
Hingga Konoha menjadi kelas 3.
Bahkan dalam pertandingan, Akaashi selalu diletakkan pada posisi Setter utama menggantikan anak kelas 3.
.
.
.
"Vabo-chan keychain?" Celetuk Konoha saat melihat Akaashi memandangi sebuah keychain dalam genggamannya.
"Iya, Bokuto-san memenangkan permainan tembak menembak tadi, dia mendapatkan hadiah sepasang keychain. Kebetulan aku bersamanya, dia memberikan satu pasangnya padaku."
Akaashi masih memandang benda itu.
"Lalu kenapa Bokuto mempunyai 2 buah Vabo-chan pada keychainnya?"
Konoha melihat kearah Bokuto yang masih ber-Hey hey hey-pada teman-teman yang lain.
"Dia hanya ingin Vabo-channya."
Konoha mengunyah permen kapasnya dengan wajah datar, sudah jelas Bokuto hanya tertarik dengan Maskot-nya.
"Setidaknya, kau tidak dikasih dua buah Bola Voli."
"Awalnya ku pikir begitu, tapi Bokuto-san bilang dia ingin keychain pasangan."
Akaashi mulai memakan sosis yang sedari tadi ia genggam.
"Begitu..."
"Umm~"
Jawab Akaashi dengan mulut penuh mengunyah.
Iris coklat terang itu sekali lagi melihat ke arah Bokuto, menyipit dengan perasaan terluka.
Karena jauh sebelum mereka mendatangi Festival Kembang Api di musim panas hari ini, Bokuto pernah menawari Konoha untuk memiliki benda yang sama dengannya.
Saat itu mereka masih kelas 1 dan menghadiri kejuaraan Nasional.
Konoha dengan teman-temannya sedang berkeliling untuk membunuh waktu, saat itu Bokuto berjalan ke arah sebuah stand dan membeli kaos berwarna biru.
Bokuto mengajak Konoha untuk membeli pakaian yang sama sepertinya, dan Konoha menolak dengan alasan ia merasa baju itu tidak cocok dengannya karena terlalu mencolok.
Baju berwarna biru muda dengan sablon huruf kanji.
Jika saat itu ia mengiyakan apa kata Bokuto, apakah ia yang akan menempati posisi Akaashi?
Tidak, meski waktu kembali dan Konoha mendapatkan dadu yang bagus.
Akaashi sudah terpikat oleh Bokuto, itulah yang membuat kehadirannya ada di Fukurodani.
Menarik perhatian Bokuto darinya.
.
.
.
"Bokuto, kau jadi Kapten dan Ace sekarang." Tunjuk pelatih Takeyuki di saat mereka sedang melakukan pertemuan untuk formatur baru klub.
"Wohoooooo."
Sorak Bokuto bahagia.
"Siapa wakil kaptennya? Akaashi?"
Semua mata tertuju pada Bokuto, lalu Akaashi.
"Bukankah yang cocok Konoha?"
Kali ini semua mata tertuju pada Konoha.
"Tidak, aku tidak sanggup mengurus Bokuto seperti Akaashi."
Pada akhirnya kau menyesal
berkata demikian.
"Jika seorang Kapten, yang cocok menjadi pasangannya selalu Setter sebagai Wakil Kapten kan? Maka yang cocok di sini Akaashi."
"Kalau begitu, Akaashi? Kau mau?"
Tawar Bokuto.
"Umm, tentu."
Konoha hanya melihat dalam diam, hingga Washio berjalan mendekatinya.
"Kau yakin?"
Konoha mengernyit tidak mengerti.
"Kau selalu melangkah mundur ketika diberi kesempatan, ketika waktu bergerak maju kau selalu berjalan dengan penyesalan."
"Aku tidak menduga kau memperhatikanku."
Kali ini Washio hanya diam.
"Aku... sudah mencoba membunuh perasaanku sendiri, menjadi teman sudah cukup bagiku."
Konoha tersenyum pahit.
"Bisakah aku mengatakan aku akan bahagia dengan kebahagiaan mereka?"
Konoha dapat merasakan ada tepukan dipunggungnya, itu tangan Washio.
Tidak ada komentar.
Semua orang sudah tahu, bahkan di luar dari klub Voli ini.
Semenjak Akaashi memasuki Fukurodani dan Bokuto bertemu dengannya, mereka bagaikan pasangan paling sempurna yang keluar dari dunia fiksi.
.
.
.
"Jack of All Trades, Master of None is Back!!" Seru Komi.
Konoha baru saja membantu timnya untuk mengembalikan performa bermain mereka, dia yang biasanya menjadi Opposite Hitter kini menjadi Setter untuk sementara karena Akaashi sedang dalam keadaan buruk.
Ia tidak menduga, Akaashi yang sempurna itu pun nyatanya juga manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan.
Entah kenapa ia juga kesal dengan Bokuto.
"Oy, Bokuto. Bukannya karena kau sedang dalam performa baik kau-"
"Akaashi's not a giant baby like me."
Konoha tidak melanjutkan kalimatnya, ia tidak menduga Bokuto akan berkata demikian.
Ternyata masih ada sisi lain dari Bokuto yang ia tidak ketahui.
Bahkan di akhir pertandingan tim Fukurodani dengan Mujinazaka, ia dan teman-temannya menguping pembicaraan Sang Kapten dan Wakil Kapten mereka.
Akaashi yang selalu bersikap tenang memiliki pola pikir rumit, ia selalu takut mengambil langkah yang salah.
Ketakutan itulah yang membuat Akaashi terlihat sempurna.
Di saat Akaashi berada di titik terbawah, Bokuto berada di sisinya. Meyakinkan bahwa Akaashi merupakan orang yang lebih kuat darinya.
Semua orang termasuk Konoha memperhatikan, senyumnya tersungging puas.
"Mereka saling melengkapi, huh?" Celetuk Sarukui.
"Hahaha, ya mereka." Timpal Konoha mengiyakan.
Jika diumpakan sebagai Antariksa, Bokuto adalah bintang terbesar yang menyinari Bumi.
Membuat perasaan sedih dan kecewa terlepas dari Bumi yang suram, Akaashi si Cry Baby.
Konoha dan teman-temannya, hanyalah Asteroid yang mengelilingi mereka.
.
.
.
Waktu berlalu dan kini mereka menjadi orang dewasa yang menjalani kehidupan masing-masing, reuni mempertemukan mereka semua.
Setelah lulus, memang tidak semuanya melanjutkan untuk bermain di jalur professional. Di antara mereka ada Sarukui, Komi, dan Akaashi. Mereka memilih untuk menjalani kehidupan biasa tanpa Voli seperti yang lainnya.
Konoha sebenarnya cukup menyayangkan hal itu, namun karena satu dan lain hal ia mengerti bahwa tidak semuanya ingin menjadikan Voli sebagai bagian dari hidup mereka hingga akhir.
"Jika kalian ingin melakukan, jangan di sini." Tegur Konoha.
Semua orang yang tadinya riuh kebingungan, hingga mereka melihat ke arah sudut meja.
Akaashi dengan wajah tertunduk yang memerah terlihat bergetar, sedangkan Bokuto yang berada di sampingnya terlihat bengong.
Sebenarnya Konoha tidak melihat apa yang terjadi, entah kenapa instingnya hanya berkata bahwa kedua pria di sampingnya sudah cukup mabuk.
Bokuto menelusupkan tangannya ke dalam pakaian Akaashi, mengusap punggungnya. Sedangkan Akaashi mencoba mengeluarkan tangan Bokuto yang mengelus tubuhnya.
"Boku...to...san..." Geram Akaashi.
"Mmm~" Bokuto malah bergelayut dan mendekap Akaashi.
Pada akhirnya mereka pulang karena Bokuto yang sudah terlalu mabuk.
Setelah mengantarkan Bokuto dan Akaashi ke mobil Taxi, mereka semua mulai berpisah, hingga tersisa Konoha dan Washio.
"Apa kau masih kuat minum?"
"Aku masih ada pekerjaan besok, tapi jika kau ingin aku akan ikut."
"Baiklah."
Kedua pemuda itu melewati jalanan malam yang dingin bersama, langkah kaki mereka tertuju pada sebuah kedai di pinggir jalan.
"Bukannya kau bilang tidak ingin minum lagi?"
Konoha yang berada di sampingnya tengah meneguk Beer untuk kesekian kali, ini adalah cangkir kedua yang Konoha teguk di kedai itu.
"Kenapa mereka tidak bersama di Nasional?"
Washio menghela nafas, Konoha mabuk.
"Di SMA mereka seperti sepasang burung bodoh dengan cinta monyet, kenapa Akaashi tidak mengejar Bokutoooo??? Haaaaah??"
Jika dikatakan benci dan cinta itu tipis, maka memang demikian.
Semenjak Konoha merasa bahwa Akaashi adalah rival terkuat yang tidak bisa ia kalahkan, kini Konoha menjadi pendukung terkuat hubungan Sang Mantan Kapten dan Mantan Wakil Kapten mereka.
"Tatsuki-kun."
Washio menoleh, tidak biasanya Konoha akan memanggilnya begitu. Tangan Konoha terulur ke arahnya, mengusap helai rambutnya.
Dengan senyum khas orang mabuk, Konoha tertawa.
"Kau masih men-gel rambutmu ke atas, huh?"
"Ku pikir kau menyukainya."
Konoha menggembungkan pipinya, kesal.
"Itu masa lalu! Mm~nyem nyem..." Konoha tertidur.
Melihat itu, Washio segera membayar bon dan bersiap pergi mengantarkan Konoha pulang. Washio menggendong Konoha di punggungnya.
Bagi Washio, percakapannya saat mereka di SMA masih teringat jelas. Saat itu Bokuto berbuat jahil dengan mengubah gaya rambut Washio seperti dirinya, membuat semua orang tertawa melihatnya.
"Hahaha! Itu cocok denganmu!"
"Apa kau yakin?"
Konoha yang tengah menyeka air matanya mengangguk mengiyakan, semua orang tahu Konoha hanya bercanda. Nyata hingga kini, Washio mengikuti kebiasaan Bokuto untuk menyisir rambutnya ke atas.
Wataknya keras, riak wajahnya jarang berubah. Tipikal yang serius, begitulah Washio.
Dengan iris gelap yang terus memperhatikan lingkungannya, membuat ia bisa memahami situasi meski hanya dengan melihat. Memahami apa yang dirasakan Konoha sedari dulu.
Ya, bahkan hingga kini Washio selalu memperhatikan Konoha.
Konoha yang hanya terfokus pada Bokuto dan Akaashi tentu tidak menyadari akan adanya Washio yang ikut menjadi Asteroid di sekitar Matahari dan Bumi.
"Aku harap mereka bahagia."
"Tidakkah kau ingin berharap untuk kebahagiaanmu sendiri?"
Washio dapat merasakan tangan Konoha semakin erat memeluknya.
"Meski aku pernah menjadikanmu pelarian?"
"Meski kau pernah melihatku sebagai Bokuto."
Konoha menenggelamkan wajahnya, menutup air matanya yang perlahan keluar.
"Terimakasih..."
Washio menengadah, ia tersenyum lebar. Penantian panjang membuahkah hasil?
"Apa itu artinya nanti kita bisa kencan?"
"Mmh~ ya."
Konoha mengusap matanya yang sebab, meski ia tahu Washio bersikap pura-pura tidak tahu.
"Tatsuki-kun."
"Hmm?"
"Kau ingin bermalam?"
"Tentu."
Tidak ada salahnya melangkah maju.
*****
Author Note :
ಥ‿ಥ yang sedih-sedih bukan gayaku, ya?
Btw buat yg bingung kenapa dialog BokuAka ku taroh di kanan, biar nunjukin kalo Konoha menganggap mereka berbeda dengan yg lainnya gitu.
Kayanya di Book ini aku jadiin Fanfict dengan alur yang menyakitkan atau toxic aja, di sebelah yang full happy hour time.
Ukey, see you on another chap.
30 September 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro