Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Even The Death Can't Separate Us

Hahh... Hahh... Hahh....

Nafas mereka tersengal, dengan kaki yang terus bergerak maju tanpa tahu sudah sejauh mana mereka berlari.

"Akaashi! Cepat!"

"Bokuto-san--hhh aku tidak kuat lagi--hh"

Air mata Akaashi menggenang, kakinya sudah tidak kuat untuk berlari.

"Sebentar lagi!" Sahut Bokuto tanpa menoleh, pandangannya lurus ke depan.

Bergerak liar mencari tempat bersembunyi.

Graaaahhh... Geraman lirih mengikuti mereka dari belakang, di mana gerombolan mayat hidup tengah mengejar.

Tap. Tap. Tap.

Mereka berlari menuju sebuah gedung yang sudah terbengkalai, menapaki 2 anak tangga sekaligus menuju lantai atas.

Bokuto mengedarkan pandangannya, gedung ini sepi.

Tapi belum tentu tidak ada sesuatu di dalamnya.

"Tunggu di sini!"

Bokuto melihat ke dalam sebuah ruangan, di mana ruangan itu cukup berantakan dengan berbagai perabotan yang ada.

Dengan tongkat baseball di tangan, Bokuto berjalan masuk untuk mengecek ruangan tersebut.

"Akaashi, kita bisa sembunyi di sini untuk sementara--"

Iris emas itu membelalak, di belakang Akaashi ada seseorang dengan mulut penuh darah.

Grrrhhh...

.
.
.

If i were a zombie
I'd never eat your brain

I'd just want your heart
Yeah, i'd just want your heart

Just want your heart
'Cause i want ya

.
.
.

"Bokuto-san... Maafkan aku..." Akaashi meraung, ia menangis sejadinya.

Menatap lawan bicaranya yang tengah duduk terkulai lemah.

Akaashi tentu menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada Bokuto.

Ya, Bokuto telah terinfeksi.

"Akaashi...."

Senyum secerah mentari masih terpantri meski rasa sakit menjalar di sekujur tubuh.

"Aku senang kamu bisa selamat."

Bokuto duduk bersandar pada pintu yang baru saja ia kunci, di mana para zombie menggeram dari sisi lainnya.

Lengannya tercabik, membuat tetesan darah membanjiri lantai.

Waktu Bokuto sudah sedikit.

"Akaashi, tetaplah bertahan hidup."

Akaashi semakin menangis, dadanya sakit. Hanya jeritan yang keluar dari bibirnya, ia tidak mau bintang yang ia puja berakhir seperti ini.

Semua karena wabah zombie sialan ini.

Akaashi mengusap air matanya, giginya bergemeretak penuh amarah.

"Bokuto-san, aku tidak ingin pergi."

Mendengar itu Bokuto tertawa, dengan wajahnya yang pucat pasi.

"Akaashi~ kau tertarik dengan bondage?"

Bokuto membayangkan dirinya tidak akan menjadi orang yang sama lagi.

Di mana jiwanya pergi dan jasadnya hidup terus menerus hingga membusuk menjadi tulang belulang.

Terikat dan terkunci dengan rasa lapar tanpa akhir.

Mengiringi langkah sang kekasih yang masih hidup kemana pun ia pergi.

"Aku tidak masalah dengan itu, tapi ku rasa kau harus memotong wajahku, jika tidak kau juga akan terinf--"

Jika dirinya telah menjadi Zombie, apakah ia masih bisa melindungi sang kekasih?

Bokuto mengerutkan alisnya, ia mulai merasa takut.

Bagaimana jika dirinya yang menyerang Akaashi?

Iris emas itu menatap ke arah belati kecil yang selalu berada dalam genggaman Akaashi.

Bokuto menggenggam tangan Akaashi dan pisau itu bersamaan.

"Bunuh aku sekarang, ketika aku masih memiliki sisi manusia ini."

Iris zamrud itu yang memerah itu hanya menatap kosong, senyum tipis tersungging.

"Bokuto-san, jika kehilangan akal sehatku tetap membuatku dapat terus bersamamu... maka aku tidak masalah."

Akaashi melepas belati itu dan menggenggam erat tangan Bokuto.

Pundak yang saling menempel, duduk bersebelahan dalam ruangan gelap yang hanya diterangi oleh cahaya bulan.

Keduanya tersenyum.

"Kamu yakin?" Suara Bokuto bergetar, jujur ia ketakutan jika harus sendirian.

Bokuto juga tidak mau meninggalkan Akaashi di luar sana sendirian.

Bokuto menoleh, Akaashi bersandar pada pundaknya.

"Jika itu terjadi tolong jangan kasar."

Bokuto terkekeh, "Aku tidak bisa menjanjikan hal itu, dan jika pun aku jadi Zombie aku tidak akan memakanmu."

Akaashi berjengit saat dadanya disentuh, di mana telunjuk Bokuto mengacung.

"Karena yang ku mau hanya hatimu."

Akaashi tersipu dan tertawa kecil, ia tersenyum pada Bokuto.

"Bahkan jika suatu hari nanti aku dipenuhi oleh belatung, apakah kamu masih akan mencintaiku Kou?"

Bokuto menggigit bibirnya menahan jeritan, ini pertama kalinya ia mendengar Akaashi memanggilnya dengan nama kecil.

"Bahkan jika dihari itu tidak ada bibir yang bisa ku kecup, aku masih akan mencintaimu, Ji."

Senyum yang terlihat hangat namun memilukan.

Keduanya memutuskan jarak, saling mendekap erat.

Bibir mereka saling menempel, diiringi dengan air mata yang kembali mengalir.

.
.
.

Akaashi sama sekali tidak tidur, ia terus terjaga untuk melihat perubahan Bokuto.

Air matanya mengalir setiap kali melihat Bokuto kesakitan dalam tidurnya.

Hingga tubuh yang lebih besar itu berhenti gemetar.

Akaashi bisa merasakan genggaman pada tangannya menguat.

Hari sudah pagi dan Bokuto telah menjadi zombie.

"Bokuto-san..." Akaashi memejamkan matanya, ia sudah menyiapkan hatinya.

Ketika wajah pucat penuh darah yang menggeram itu mendekat, Akaashi menahan nafas.

Hingga sesuatu yang terasa lunak menyentuh bibir Akaashi.

"Eh?" Akaashi membuka matanya, Zombie Bokuto menciumnya.

Bibirnya diemut, seperti ciuman pada umumnya hingga....

"AAAKH!!!" Akaashi memekik bibirnya digigit hingga berdarah.

Sakitnya bukan main, bibir Akaashi seakan disobek.

"Tenang, Keiji... Dia masih Bokuto-san..." Akaashi menguatkan dirinya.

Hahhh... Hahhh.... Graaahhhh...

Deru nafas beraroma kematian menyapa indra penciuman Akaashi. Wajah Zombie Bokuto bergerak mundur, tindakannya tidak seagresif zombie pada umumnya.

Dia terkesan... berbeda.

Meski begitu, tubuh Akaashi bergetar dalam rasa takut.

Grauk. Akaashi melotot, perpotongan lehernya dikunyah.

Bersamaan dengan tubuhnya yang didorong jatuh, ditindih oleh Zombie Bokuto.

Sambil mendekap punggung tegap sang kekasih yang tengah memakannya.

Akaashi menjerit dalam sakit, tangisnya meraung di antara suara kunyahan.

Grauk. Pcak. Pcak. Grauk. Grauk.

Dan tanpa sepengetahuan Akaashi, Zombie Bokuto juga tengah menangis.

Entah kenapa.
.
.
.

Di antara para penyintas yang selamat, mereka bercerita pernah bertemu dengan sepasang Zombie yang bergandengan tangan.

Keduanya masih memakai seragam sma, dengan tubuh yang busuk penuh belatung.

Berjalan tanpa tentu arah.

Uniknya, mereka mengabaikan manusia yang mereka temui.

Seakan tidak peduli dengan daging segar yang menggiurkan untuk dimakan.

Sikap mereka juga tidak agresif, bahkan menjauh jika didekati oleh manusia biasa.

Hingga daging terlepas dari kulit, kedua Zombie itu masih bergandengan tangan.

*****

Author Note :

Mau lebih gore di mana Bokuto dengan brutal memakan Akaashi, takutnya Zombie Akaashi makin ceking jadi ga jadi.

Cuma ku tuliskan kalau Zombiekuto engga barbar (。•̀ᴗ-)✧

Besok 31 Okt alias Halloween, ku harap aku sempat bikin cerita lagi buat rayain Halloween.

Mau angkat tema Bokutowl sama Zombiekasshi tapi ada adegan ranjangnya, ehe ( '◡‿ゝ◡')

30 Oktober 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro