Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Body and Money 💵 (1)

BokuAka Yakuza AU~✨

*****

"Akaashi, habis ini kerja part time lagi?"

"Ehh? Jadi ga bisa ngumpul dong?"

"Maaf ya? Lain kali saja."

Akaashi menghela nafas, sebenarnya ia merasa tidak enak saat menolak ajakkan teman-temannya.

Tapi, mau bagaimana lagi?

Semenjak hidup sebatang kara setelah kematian orang tuanya, Akaashi tentu harus bekerja untuk makan sehari-hari.

Karena itu, setelah pulang kegiatan klub Akaashi akan bekerja part time sebagai kasir di sebuah toko swalayan.

Meski iri dengan teman-temannya yang bisa bersenda gurau lebih lama, Akaashi menguatkan dirinya.

Mereka baru saja selesai bertanding di kejuaraan Nasional, dan dari pagi Akaashi sadar kalau ia sedang diperhatikan.

Ada seorang pria yang memakai kemeja hawaii motif bunga berwarna biru terang, dengan celana pendek selutut berwarna hijau army, serta sendal jepit.

Tubuhnya besar dan atletis, wajah rupawan dengan rambut putih kelabu yang jabrik, alis tebal menukik, senyum sarkastik, dengan iris mata emas yang menatap pada Akaashi.

Entah kenapa Akaashi merasa pernah melihat orang itu berada di pemakaman ibunya.

Melihat Akaashi sadar diperhatikan, pria itu akhirnya melambaikan tangannya pada Akaashi.

Awalnya Akaashi ragu, tapi pada akhirnya ia mendekat dengan berpikir mungkin saja orang itu teman orang tuanya dulu.

"Sudah mau pulang, Akaashi-kun?"

Suara pria itu sangat maskulin, membuat bulu roma Akaashi berdiri.

"Kalau boleh tahu bapak siapa?"

Pria itu tertawa keras, membuat keduanya menarik perhatian orang di sekitar.

"Jangan panggil bapak, aku baru 36 tahun."

"Erm... Om?"

Pria itu menggigit bibirnya, menahan tawa.

"Panggil aku Bokuto-san saja, aku teman masa kecil ibumu saat kami masih jadi tetangga, yah walau dia sudah sma dan aku masih sd saat itu."

Akaashi mengangguk mengiyakan.

"Kamu habis ini langsung part time ya? Udah 18?"

Akaashi mengangkat alisnya, bagaimana pria ini tahu ia bekerja?

"Iya, dan sebenarnya desember nanti baru 18."

"Humm, soalnya kemarin ada lihat kamu jaga kasir."

Ohh, pernah jadi pelanggan toko.

Keduanya masih berjalan menyusuri lorong menuju pintu keluar.

Akaashi merasa Bokuto semakin dekat padanya, pria itu memang lebih tinggi darinya, Akaashi hanya setinggi dadanya.

Padahal untuk anak sma, Akaashi yang setinggi 183 cm sudah cukup tinggi. Seberapa tinggi Bokuto?

"Kerja lebih dari itu ada?"

Akaashi bersemu, mulai mengerti maksud kedatangan pria ini. Bokuto bahkan menanyai usianya kan?

Namun, Akaashi mencoba bersikap polos.

"Maksudnya?"

Akaashi mengerucutkan bibirnya, segepok uang disodorkan di depan wajahnya begitu saja.

Dengan senyum sarkastik, Bokuto merangkul leher Akaashi.

"Perlu uang kan? Tenang, aku kalau suka seseorang ga bakal ku kasih ke lain."

Wajah Akaashi semakin memanas saat ceruk lehernya disesap.

"Kamu mirip sekali dengan ibumu, bagaimana aku tidak jatuh hati?" Bisik Bokuto.

Akaashi segera mendorong Bokuto menjauh, bulu romanya berdiri.

"Aku cowok, kamu juga!"

"Oya? Terus kenapa?"

Bokuto menndekat dan mengukung Akaashi di antara tembok.

"Dengar Akaashi-kun, ga ada yang merasa dirugikan kalau kamu sepakat, kamu kerja dapat duit, dan aku mendapat pelayananmu."

Senyum manis Bokuto mengembang, setelah memasukkan uang itu ke dalam tas Akaashi, Bokuto merogoh kantong celananya dan mengeluarkan sebuah benda.

Smartphone plus charger.

Benda itu kini dalam genggaman Akaashi, setelah menyerahkan semua itu, Bokuto berjalan pergi.

"Hubungi aku kalau kamu tertarik, bye bye~"

Akaashi sama sekali tidak bersuara, ia hanya diam dengan tubuh berkeringat dingin.

Masih menatap Bokuto yang kini berjalan dikawal oleh dua orang pria berjas hitam, masuk menuju sebuah mobil yang terkesan mahal.

Akaashi kembali menatap smartphone di tangannya, sudah menyala dan memiliki sim card.

Hanya ada satu nomor kontak dengan nama Bokuto Koutarou.

Boku...to?

Akaashi sekarang ingat, itu adalah nama yang selalu ibunya ceritakan.

Nama keluarga Yakuza yang cukup kuat dan terkenal di daerah Tokyo, dan mengenai ibu Akaashi, dia seorang prostitusi.

Meski mendapat bayaran besar hanya sekedar berciuman dengan salah satu anggota keluarga itu, ibu Akaashi selalu tidak mau mengajak Akaashi kecil ke tempat kerjanya.

Semenjak ibunya tiada, apakah Akaashi yang sekarang menjadi target?

.
.
.

Baru beberapa menit Bokuto di dalam mobil, ia mendapat telfon dari Akaashi.

"Tak ku duga, cepat sekali kamu menghubungi--"

"Aku mau."

"......."

Bokuto melongo, ia sekali lagi menatap layar handphonenya, lalu mengorek kupingnya.

"Apa? Bisa kau ulang--"

"Aku bilang aku mau."

Bokuto tidak salah dengar, Akaashi memang bicara begitu.

"Baiklah, kita bahas nanti saja oke?"

"Hu'um.." Telfon pun dimatikan.

Bokuto tidak menduga ia akan mendapatkan mangsanya semudah ini.
.
.
.

Setelah Bokuto kembali menjemput Akaashi, keduanya berada di kediaman pribadi Bokuto.

Sebuah apartmen mewah dengan fasilitas lengkap.

Akaashi saat ini berada di dalam kamar mandi, membersihkan diri.

Iris zamrudnya menatap teduh pada genangan air di bawahnya.

Apakah keputusan Akaashi sudah tepat?

Kalau dia dibuang apa yang akan terjadi?

Bagaimana sekolahnya nanti?

Air mata Akaashi bercampur dengan air shower yang mengguyur.

Padahal Akaashi ingat, ibunya sendiri tidak ingin bekerja sebagai PSK untuk bertahan hidup.

Dan sekarang?

Demi sesuap nasi, Akaashi melewati jalan yang kotor.

.
.
.

"Imutnya~"

Akaashi baru selesai mandi, ia memakai Seifuku yang sengaja disiapkan untuk Akaashi pakai sehabis mandi.

Seifuku model sailor berwarna hitam dengan rok selutut, dan dasi pita berwarna merah.

Akaashi juga memakai stocking hitam pekat, dan jepit rambut berbentuk onigiri.

"Duduk sini~" Bokuto menepuk sisi kasur di sampingnya.

Dengan wajah bersemu, Akaashi mendekat dan duduk di samping Bokuto.

"B-Bokuto-san..." Iris zamrud itu mengerjap malu-malu saat pinggulnya di dekap.

"Bukan Bokuto-san, panggil aku sensei~"

Bokuto tersenyum sambil membenarkan posisi kacamatanya, entah sejak kapan Bokuto berganti pakaian dengan kemeja biru polos dan celana kain berwarna cream.

"S-sensei..." Wajah Akaashi semerah tomat.

Bokuto membawa Akaashi naik ke tengah kasur, kali ini Akaashi duduk membelakangi, di atas pangkuan Bokuto.

"Pernah sama cowo sebelumnya?"

Akaashi menggeleng, melakukannya dengan perempuan pun belum pernah.

"Jijik?" Kali ini Akaashi hanya diam membisu.

"Tenang saja, nanti juga suka ko."

Akaashi berjengit saat stocking yang ia kenakan disobek, membuat kulit pahanya terekspos.

"Mmmng~" Akaashi mengerang geli.

Bokuto menjamah kedua paha Akaashi, meremas daging kenyal yang padat.

Tangan Bokuto semakin bergerak naik, Akaashi menahan nafas.

"Ohh, kamu pake juga ya?"

Rok yang dikenakan Akaashi disingkap, membuat celana dalam segitiga yang Akaashi kenakan terlihat.

Karena itu celana dalam khusus wanita, membuat daerah selangkangan Akaashi terlihat jelas menonjol.

"Uuungh~" Akaashi lagi-lagi tersentak, Bokuto merobek celana dalam yang ia kenakan begitu saja.

Setelah membuat daerah bawahnya benar-benar polos, penis berukuran biasa berwarna sedikit gelap, dengan kepala penis berwarna pink cerah itu terekspos.

Bokuto menuangkan lube pada penis layu Akaashi.

Akaashi lagi-lagi mengerang, cairan itu terasa dingin.

"Hey, lihat sini."

Akaashi menoleh, air matanya menggenang.

"Mghu?!" Bibir Bokuto menempel.

Akaashi mencoba merapatkan bibirnya, membuat Bokuto menggigit bibir Akaashi.

Akaashi reflek membuka mulut, Bokuto tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia menelusupkan lidahnya masuk dan membuat ciuman semakin panas.

Tangan Bokuto juga mulai memompa kejantanan Akaashi.

Akaashi yang sedari tadi mencoba mendorong Bokuto itu tidak ingin sampai terbawa nafsu, terangsang karena sentuhan pria asing.

Namun sial, Bokuto membuat kejantanan Akaashi mengeras.

Tautan bibir itu terputus, tapi tidak dengan tangan yang mengocok kejantanan Akaashi.

"Masih jijik?" Akaashi hanya diam mengap-mengap meraup oksigen.

"N-noo!!" Akaashi menggeliat saat Bokuto mendekati holenya, menekan jari berlumur lube.

Akaashi lagi-lagi mengerang, Bokuto menyerang perpotongan lehernya.

Beriringan dengan jari tengah yang menelusup masuk ke dalam hole Akaashi, menekan dinding rektum yang mengetat.

Apa yang Akaashi rasakan benar-benar asing baginya, meski dulu ia pernah masturbasi, rasanya sangat berbeda saat Akaashi melakukannya sendiri.

Apa lagi perasaan aneh saat bokongnya dicolek-colek, dan ketika Bokuto menambahkan jari manisnya ke dalam sana, Akaashi semakin merasa gelisah saat dua jari itu mengocoknya.

Perasaan aneh itu... terasa nikmat. Apa lagi ketika jari Bokuto dengan sengaja menekan berulang kali di daerah dinding hole yang dekat area buah zakar.

Bibir Bokuto terus meninggalkan noda kemerahan, kali ini mengecup permukaan kuping Akaashi, menjilat area sensitif yang Akaashi sendiri tidak tahu ia merasa geli di sana.

"Nnngh~♡ Anngh~♡" Bokuto menggigit daun kuping Akaashi.

Kedua tangan Bokuto cukup sibuk, mengocok penis dan melebarkan hole Akaashi dengan gerakan menggunting.

"Ahh~♡ Stop~♡ Angh~♡ Nnhh~♡ Noo~♡"

Gerakannya semakin cepat, membuat Akaashi mencapai puncak hasratnya.

"Ngh~ aaangh~❤️"

Akaashi menyemburkan spermanya, masih dengan penis dan hole yang dikocok.

"Wow, you're still cumming!"

Tubuh Akaashi mengejang kuat, Bokuto masih memberikan stimulus di daerah selangkangannya, membuat sperma terus muncrat keluar dari penis Akaashi yang dikocok.

"Stop! Aaah! Pleas--Aaangh!!"

Akaashi merengek, meremas kuat lengan Bokuto agar berhenti dari mengocok penis dan holenya yang sama-sama begitu basah.

Rasa nikmat ini terlalu berlebihan!

"Kalau jijik kayanya cuma dimulut, hmm?"

Bokuto akhirnya berhenti, membuat Akaashi terkulai lemas, bersandar pada dada Bokuto.

"Uuhmm??" Mata Akaashi setengah terpejam.

Ada sesuatu yang mencolek-colek bokongnya.

Iris zamrud itu akhirnya terbuka dengan sempurna, Bokuto sedang mengarahkan penis pada hole Akaashi.

Akaashi meneguk ludah, benda sangat berbeda dengan miliknya.

Tebalnya dua kali lipat milik Akaashi, juga lebih panjang, ukuran 9 inci dengan urat yang menonjol di sekeliling batang penis yang melengkung naik, dan kepala penis berwarna kemerahan yang meneteskan precum.

"Nnnh~~" Kepala Akaashi dicengkram, bibirnya kembali dicumbu.

Membuat Akaashi tidak bisa melayangkan kalimat protes pada Bokuto.

Akaashi mencoba berontak saat kepala penis Bokuto menempel, mendorong masuk.

Iris zamrud itu semakin berair, sensasi asing yang mengisi holenya semakin membuat Akaashi gemetar takut.

Begitu kepala penis Bokuto sudah masuk, Bokuto menghentakkan pinggulnya dan membuat seluruh batang penisnya memasuki Akaashi.

"Ggghuu--" Mata Akaashi berputar, hampir putih semua.

Rasa sakit yang mengerikan menyerang bokongnya.

Masih dengan bibir yang dicumbu, Akaashi lemas dalam dekapan Bokuto.

Bokongnya terasa sesak, perih, Akaashi menangis dalam diam. Tak punya tenaga lagi untuk menjerit.

"Mmgh--" Akaashi mengerang sakit.

Bokuto mulai menggerakkan pinggulnya, meski gerakannya lembut, Akaashi masih merasa sakit.

"It's hurt! It's hurt--hiks! Pull it out!"

Walau Bokuto mencumbu lidahnya ataupun memilin puting, dan mengocok penis, Akaashi sama sekali tidak merasa nikmat.

Akaashi kesakitan, perutnya juga terasa mual. Hingga...

"Uuungh~♡" Bokuto menekan prostatnya.

Melihat Akaashi yang mulai menikmati, Bokuto semakin gencar mengocok hole Akaashi.

"Angh~♡ noo~♡" Erangan Akaashi meninggi.

Bokuto menyerang perpotongan lehernya lagi, meninggalkan jejak kemerahan.

Bokuto menarik wajah Akaashi ke depan.

Di mana ada sebuah cermin raksasa yang sengaja dipasang menghadap kasur.

"Shh, you said no is a lie right? See? You like it."

Akaashi terperangah melihat pantulan dirinya

Wajah yang bersemu belepotan air mata, ingus, dan saliva. Kedua kaki yang mengangkang, penis tegak mengeluarkan sperma yang tiada henti, dengan sebuah penis yang terus mengocok bagian dalam bokong.

Akaashi terlihat... menikmati.

"N-noo-- hiks--" Akaashi terisak, ia menutupi wajahnya.

Merasa malu dan kotor.

Bokuto hanya tertawa dan terus menggerakkan penisnya keluar masuk semakin cepat.

Nafsu Bokuto meninggi melihat Akaashi yang memohon dan menangis padanya.

Ada kesenangan tersendiri bagi Bokuto melihat Akaashi tersiksa secara psikologis karena kekerasan seksual yang ia lakukan.

"N-noo! At this rate i'll cum by Bokuto-san's cock--" Batin Akaashi menjerit.

"Hiii~❤️❤️❤️"

Dan benar saja Akaashi mengejang, sepercik sperma muncrat dari penis Akaashi yang bergoyang.

"Nhhh--" Bokuto tentu kena efeknya, hole Akaashi semakin menjepit.

Iris emas itu terus tertuju pada wajah Akaashi yang terlihat kacau, terlena akan rasa nikmat yang menyetrum tubuh.

Lalu melirik ke arah cermin, di mana selangkangan keduanya bercumbu.

Di mana penis Akaashi yang setengah mengeras dan menenteskan sperma bergoyang karena momentum. Serta penis Bokuto terus bergerak keluar masuk dari hole Akaashi yang baru saja ia cicipi.

Karena ini pertama kalinya Akaashi melakukan anal sex, hole Akaashi cukup kecil dan sempit. Membuat Penis Bokuto yang lumayan besar dan tebal terlihat menyesakkan saat bergerak masuk.

"Ughh~♡ Aaaauggh~♡"

Bokuto terus menyodok prostat Akaashi berulang kali tanpa henti.

Sambil mencengkram dan melebarkan paha Akaashi, membuat penis Bokuto semakin melesak lebih dalam.

"Cum~ cum~"

"Nnooo~!!!" Akaashi menjerit saat penis di dalamnya mulai berkedut dan semakin membesar.

"Pleas--hiks! Don't inside--Angh--Hiks!!"

"What are you? Woman? I came inside won't make you pregnant!"

"Don't insid--AAAAANGHHH~♥"

Akaashi menggeliat, Bokuto menekan penisnya begitu dalam, membuat perut Akaashi tertekan.

Sekali hentakan kuat, Bokuto menyemburkan hasratnya di dalam Akaashi begitu banyak, bahkan ada yang merembes keluar.

Akaashi terkulai lemah, tubuhnya berkedut nikmat, perutnya terasa sangat panas.

"Uuuh... hiks.."

"Aw, so good~"

Akaashi yang tidak punya tenaga diturunkan dari pangkuan Bokuto, ia dibuat menungging.

Akaashi bisa merasakan sperma hangat itu menetes keluar dan membasai pahanya, membuat tubuhnya terasa gatal dan kotor.

Akaashi menyesali pilihannya sekarang, dan ia sudah tidak bisa menarik persetujuannya lagi.

Bokuto menjilat bibirnya yang terasa kering, bersiul sambil menarik pipi bokong Akaashi, membuat hole merah yang basah itu berkedut nakal.

"One more~"

"N-noo!" Akaashi mencoba merangkak pergi, dan Bokuto menahannya dengan mudah.

"Aaagh❤️ Aaaangh❤️❤️ Mmmghhh❤️❤️❤️"

Akaashi menjerit sejadi-jadinya, Bokuto kembali menyetubuhinya.

Tanpa aba-aba, setelah masuk Bokuto langsung menggenjot lubang Akaashi dengan tenaga penuh.

Membuat tubuh kecil Akaashi tersentak-sentak, penisnya yang setengah mengeras pun bergoyang karena momentum Bokuto.

Cairan sperma yang tadinya mengisi hole Akaashi juga merembes keluar, membuat decak basah yang terdengar menjijikan seakan bersahut-sahutan dengan desahan lirih Akaashi.

Bahkan Akaashi bisa merasakan buah zakar Bokuto melambung dan ikut menampar buah zakarnya, saking begitu kuat dan dalamnya Bokuto memasukkan penisnya hingga ke pangkal.

Sungguh, Akaashi sudah sangat kelelahan. Setelah pertandingan voli yang cukup panjang, ia harus memuaskan nafsu pria dewasa dengan stamina prima.

Dengan rasa nikmat di daerah selangkangan, kesadaran Akaashi perlahan memudar.
.
.
.
Esok harinya, Akaashi di antarkan pulang.

Akaashi menjalani harinya seakan kejadian itu tidak ada, ia ke sekolah seperti biasa, walau ia berhenti bekerja di toko swalayan (permintaan Bokuto).

Hanya satu yang berubah, Bokuto yang selalu ada menjemputnya setiap pulang sekolah di depan gerbang.

Akaashi pikir ia harus setiap hari memuaskan Bokuto, nyatanya tidak.

Hanya di saat tertentu Bokuto ingin karena terpancing--karena sikap Akaashi yang menggemaskan katanya. Dan di mana Bokuto ingin.

Tak peduli tempat umum atau kemungkinan dipergoki, Bokuto akan meminta Akaashi untuk memuaskannya, atau mengerjai Akaashi secara seksual.

Akaashi kadang diajak berkeliling ke wahana bermain, berbelanja, bahkan mengikuti rapat keluarga Yakuza yang Akaashi rasa ia seharusnya tidak berada di sana.

Akaashi mengira Bokuto hanya akan memanfaatkan tubuhnya, dengan bayaran tinggi yang jika dikumpulkan bisa dipakai untuk biaya kuliah kedokteran.

Perhatian Bokuto... membuat Akaashi terhanyut.

Awalnya Akaashi tidak ingin bergantung pada pria hidung belang yang memanfaatkan tubuhnya, hanya saja Bokuto selalu ada di sisinya.

Ketika Akaashi sakit, hanya demam, Bokuto dengan panik membawa Akaashi ke rumah sakit. Menemani Akaashi belajar hingga larut malam, tak jarang membantu Akaashi mengerjakan pr.

Walau di akhir kegiatan tak jarang Akaashi akan dibuat mengerang karena nafsu Bokuto.

Akaashi tersadar akan posisinya saat melihat Bokuto minum bersama wanita cantik dan seksi.

Ia hanya sekedar alat pemuas nafsu, dan Akaashi yakin itu.

Takkan ada cinta yang bersemi di antara pria.

.
.
.

Hubungan rahasia ini berlanjut hingga Akaashi lulus sma, lebih tepatnya saat Akaashi kuliah dan sudah berusia 20 tahun.

Di sini Akaashi mulai berpikir untuk menjauh dari Bokuto.

Ia tidak mau hatinya juga dipermainkan oleh Bokuto.

"Bokuto-san..."

Akaashi menghentikan langkahnya, membuat pria yang hampir berusia 40 itu juga menghentikan langkahnya.

Saat ini mereka berada di pinggir jalan, baru saja keluar dari tempat minum-minum.

"Kenapa, Shi?"

"Aku... ga mau lagi..."

Bokuto mengangkat alisnya, menyesap rokoknya dalam-dalam, lalu dihembuskan.

Bokuto mendekati Akaashi sambil mematikan rokoknya.

"Apa maksudmu?"

Wajah Akaashi bersemu merah, ia menggigit bibir.

Sekarang Bokuto baru mengerti, ia tertawa keras.

Sambil tersenyum lebar, ia menunjukkan sebuah foto pada Akaashi.

Perasaan kotor, jijik, malu, dan amarah memuncak dalam hati Akaashi.

Iris zamrud itu berkaca-kaca. Bibir plum Akaashi mengerucut, sekuat tenaga ia menahan dirinya untuk tidak memaki.

Perlahan air mata Akaashi menetes, terus menatap tak percaya pada foto yang ia lihat.

Itu fotonya, itu foto Akaashi.

Foto ketika ia melakukan hubungan intim dengan Bokuto.

Foto ketika Akaashi sedang mandi, menggosok tubuhnya dengan sabun yang terlihat sangat feminin dan cantik.

Foto ketika Akaashi melakukan fellatio dengan mulut penuh diisi penis, hidung dan mata yang berair.

Foto daerah selangkangan Akaashi yang kotor karena sperma.

Foto hole Akaashi yang dilebarkan dengan pucuk penis yang sedikit masuk.

Wajah Akaashi yang mengerang, kotor belepotan sperma.

Bahkan foto ketika Akaashi menatap malu-malu sambil memegang sebuah penis dengan lidah terjulur.

Akaashi tidak tahu kapan foto itu diambil, namun melihat dari hasil foto, semua itu seakan diambil langsung oleh Bokuto.

Apa selama ini Bokuto membuatnya mabuk? Akaashi tidak yakin, seingatnya ia sepenuhnya sadar saat melakukan semua itu dengan Bokuto.

Lalu bagaimana Bokuto mendapatkan semua foto dirinya?

"Kamu mau berenti? Ga bisa nak."

Harusnya Akaashi sadar, walau Bokuto baik, ia masihlah pria hidung belang yang picik.

"Sini."

Bokuto menarik Akaashi pergi, Akaashi yang kalah tenaga tentu hanya bisa mengekor.

Akaashi menengadah, mereka menuju love hotel. Akaashi meneguk ludah gugup.

Setelah memesan kamar, Akaashi dilempar ke kasur.

Nafas Bokuto berat, ia mulai melepas pakaiannya satu persatu.

"Kau anak nakal dan kau tahu anak nakal mendapat apa?"

Tubuh Akaashi gemetar takut, ia menunduk.

"H-hukuman..."

"Bagus, aku senang kamu mengerti."

Akaashi tersentak saat tangannya diikat dengan ikat pinggang, mencoba melawanpun kalah tenaga.

Keduanya kini telanjang bulat, Bokuto mengecek laci di dekat kasur.

"Ohh, mereka juga punya ini."

Ada sebotol lube, sekotak kondom, dildo berbagai jenis, dan vibrator yang berbentuk tabung kecil hingga panjang pipih.

"Seingatku kita tidak pernah bermain bdsm kan?"

"M-masa?" Jawab Akaashi takut-takut.

Bokuto hanya tersenyum, dan itu membuat Akaashi memucat.

Bokuto merenggangkan kedua kaki Akaashi yang merapat, menyemprotkan cairan lube.

"Hiiiii!!!!" Akaashi memekik saat terkena cairan dingin beraroma sensual itu.

"OohAahAaaah♡"

Bokuto mengocok penis Akaashi yang perlahan mulai mengeras, karena sudah bertahun-tahun mendapat sentuhan dari Bokuto, Akaashi jadi mudah terangsang.

Setelah mengeras dengan sempurna, Bokuto melepaskan penis Akaashi.

"Kita coba dari sini."

"Hauuuuu~❤" DRRRRRRR~

Sebuah vibrator ditempelkan pada batang penis Akaashi, tidak sampai di sana, Bokuto mengikat penis Akaashi dengan vibrator kecil itu.

Akaashi terus mengerang karena rasa nikmat yang menyerang penisnya.

"Kau tahu? Masih ada banyak lagi dari mereka."

Iris zamrud Akaashi berkaca-kaca, ia menggelengkan kepalanya, memelas.

.
.
.

"Mmmgh~♥ Nnnghh~♥"

Bokuto menatap puas pada Akaashi yang benar-benar tersiksa.

Mulutnya disumpal dengan penis, Bokuto bahkan menahan kepala Akaashi agar ia tidak kabur.

Tanpa peduli Akaashi tersedak, Bokuto menggerakkan pinggulnya di samping Akaashi.

Akaashi yang telentang itu menggeliat, tubuhnya menjadi sarang vibrator.

Ada vibrator berbentuk oval yang masing-masing diplester di puting, ada vibrator panjang yang diikat di batang penis, dan tiga buah vibrator berbentuk oval dengan kabel yang tersambung pada remot kontrol.

Ditambah sebuah dildo bergerigi yang juga menancap pada hole yang diisi 3 vibrator.

Serta sebuah vibrator seperti alat pijat yang Bokuto tempelkan pada pucuk penis Akaashi.

Dan semuanya dalam keadaan full speed.

Tubuh Akaashi mengejang dan menggeliat berulang kali, tidak kuasa dengan rasa nikmat yang menyerang tubuhnya.

Melihat penis Akaashi terus mengeluarkan sperma putih hingga sebening air, Bokuto menjauhkan vibrator yang sedari tadi menekan pucuk penis Akaashi.

"Haruskah aku menyumpal lubang kencingmu?"

"Mmggh~ Mmmngh~"

Akaashi menggelengkan kepalanya, bergumam tidak jelas untuk memohon.

Melihat Akaashi yang memohon terlihat menggemaskan, membuat Bokuto mencapai puncam hasratnya di mulut Akaashi.

"Guhh--"

"Mmmh!!!?" Akaashi tersentak kaget.

Cairan hangat itu mengisi mulutnya, membuat Akaashi tersedak.

Setelah mengeluarkan semua hasratnya, Bokuto menarik penisnya, Akaashi lemas, nafasnya tersengal.

Bibirnya terbuka, dengan sperma yang keluar dari bibir dan hidung.

Bokuto mendekati selangkangan Akaashi, mengangkat bokongnya tinggi hingga membuat wajah Akaashi berhadapan dengan penisnya sendiri

"Uuunghhh~♥♥♥"

Bokuto menggerakkan dildo yang menancap di hole Akaashi keluar masuk, membuat empunya semakin menggelinjang.

"B-Bokuto-sa--Aaahh♥ Hiks--Aangh♥ Stop--Aahh♥"

Akaashi lagi-lagi mengejang, wajahnya terkena cairannya sendiri.

Cairan bening itu tepat muncrat mengenai wajah Akaashi, sebagian mengenai kening, hidung, masuk ke mulut, dan hampir mengenai mata Akaashi yang sebelahnya terpejam.

"Aku tidak akan berhenti hingga kamu berkata tidak akan pergi."

Bokuto dengan kuat mengocok dildo itu pada hole Akaashi yang becek, membuat decak basah mengiringi desahan Akaashi.

Mental Akaashi yang berada dititik terbawah itu sudah tidak memiliki perlawanan lagi, ia pasrah.

Tak kuasa pada siksaan seksual yang menyerang holenya berulang kali.

"A-aku janji! Aku janji! Aku janji takkan pergi!!!"

Rengek Akaashi memohon, ia hampir kehilangan kewarasannya.

Meracau dengan air liur yang menetes, hidung berair, dan mata yang tidak bisa menatap fokus.

"Anak pintar."

"Aaaah~❤️" Bokuto mencabut dildo yang tadinya mengocok Akaashi.

Sejenak Akaashi bernafas lega meski masih ada 6 vibrator menepel pada tubuhnya.

Tubuh Akaashi masih gemetar, pucuk dadanya terasa sangat geli, belum lagi hole dan penisnya yang bergetar karena vibrator.

"Mmhhh??" Akaashi melotot.

Bokuto memposisikan kejantanannya, sebelum kalimat protes terucap, Akaashi menjerit nyaring.

"AAAAAHHH♥" Bokuto melesak masuk.

Pinggul Bokuto bergerak dengan cepat, mengocok hole Akaashi yang berkedut-kedut dengan brutal.

Bokuto menunduk dan meraih wajah Akaashi, menyibak bibir plum yang belepotan saliva dan sperma.

Bokuto menelusupkan lidahnya ke dalam mulut Akaashi.

"Mmmgh~❤️ Ngggh~❤️"

Bibir keduanya bercumbu, bergulat lidah. Iris zamrud itu perlahan memutih, rasa nikmat terus menggerayangi tubuhnya.

Hentakan yang kuat berulang kali menyodok tiga vibrator pada prostat Akaashi.

Bokuto mengejang, getaran vibrator itu juga menyengat penisnya.

"Nnnnngggggh~❤️❤️❤️" Keduanya mencapai puncak hasrat bersamaan.

"Mnnnh~❤️ Nghh~❤️"

Bibir keduanya masih bertaut, Bokuto juga masih menggerakkan pinggulnya saat menyemprotkan spermanya.

Membuat sperma Bokuto mengalir keluar dari celah hole Akaashi yang masih dikocok.

Akaashi masih tidak bisa menggerakkan tangannya karena terikat di atas kepala, ia hanya bisa menggeliat atas perlakuan Bokuto pada tubuhnya.

Kakinya yang terbuka lebar menegang kaku, jari kaki ditekuk dengan gemetar.

Penis layu yang terus meneteskan sperma secair air, serta hole kemerahan yang dipaksa melebar, berkedut nakal, terasa panas dan penuh.

Bokuto bergetar nikmat, hole Akaashi yang menjepitnya terasa sangat memabukkan.

"Uungh~" Akaashi bisa merasakan ikat pinggang ditangannya dilepas, tangan Akaashi bergerak kaku.

Ada sesuatu yang basah mengenai wajah Akaashi, itu air mata, Bokuto menangis.

Tidak biasanya ia melihat pria gahar ini menangis seperti bayi.

Tangan Akaashi terangkat perlahan, menyentuh wajah Bokuto yang sembab.

"Jangan pergi...." Ekspresi terluka tercetak jelas pada wajah pria akhir 30 tahun itu.

Dengan air mata yang berurai, dekapan Bokuto mengerat, mengecup kening Akaashi sambil terisak.

Akaashi tidak tahu harus bersikap apa, ia hanya merasa lelah dan mulai tertidur.

*****

"Dia anak wanita itu?"

Bokuto melihat kearah anak lelaki yang menjadi penjaga kasir.

Jujur, untuk anak lelaki memiliki wajah manis seperti wanita sangat jarang ditemui.

Apa lagi jika anak itu memiliki wajah yang sangat mirip dengan ibunya.

"Benar tuan."

Bokuto mendengus, sekarang mengerti kenapa dulu wanita ayu bernama Akaashi tidak pernah mau dengannya meski ia memiliki title Yakuza.

Pernah suatu kali Bokuto bertemu dengan ibu Akaashi saat Bokuto terkapar di pinggir jalan, ketika semua orang tak peduli dengan seorang yang bersimbah darah, hanya ibu Akaashi yang mau menolongnya.

Tentu Bokuto jatuh cinta padanya, walau wanita itu lebih tua 8 tahun.

Begitu tahu wanita yang ia puja meninggal karena sakit jantung, Bokuto hanya fokus pada Akaashi.

Meski cara yang ia lakukan kotor, Bokuto akan mendapatkan Akaashi.

Harus.
.
.
.

Author Note :

Terimakasih pada sender di twitter aku jadi punya ide kotor 😀👍🏻

Aku ga bisa bayangin Akaashi dianu sama bapa² buncit, jadi aku jadiin backpack-backpacknya si Bokuto aja

Btw aman kali yak nambahin mainan BokuAka td?

Pertama yang ditempelin ke pucuk penis Akaashi

Yg rada panjang di batang penis, yang rada bulat di puting sama hole Akaashi

Terus dildo yang juga nancap di bokong Akaashi...

Panjangnya mirip punya Bokuto, cuma Bokuto lebih tebal dan gelap.

Yup selamat berimajinasi~

4 Juli 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro