AkaashiFem (4)
Bokuto menoleh ke kanan dan kirinya, mencari Akaashi. Hingga Bokuto melihat Akaashi keluar dari toilet.
Meski dari kejauhan pula, Bokuto dapat melihat dua orang lelaki mendekati Akaashi.
Langkah lebar membuat Bokuto semakin dekat, dan ia dapat mencuri dengar apa yang mereka bicarakan.
"Kamu dengan Bokuto?
Bukannya dia yang sudah
membuatmu terluka?"
Bokuto naik pitam saat lelaki dengan surai abu gelap meraih dagu Akaashi.
Mengusap bibir plum yang masih terlihat memar.
"Akaashi, aku-"
"JANGAN MENYENTUHNYA, BRENGSEK!"
Kepalan tangan Bokuto mengeras dan melayang ke arah wajah Osamu.
BUAK!
Membuat Osamu berjalan mundur, ia meraih wajahnya. Ada sebercak darah di telapak tangannya.
DUAK!
Osamu yang merasa kesal balas memukul, dan adu pukulan itu berlanjut.
Hingga seseorang yang berniat melerai malah terluka.
Darah segar yang berasal dari kepala Akaashi mengenai tembok.
Iris zamrud itu perlahan menutup di hadapan Bokuto.
Kejadian itu masih berputar di benak Bokuto hingga, ini kah yang disebut rasa bersalah?
Iris ema situ menatap langit yang perlahan meredup, beriringan dengan salju yang perlahan jatuh. Bokuto berlari kecil menuju sebuah bangunan besar.
"Dingin sekali..."
Bokuto berdiri di depan pintu Dorm tim MSBY Black Jackals, ketika ia membuka pintu, Bokuto disambut dengan suhu hangat dalam ruangan.
Meian yang kebetulan ingin pergi keluar berpapasan dengan Bokuto, pria yang lebih tua 5 tahun dari Bokuto tersenyum miring.
"Bokuto, aku tidak menyangka kau seorang lelaki sejati."
Bokuto yang kebingungan mengangkat alisnya, ia tidak mendapatkan penjelasan selain tepukan dipundak.
"Kalian berdua masih di bawah umur, jangan melakukan hal yang aneh-aneh oke?"
Demi hasil UTS yang membuatnya kejang-kejang, Bokuto sudah tidak sanggup lagi untuk berpikir.
"Ah, ya ya!" Sahut Bokuto seadanya.
Sepeninggal Meian, Bokuto berjalan menyusuri lorong asrama.
Asrama yang dikhususkan untuk anggota pemain tim Voli MSBY Black Jackals-bagi mereka yang belum memiliki rumah sendiri, atau ingin hidup mandiri dari orang tua mereka.
Setelah lulus SMA, selain mengikuti tawaran memasuki tim Voli yang identik dengan maskot rubah hitamnya.
Lokasi tim ini berada di distrik kota Ohasuhigashi di Higashiosaka, lebih tepatnya di Osaka.
Selain menjadi anggota tim Voli, Bokuto juga mendaftar di Universitas Osaka yang berlokasi di Yamadaoka, Suita.
Perjalanan yang cukup jauh bagi Bokuto untuk pulang pergi dengan kereta demi mengejar sarjana, walau demikian entah kenapa Bokuto tertarik untuk mengambil Teknik Informatika.
Mungkin tidak ada yang menduga itu, Bokuto yang terkesan bodoh, dan hanya memikirkan voli tertarik dengan software.
Bokuto memperhatikan layar handphonenya, di mana wajah Akaashi terpantri dengan senyum yang manis.
Ekspresinya semakin sendu, mengingat jarak yang memisahkan mereka.
"Hmm?"
Bokuto mengerjapkan kedua matanya dengan heran, kamarnya tidak dikunci.
Apa tadi ia lupa menguncinya?
Seakan mendapat jawaban akan kepingan puzzle, Bokuto mencoba mengingat apa yang dikatakan Meian padanya.
GLUP.
Perlahan Bokuto memutar knop pintu dan mendorongnya.
Takut-takut ia hanya dikerjai oleh Meian, dan harapan setinggi awan itu menjatuhkannya dengan rasa kecewa.
"Bokuto-san?"
Bokuto mematung diambang pintu, ia melihat Akaashi berada di kamarnya.
Tidak menduga gadis itu akan mengunjunginya.
Bahkan mencoba seragam Volinya.
Karena ukuran baju yang cukup besar, membuat tubuh Akaashi tenggelam. Bokuto tidak tahu apakah Akaashi memakai bawahan atau tidak...
Karena yang ia lihat paha mulus itu mengintip dari balik kaosnya yang melambai.
Keduanya saling pandang.
"A-aku akan ke toilet."
"Tidaaaak! Jangan digantiiiii!"
Bokuto dengan cepat menerjang Akaashi, mendekapnya erat. Memohon agar Akaashi tidak berganti pakaian.
"Bokuto-sa-wah!"
Akaashi yang tidak kuat menahan bobot tubuh Bokuto mulai terdorong jatuh.
BUFF!!! Beruntung mereka mendarat di atas kasur.
Sekali lagi mereka saling pandang.
Beruntung Bokuto dapat menumpu tubuhnya sendiri, jika tidak ia akan menindih Akaashi. Sedangkan Akaashi, ia telentang di bawah Bokuto.
Tubuhnya yang mungil seakan terkurung oleh Bokuto. Perlahan wajah Akaashi kembali bersemu, ia memalingkan wajahnya. Menolak kontak mata.
"Jangan menatapku... ini memalukan."
HOOT?!
Bokuto yang tersadar tengah memandangi Akaashi mulai terbakar nafsu, ia mendekatkan wajahnya pada Akaashi.
Akaashi memejamkan matanya, pasrah pada Bokuto.
Debar jantung keduanya semakin cepat, bibir itu mulai berdekatan.
"Ehem, aku tidak bermaksud mengintrupsi tapi kalian masih di bawah umur."
"Meian-san, bukankah itu untuk alkohol?"
"Bukan itu Thomas-san, Meian-san kau tahu di era sekarang perjaka itu sudah tidak popule-tunggu, apa yang ditanganmu itu kondom? Kau pergi ke toko untuk membeli kondom?"
"Inunaki ini-"
BUAK!!! Ketiga pria dewasa itu sekali lagi menoleh ke dalam kamar.
Mereka terperangah takjub melihat Akaashi yang menendang Bokuto hingga lelaki dengan tinggi hampir 190 cm itu terjungkal ke belakang, tadinya mereka hanya ingin mengintip pasangan muda yang dimabuk asmara.
Nyatanya mereka melihat pertunjukan bela diri.
Bokuto yang terpelanting masih mengarahkan matanya pada Akaashi, lebih tepatnya pada apa yang ada di balik jersey yang dipakai Akaashi.
Jersey itu tersingkap dan memperlihatkan celana dalam yang berwarna hitam.
BRUK!! Bokuto telentang di atas lantai dengan keras, mereka semua terdiam sejenak.
Kemudian Bokuto bangun dengan hidung berdarah, ia menatap Akaashi dengan tersenyum puas.
"H-happy punch--BRUK." Bokuto kembali jatuh tak sadarkan diri.
Pukulan yang mengenai kepala kadang mengacaukan keseimbangana hingga kesadaran seseorang, jadi berhati-hatilah.
*****
I gotta show you
You gotta love me
I like to go form a circle
Unreachable feelings teel the sky
You went back
That star, too
Pray that morning will come
I feel you
*****
Bokuto-san, aku... hanya ingin dirimu.
Jadi, ku mohon. Jangan menjauh.
.
.
.
Sebenarnya, setelah kejadian malam itu. Akaashi tidak bisa menghubungi Bokuto selama dua minggu, Bokuto seakan ditelan bumi.
Para seniornya yang lain pun tidak banyak membantu, seakan-akan juga menutupi keberadaan Bokuto.
Akaashi tidak terlalu ingat bagaimana kejadian di malam itu, yang ia tahu saat jni ia hanya ingin bertemu dengan Bokuto.
Suatu waktu ketika Akaashi sedang berada di kereta, ia tidak sengaja berpapasan dengan si kembar Miya. Ketiganya bercakap-cakap dengan santai, hingga...
"Maaf sebelumnya, nama kalian siapa?"
Akaashi melupakan si kembar Miya, dengan polos ia menatap kedua orang di depannya yang terlihat bingung.
"Mm... Aku Miya Osamu dan ini sodaraku Miya Atsumu, kami dari sekolah Inarizaki."
"Ohh, maafkan aku. Aku kurang tahu soal pemain sekolah lain. Namaku Akaashi Keiji, hanya saja karena seragam kalian terlihat familiar..."
Mereka kembali memulai perkenalan, layaknya orang yang baru saja bertemu.
Ketika Akaashi ditanya ia ingin pergi ke mana, ia menjawab ingin pergi ke Osaka.
Menemui Bokuto yang hilang kabar.
Awalnya Osamu ingin ikut, namun Akaashi menolak dengan alasan Bokuto merupakan orang yang cemburuan.
Bokuto tidak suka melihat Akaashi dekat dengan orang lain.
PRIIIIIT.
Kereta sampai di sebuah stasiun, dan si kembar Miya berpamitan.
Sedangkan Akaashi meneruskan perjalanan sendirian, untung saat itu sedang hari libur. Jadi ia tidak perlu mengkhawatirkan sekolahnya.
Dengan berbekal informasi yang tahu, di mana Bokuto kemungkinan berada... Sebuah asrama untuk para atlit voli profesional.
Akaashi tidak diperkenankan masuk oleh penjaga, hingga Meian tidak sengaja berpapasan dengannya.
Meian menyapa Akaashi karena mengenali wajahnya yang dipakai Bokuto sebagai wallpaper hpnya.
Pria itu juga berkata bahwa Bokuto sering bercerita mengenai Akaashi pada mereka, bahkan dalam dua minggu terakhir ini.
Bokuto selalu bergalau ria dengan memandangi layar ponselnya selama berjam-jam.
Di sini, Akaashi menyimpulkan bahwa Bokuto berpikir jika dengan begini ia akan baik-baik saja tanpa ada Bokuto di sisinya.
Akaashi tentu tidak terima.
"Meian-san, bolehkah aku..."
Atas izin Meian, Akaashi ikut memasuki asrama itu.
Menunggu kepulangan Bokuto.
Karena itu asrama pria, Meian yang mempunyai kunci cadangan pun menyarankan Akaashi untuk berada di kamar Bokuto dibandingkan di ruang tengah.
Takutnya gadis itu tidak terbiasa/risih jika terlalu banyak menghadapi isi asrama yang notebennya lelaki.
"Tadaima..."
Bokuto pulang, ia terkejut mendapati Akaashi tertidur di kasurnya.
Seakan tengah bermimpi, nyatanya ini memang benar terjadi.
Akaashi yang tertidur karena kelelahan, terbangun karena suara orang yang ia rindukan. Iris zamrud itu menoleh, dan menangkap siluet seseorang yang ia kenali.
"Boku... to-san?"
"Akaashi..."
Gadis itu segera bangun dan berhambur ke dalam pelukan Bokuto.
Ia sampai terisak karena akhirnya bisa menemui sang pujaan hati.
Bokuto tidak bisa membohongi dirinya sendiri, ia juga merindukan Akaashi.
Amat, sangat.
Walau, setelahnya mereka berdebat karena Bokuto yang ingin memutuskan hubungan dengan alasan ia tidak cocok dengan Akaashi.
"Akaashi... kita putus saja." Bokuto melepas dekapannya, membuang muka.
Akaashi yang berlinang air mata itu mengeratkan dekapannya, ia tidak mau melepaskan Bokuto.
"Tidak, aku tidak mau."
Bokuto dengan paksa mendorong Akaashi, menarik kerah baju gadis itu hingga kakinya kehilangan pijakan.
"Jangan keras kepala! Aku tidak cocok denganmu! Aku pria yang kasar dan kau tahu itu!"
Akaashi menggigit bibir, sorot matanya berkilat tajam.
"Memangnya kenapa? Kau pikir aku sebaik apa hingga tidak bisa bersama pria kasar seperti mu?"
"Bacot!"
Bokuto memicing, sungguh. Ia sendiri terluka jika harus meninggikan suara pada Akaashi.
Namun, Bokuto melakukannya demi Akaashi.
"Dasar cengeng! Kau jauh-jauh ke Osaka untuk apa, hah?!"
"Mencari si bodoh yang ku cintai!" Balas Akaashi, tak mau kalah sambil menjambak helai kelabu Bokuto.
"Kau yang bodoh! Aku bahkan tidak mencintaimu!"
"Pembohong! Lalu kenapa kau menangis?!"
Bokuto tidak bisa mengelak, air matanya keluar begitu saja.
Keduanya saling membentak dan meraung dalam isak tangis. Hingga menarik perhatian penghuni lain asrama tersebut.
"Meian-san, kau suka sekali menonton drama."
Tegur Inunaki yang kebetulan melihat Meian malah menikmati sesi menonton drama rumah tangga yang tersaji di depannya, menggigit jari dengan ekspresi terluka karena termakan atmosfer.
Pada akhirnya, karena merasa lelah untuk berteriak. Keduanya kembali berbaikan, lagi pula kenapa mereka harus putus jika hasil dari itu hanya membuat keduanya semakin sakit hati?
Berpisah karena tersakiti?
Tidak bisakah mereka bercermim dari luka yanh berdenyut sakit, dan mengambil pelajaran dari sana?
Demi hubungan yang harmonis, kenapa tidak?
"Akaashi... maafkan aku, ku pikir jika aku menjauh setidaknya kamu tidak akan terluka." Tangan yang tadinya mencengkram leher baju Akaashi kini berada di pinggul, mendekap erat.
"Mmh... Bokuto-san no baka, kamu tahu sendiri itu tetap akan melukaiku kan?" Akaashi juga balas mendekap, memeluk punggung lebar sang kekasih.
"Maaf, aku memang bodoh."
"Si bodoh kesayanganku." Akaashi mendongak dan mengecup bibir Bokuto.
"Akaashi..." Bokuto terenyuh, ia bahkan membuat janji pada dirinya sendiri takkan melepaskan Akaashi lagi.
Dan hingga sekarang, hubungan keduanya semakin erat. Tidak jarang pula mereka saling mengunjungi, apabila salah satunya memiliki kesibukan yang membuat mereka tidak bisa beranjak pergi dari sana.
Tanpa Bokuto, Akaashi merasa hampa. Begitu juga dengan Bokuto.
Karena mereka pasangan yang saling melengkapi, dalam suka dan duka.
Apabila Bokuto senang menjadi pusat perhatian bak bintang di atas panggung, Akaashi akan menjadi lampu sorot yang hanya tertuju pada sang bintang. Menjadi support yang terus membuatnya bersinar.
Walau demikian, bagi Bokuto hanya Akaashi seoranglah dunia tempatnya berada.
Sulit rasanya jika memikirkan mereka berpisah, walau dirasa mereka akan tetap saling mendukung dari belakang.
Secara emosional mereka saling mengerti, seakan mereka memiliki bahasa sendiri dalam berkomunikasi.
Hingga sepasang cincin yang nantinya akan mengikat mereka dalam dunia fana. Mereka akan terus saling mencintai, bahkan jika maut akan memisahkan mereka.
*****
I will wait for the coming morning
Endlessy, these feelings won't disappear, unreasonable
Without saying goodbye or thankyou
Without you
Without you
Without you
*****
"Bokuto-san?"
Orang yang dipanggil menoleh ke arah sumber suara, senyumnya mengembang.
"Kaashi."
Akaashi tersenyum lega, Bokuto sudah siuman. Saat ini mereka masih berada di kamar Bokuto.
"Sebenarnya aku di sebelah sini."
Bokuto menoleh ke arah yang lain dan mendapati Akaashi duduk di pinggir kasurnya, Bokuto segera bangun dari tidurnya dengan tatapan bingung.
Jika di sana Akaashi... lalu siapa yang berbaring di sampingnya?
"Apa aku terlihat cantik?" Kernyit Meian seraya tersenyum.
Bokuto salah orang, ia mengira Meian adalah Akaashi karena warna rambut mereka yang sama-sama hitam.
Ia hanya ingin memanggil nama Akaashi meski penglihatannya masih belum terbuka dengan sempurna.
Setelah mengecek kondisi Bokuto, Meian pergi dari sana begitu saja.
Meninggalkan sepasang burung hantu itu sendirian.
Bokuto mengerucutkan bibirnya, ia merasa dikerjai. Dan Akaashi menikmatinya, menertawakan kebodohan Bokuto.
"Puas?"
"Hehe, iyaa."
Bokuto membuka tangannya lebar.
"Kalau begitu kemarilah."
Akaashi mengangguk dan menaiki kasur, keduanya saling mendekap. Melepas rindu karena lama tidak berjumpa.
Hari ini juga bertepatan dengan hari yang spesial untuk Akaashi, ia berulang tahun yang ke 18 tahun.
"Selamat ulang tahun, Akaashi."
"Terimakasih, Bokuto-san."
Bokuto dengan penuh kasih sayang mengecup kening Akaashi, hidung, dan kedua pipi Akaashi. Lalu yang terakhir bibir plum yang kemerahan, membuat pemilik iris zamrud itu tenggelam dalam rona merah.
Bokuto dengan gemas meremas wajah Akaashi, membuat bibir plum itu monyong seperti paruh bebek.
"Kenapa kamu tidak mengabariku jika ingin datang ke Osaka? Kamu membuatku khawatir, kamu tahu? Hampir selama seminggu ini kamu mengabaikan pesan dan telfon dariku-"
Akaashi meraih wajah Bokuto dan membuat bibir itu berhenti bicara, kedua bibir mereka saling menempel walau sebentar. Namun, itu sudah lebih dari cukup untuk membungkam Bokuto.
Wajah Akaashi yang merona terlihat sangat cantik di mata Bokuto.
"Aku hanya ingin sedikit kejutan untukmu, maaf jika aku membuatmu khawatir Bokuto-san."
Walau demikian, Bokuto masih pundung.
"Tapi, Akaashi~ hadiah ulang tahunmu~ sudah aku kirimkan ke rumahmu~"
Rengek Bokuto sendu.
"I-itu karena kamu tidak merespon pesanku... jadinya aku kirim saja lewat kantor po-ah! Jam berapa ini? Kita masih sempat membeli kue!"
Akaashi segera menghentikan Bokuto yang ingin beranjak dari kasur, Akaashi duduk di atas pangkuan Bokuto.
Mendekatkan tubuhnya, dan mengalungkan kedua lengannya pada leher Bokuto.
"Tidak perlu, aku hanya ingin Bokuto-san."
Bokuto yang mendengar itu mulai mendekap pinggul Akaashi, sepercik cahaya berkilat dari iris emas itu.
"Kau mau aku sebagai hadiahmu?"
Akaashi mengangguk dan tersenyum.
Tanpa aba-aba Bokuto menelusupkan tangannya ke dalam pakaian Akaashi, meraba punggung wanitanya. Membuat Akaashi bergetar karena rasa geli.
"Kalian masih di bawah umur."
Suara itu membuat Bokuto dan Akaashi menoleh ke arah pintu, ternyata Meian berada di sana.
Memperhatikan mereka dari celah pintu.
Akaashi yang terbakar malu segera melepas dekapannya, bersembunyi di dalam selimut.
Bokuto yang kehilangan kesempatan untuk memangsa Akaashi juga memerah, dengan mata berair ia melompat dari kasur dan mendorong pria dewasa itu menjauh dari kamarnya.
"INI BUKAN TONTONAAAN."
"Eeeeh~ tidak seru." Keluh Meian kecewa.
Sedangkan Thomas dan Inunaki hanya tertawa dari ruang tengah.
*****
Night
Beginning and end
The sky's reiteration
Just repeats
Visible light
A star falls, the night lonely heart
Beckoning to the sky
I can't see the moon though
In this endless night
The rhythm of my wandering heart
Memories and the sleeping moebius
The surrounding spin
Endless night
I gotta show you
You gotta love me
I like to go form a circle
Unreachable feelings teel the sky
You went back
That star, too
Pray that morning will come
I feel you
I will wait for the coming morning
Endlessy, these feelings won't disappear, unreasonable
Without saying goodbye or thankyou
Without you without you without you
Love you
You gotta love me
I like to go form a circle
Unreachable feelings tell the sky
You went back
That star, too
Pray that morning will come
I feel you
*****
"Ini... paket isinya apa ya?"
Nyonya Akaashi menatap bungkusan yang menghalangi pintu utama rumahnya dengan penuh selidik.
Beruntung tak berapa lama setelah itu, Akaashi memberi tahu ibunya bahwa akan ada paket yang dikirimkan Bokuto ke rumah mereka.
Kalau tidak, benda itu sudah berakhir di tempat pembuangan sampah karena terlalu mencurigakan.
"Sepertinya ibu akan membeli pisau baru karena yang lama sudah rusak, dan ibu tidak mengerti kenapa Bokuto-kun memberimu sweater kekurangan kain di musim dingin seperti ini."
Nyonya Akaashi mengirimkan sebuah pesan dengan foto pada anaknya.
Foto itu berisi sebuah paket yang terbuka, di dalamnya terdapat sebuah Sweater dengan model Virgin Killer. Bando dan celana dalam dengan ekor kelinci.
Serta sebuah cake coklat yang terlihat membatu dengan patahan pisau yang masih menancap.
Akaashi tidak tahu harus berkomentar apa, ia hanya menatap layar Ponselnya.
Dengan Bokuto yang tertawa hambar.
Sepertinya Bokuto mau tidak mau harus mengantarkan Akaashi ke rumahnya, dari pada hanya mengantarkannya ke stasiun kereta.
Ya, hitung-hitung sekalian menemui calon mertua.
.
.
.
.
Author note :
Hidup ini penuh drama, setiap orang memiliki batas sendiri dalam bertahan.
Aku pun juga begitu.
Menulis cerita lovey dovey yang begini begitu, tapi pada kenyataannya masih sendiri.
Daijoubu.
Sendirian belum tentu kesepian, dan kesepian belum tentu sendirian.
See you on another story 🍙
Dan terimakasih untuk lagu Endless Night yang mengiringi proses penulisan cerita, walau ditengah-tengah hampir ganti plot cerita dari voli ke skating es.
25 September 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro