Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapitre Treize

chapter sebelumnya~

Lucy yang merasa manusia kucingnya tertinggal pun berbalik, "hei Victor, sedang apa kau disana? Ayo cepat" yang disebut segera melangkahkan kakinya " ah, iya!" Balasnya 'itu tidak mungkin, aku tau persis seperti apa dia' membuang pikirannya jauh-jauh.
★★★★★★★★★★★★★★★★★★★

Hari ini sangatlah tenang, semua orang tampak sangat menikmatinya. Warna biru cerah terlihat indah ditambah sentuhan sinar matahari yang hangat tertutup awan terlukis cantik di cakrawala nan luas. Angin bersemilir lembut, mengajak bermain anak rambutnya serta menggoyangkan setiap helai rambutnya pelan. Angin yang berhembus menyapu pelan pipi yang mulai memucat, membuat netra biru tertutup menikmati keindahan alam.

Lucy tengah terduduk di hamparan rumput yang terdapat beraneka bunga yang cantik dan segar, di sampingnya ada Ciel yang tengah melakukan hal yang sama, sebelum keduanya saling menatap dan tersenyum. "Kau tau, hari ini aku merasa sangat damai, bahkan setelah mimpi buruk tadi" yang lebih tua mulai mengangkat suara. "Ciel, waktu kita kurang dari sebulan, apakah kau sudah mempersiapkan semuanya?" Tanyanya menatap Ciel yang melihat ke arah langit "entahlah...." Balas Ciel, melihat hal itu Lucy langsung menarik tangan yang lebih kecil, sedangkan Ciel hanya mengikutinya saja.

Tangan terulur mengambil tas punggung yang bersandar pada sisian nakas putih. Mengeluarkan alat elektronik nya, menyalakan lalu mencari folder yang dibutuhkan "kau tonton ini" ucapnya kepada Ciel yang memfokuskan diri pada layar laptop di depannya "tonton saja dulu season 1 nya, untuk selanjutnya kita lihat di sana" lalu melenggang pergi meninggalkan Ciel di kamarnya.

"Hei Dazai! Cepat turun! Astaga, apa yang kau lakukan disana?" Suara mulai terdengar dikala kaki menapak rerumputan dan beberapa daun yang berjatuhan "Chuuya? Sedang apa kau disini?" Tanya Lucy "kau tidak lihat makhluk itu?" Tunjuknya pada sesuatu yang berdiri di atas salah satu dahan pohon "Dazai?" Gumam Lucy menyadari jika itu adalah kekasih dari orang di depannya "hei Dazai! Cepat turun!" Chuuya tak henti-hentinya mengomel kekasih suicide nya ini "diamlah Chuuya aku ingin mencoba cara bunuh diri baru, ini mungkin akan berhasil" balas manusia bercoat coklat susu "bagaimana?" Tanya Chuuya "dengan cara masuk ke dalam mulut Ryu" jawab si surai coklat gelap "astaga Dazai, Ryu tak akan mau memakanmu" akhirnya, seseorang yang hanya memperhatikan mereka sedari tadi angkat bicara.

Mendengar penuturan Lucy, Dazai akhirnya turun dari pohon dengan perasaan kecewa "kau ini, sudah memiliki kekasih tetap saja ingin bunuh diri" Lucy menepuk pelan bahu Dazai yang sedikit lebih tinggi dari dirinya "itu karena Chuuya yang tak mau diajak bunuh diri bersama" ucap Dazai pura-pura sedih menatap Chuuya "haa?! Salahku? Sebaiknya kau buang jauh-jauh hobi anehmu itu Dazai" ujar Chuuya yang langsung pergi meninggalkan mereka berdua "nah, kau lihat kan, Chuuya jadi marah padamu. Kau sendiri juga lihat tadi betapa ia mengkhawatirkanmu Dazai" ujar Lucy lalu pergi ke arah Ryu.

"Apa kabarmu Ryu?" Ucapnya sembari mengelus ribuan sisik yang keras itu, beberapa hewan yang lain juga menghampirinya, seperti tiga anjing kembarnya. "Sepertinya aku akan meninggalkan kalian untuk waktu yang cukup lama" gumamnya mengelus Nao.

~3 Minggu kemudian~

Langit senja terlihat indah di langit, ditambah dengan awan-awan yang mengambang bergerak perlahan, dihiasi dengan beberapa kicauan sekelompok burung yang terbang kembali menuju sarangnya.

Lucy menikmati acara afternoon tea yang sedang berlangsung bersama Dazai dan Chuuya. Perasaan resah memenuhi relung hati, entah mengapa Lucy mendapatkan firasat buruk saat ia pergi nanti, mungkin ia harus bicara dengan kedua sahabatnya ini. "Dazai, Chuuya, bisakah aku meminta tolong pada kalian?" Lucy memulai pembicaraan dua pasang mata menatapnya lekat, menunggu kelanjutan apa yang akan keluar dari bibir manisnya itu.

"Ada apa Lucy? Wajahmu terlihat resah" ujar Chuuya yang disetujui oleh Dazai "iya katakan saja" Lucy menatap mereka "jika sesuatu terjadi padaku nanti datanglah" setelah berkata demikian, Lucy pergi meninggalkan mereka yang tak mengerti ucapannya barusan.

"Victor, bisakah kau ikut aku sebentar" ucap Lucy setelah menggunakan coat biru tua miliknya dan sarung tangan hitam yang sudah terbalut apik. "Kita akan kemana?" Meski bertanya, Victor tetap mengikuti langkah tuannya menuju kereta kuda yang tersedia di halaman depan "ke suatu tempat, ikut saja dulu" Lucy memasuki kereta berwarna merah dengan ukiran khas era Victoria, sedangkan Victor duduk di bangku kusir.

Keluar dari daerah perhutanan, jalan kota mulai terlihat. Lampu-lampu yang menyala agak redup menghiasi jalanan, bangunan-bangunan era Victoria mulai nampak. Beberapa ada yang menyajikan Opera, sulap dan lain sebagainya untuk menghibur para pengunjung yang datang. Ada juga pesta yang tengah diadakan, ada ratusan pria dan wanita yang tengah menikmatinya, beberapa juga ada yang berdansa diiringi musik klasik.

Roda berhenti berputar dikala kaki kuda tak lagi melangkah. Kereta kuda itu berhenti di depan sebuah bangunan yang terlihat agak tua dan kusam, terdapat beberapa peti mati sebagai hiasan, dan juga sebuah papan yang bertuliskan 'undertaker' di atas pintu masuk.

Suara derit pintu mulai terdengar. Kaki melangkah masuk ke dalam ruangan yang terlihat suram. "Adrian Crevan, kau disini?" Tak ada balasan. Keadaan yang sepi di tempat seperti ini menjadi menyeramkan bagi Victor, ekornya bergerak tak nyaman dibalik cardigan yang menjuntai sampai mata kaki. Lengannya terulur untuk membuka sedikit peti mati berwarna hitam yang bersandar pada tembok kayu, penasaran apa isinya.

"AAAHHHH!" jeritnya ketika tubuh yang terlilit perban dimana-mana tampak seperti mumi keluar dari peti, "AAAHHHH!" teriaknya lagi bertambah keras ketika ada tangan yang menyentuh bahunya.

"Hihihi...pelayanmu itu lucu sekali" ucap Undertaker yang baru menampakkan dirinya "aku tak datang untuk bercanda, Adrian" ujar Lucy, "nah jadi ada apa kau datang kemari?" Si surai putih panjang bertanya "aku ingin pesananku" jawab Lucy "eh, memangnya kau akan berangkat kapan?" Undertaker menautkan alisnya "tiga hari dari sekarang" balas Lucy enteng "eh...cepat sekali" mantan shinigami itu pergi menuju pintu yang berada di pojok ruangan, mengambil benda yang diminta wanita bermarga Ackerley.

"Ini" Undertaker menyerahkan sebuah kotak berbentuk balok dengan warna coklat tua "terimakasih, kalau begitu aku pergi" pamit Lucy setelah menerima benda itu diikuti Victor yang nampaknya trauma akan tempat ini.

Kembali pada kediamannya. Lucy memasuki ruangan pribadi bawah tanah miliknya, mengambil sebuah buku berwarna hitam pekat dan sebuah kotak kayu dengan ukuran yang kecil. Didapatinya sebuah Ruby dengan bentuk oval yang tak terlalu besar "jika aku tidak datang ke dunia itu, mungkin aku tak akan mendapatkan batu ini" gumamnya.

Menggenggam batu mulia tadi kuat-kuat, menghantarkan kekuatannya ke dalam si cantik merah. Selepas melakukan hal itu, dipasangnya Ruby tersebut di gagang belati yang tadi dipesannya.

Selesai dengan urusannya, kembali lagi ke kamar, mengabaikan malam yang hanya ditemani cahaya bulan purnama yang agak tertutup awan, tenggelam menuju alam bawah sadar.

Berapa hari telah berlalu, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba.  Fajar menyingsing dari ufuk timur, sinarnya yang hangat masuk masuk melalui jendela yang telah terbuka tirainya. Dirinya menggeliat tak nyaman hingga akhirnya membuka kedua kelopak matanya, gontai menuju kamar mandi membersihkan tubuhnya sebelum menggunakan pakaiannya yang dibantu oleh pelayannya.

Mendudukan dirinya di kursi kala makanan telah disajikan. Sarapan berlangsung dalam sunyi ditemani oleh Ciel, Dazai, dan Chuuya. Tak berlangsung lama dengan kesunyian yang mencekam, entah mengapa Lucy tak berbicara sedari pagi ia langsung melenggang pergi ke halaman depan setelah makanannya habis.

Menghampiri Finnian yang tengah mempersiapkan dua ekor kuda hitam yang akan mereka bawa siang ini. Tamu tak diundang datang, menyerukan namanya kuat-kuat lalu memeluk dirinya erat. "Kau ingin pergi hari ini?" Keturunan kerajaan India itu melepaskan pelukannya, memberi ruang untuk Lucy yang masih setia dengan wajah datarnya "ya, begitulah" balasnya singkat, merasa aneh dengan sikap Lucy kali ini, Soma lebih memilih menghampiri Ciel yang baru saja keluar mansion, sedangkan Agni mengatup kedua tangannya memberi salam pada wanita bangsawan berambut hitam kebiruan, hanya deheman dan sebuah anggukan kecil sebagai balasannya.

"Hey Ciel, ada apa dengan kakakmu hari ini?" Bisik Soma yang menunduk agar mulutnya sampai di sisi telinga si bocah "entahlah, sejak tadi pagi ia seperti itu, sepertinya keadaan hatinya sedang tidak baik" ujar Ciel

Benar apa yang dikatakan adiknya, mood Lucy hari ini tengah menurun drastis diakibatkan mimpi yang dialaminya semalam, ia bertemu dengan sesosok perempuan yang mengaku sebagai Lucifer seperti waktu itu, memberi sebuah peringatan akan perjalanannya dengan Ciel menjelajahi dunia penuh raksasa dan ancaman tidak akan berjalan mulus, tentu saja Lucy sudah memperhitungkan hal itu.

Semua hal sudah disiapkan. Semua orang tengah berkumpul di halaman depan, Undertaker pun kunjung datang meski hanya sekedar berpamitan.

"Huaaa Ciel aku akan merindukanmu" ujar Soma memeluk Ciel dengan raut wajah yang dibuat-buat seperti menangis "hei! Apa-apaan kau, lepaskan aku" Ciel berusaha menjauhkan sang pangeran India yang masih saja menempel padanya.

"BO-BOCHAN, KAMI JUGA AKAN MERINDUKANMU" teriak Bard, Finnian, dan Meyrin bersamaan "astaga kalian, aku tak pergi untuk selamanya" ucap Ciel jengah dengan gelagat orang-orang disana. Lucy berjalan menuju Dazai dan Chuuya yang saling bergenggam tangan, ia memberikan sesuatu yang terbalut kain putih yang cukup tebal, memajukan wajahnya di antara telinga Dazai dan Chuuya, membisikkan sesuatu yang yang membuat wajah keduanya menegang sejenak.

Selesai dengan acara berpamitan, Lucy dan Ciel menunggangi kuda mereka masing-masing. Mulutnya mulai merapal beberapa kata yang tak terdengar jelas, hingga akhirnya muncul pintu berdaun dua dengan gaya Eropa klasik serta beberapa tulisan dan ukiran-ukiran yang tak jelas apa itu.

Pintu itu terbuka perlahan, terlihat berat. Angin berhembus perlahan, menggoyangkan rerumputan serta ranting-ranting pohon membuat beberapa daun berjatuhan. "Ayo kita berangkat" dibekali dua ekor kuda, barang elektronik dalam tas gendong, sejumlah uang, dan beberapa potong pakaian yang dikemas rapi di dalam koper, adik kakak beda marga itu berangkat memasuki portal, menuju dunia yang sangat menantang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
wordt vervolgd

Ada yang kangen sama author gak? Hehe, dah lama gak publish lagi.
Soalnya lagi males ngetik sama ide juga lagi gak dapet nih.

Btw, ujian author dah selesai Yeay

Orang: lah siapa peduli?

Iyain dah sedih aku tuh.

Dah ya, ketemu lagi di chap selanjutnya

tot ziens~



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro