Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

미안

"Mengapa kau disini?" tanya Camillia dengan lirikan tajam kearah Jimin yang berdiri di depan rumahnya membawa sekuntum bunga.

"Aku ingin meminta maaf. . . Perbuatanku kemarin. . ." Jimin tidak dapat menahan rasa gugupnya di hadapan Camillia.

"Baiklah," jawab Camillia singkat.

"Apa?"

"Aku memaafkanmu, sekarang pergilah dari sini!"

"Apa?"

"Sudahlah, pergi saja!" teriak Camillia sambil membanting pintu tepat di hadapan Jimin.

Namun, Jimin dengan sergap menahan pintu itu dan memasuki kamar Camillia. Ia langsung berlari ke arah Camillia dan menyudutkannya di sebuah tembok.

"Lia. . . Aku. . . menyukaimu." bisik Jimin dengan suara lirih. Kedua bola mata Camillia langsung terbuka lebar.

"Aku mohon, jangan tinggalkan aku."  ujar Jimin sambil menatap tepat ke dalam mata Camillia.

"Aku. . . Tidak bisa." bisik Camillia dengan suara lirih. Tanpa ia sadari, setetes air mata jatuh melalui pipinya.

"Mengapa?"

"Kau. . . Akan berada dalam bahaya jika—"

"Kau selalu memakai alasan ini untuk menghindariku. Padahal kau tidak tahu apa-apa tentangku!"

"Sama halnya dengan dirimu! Kau tidak tahu apa-apa denganku! Aku hanyalah seorang bodyguard yang diikat kontrak kepadamu, tidak lebih dari itu!"

"Ani! [Tidak] Bagiku, kau lebih dari sekedar bodyguardku!" teriak Jimin kembali. Ia menatapi kedua bola mati Camillia yang penuh dengki. Kakinya melangkah maju dengan cepat kearah Camillia. Ia ingin merutuki dirinya sendiri, namun ia tidak dapat menahan lebih lama lagi.

Kedua tangannya meraih wajah mungil Camillia. Bibirnya langsung mengecup bibir Camillia. Ia mencintai sensasi ini lebih dari apapun. Hanya Camillia-lah yang dapat membuat sisi playboynya berubah menjadi seorang anak remaja yang pertama kali mencium gadis.

Camillia hanya bisa tertegun diam menyadari Jimin yang lagi-lagi menciumnya. Ia tidak dapat berbohong pada dirinya sendiri. Ia menyukai Jimin. Tidak, bukan menyukai, lebih tepatnya mencintai Jimin.

Ia merasa tubuhnya berjalan mundur, hingga kakinya menyentuh pintu kamarnya. Camillia yang sudah terhanyut dalam ciuman Jimin bahkan tidak menyadari bahwa ia sekarang telah berada diatas kasurnya bersama si mesum. Ciuman Jimin yang semakin mendalam membuat Camillia lepas kendali. Ia pun pasrah terhadap takdir bodoh yang telah mengikatnya dengan Jimin.

🌼🌼🌼
-Camillia Peterson-

Bantal yang keras. Itulah hal pertama yang berada di dalam pikiranku ketika ku bangun dari tidur nyenyakku. Kedua kelopak mataku perlahan-lahan terbuka, mengungkapkan sebuah pandangan yang mengejutkanku.

Aku mengangkat selimut dan mendapati diriku dalam keadaan tanpa baju. Rasa shock menelan wajahku hingga pucat pasi. Terlebih lagi ketika aku melihat pria yang tertidur nyaman di sampingku.

'Aku akan membunuhnya!' merupakan kalimat paling tepat yang dapat kupikirkan untuk situasi ini. Betapa bodohnya diriku untuk bisa jatuh dalam perangkapnya. Aku sama saja dengan gadis-gadis lain yang telah ia tipu. Semuanya dimulai dan berakhir diatas kasur. Inikah perasaan mereka juga setelah bangun dan menyadari keperawanan mereka telah hilang?

Perlahan-lahan aku beranjak dari kasur sambil memunguti pakaianku sendiri. Kedua kaki-ku langsung berlari kearah kamar mandi. Aliran air dari shower tidak dapat membersihkan perasaan kotor yang kumiliki setelah menyadari perbuatanku kemarin malam. Aku hanya bisa berdoa bahwa air dingin dari shower setidaknya bisa membuatku merasa bersih.

Aku langsung berlari dalam handuk untuk mengambil pakaianku di ruang laundry. Seusaiku mengganti baju, aku kembali ke kamar tidurku dan mendapati Jimin masih tertidur pulas. Aku menatapi wajahnya dan mendapati diriku tersenyum. Aku tidak bisa berbohong mengenai perasaanku, tetapi aku tahu bahwa aku tidak dapat berakhir dengannya.

Keputusanku membulat ketika aku menemukan sebuah koper di kamar tidurku. Perlahan-lahan aku mengemas semua baju yang bisa cukup. Aku harus meninggalkan Korea Selatan. Rasa perih terus menerjang hatiku ketika aku berjalan melalui pintu-pintu di bandara Incheon.

Aku tahu bahwa aku tidak akan bisa melupakan malam itu. Aku tidak menyesalinya.

Disaat aku menginjakkan kakiku di pesawat, ponselku mulai bergetar. Ujung jariku langsung menggeser tombol hijau. Aku tidak perlu melihat identitas orang yang menelponku, aku sudah bisa menebaknya. Hanya ialah yang tahu akan kepergianku.

"Lia-ssi! Cepatlah kembali! Kau dan aku masih mempunyai banyak hal untuk dibahas!"

"Sorry. . . I'm leaving. Bye. . ." setetes air mata turun dari wajahku ketika aku mengucapkan perpisahanku. Aku yakin, setelah ini kita tidak akan pernah bisa bertemu lagi. Ia tidak akan pernah bisa mencariku.

Sesampaiku di tempat dudukku, aku langsung memejamkan mataku. Betapa ingin sekali aku melupakan semua ini. Mengapa hidupku tidak pernah bisa berjalan dengan normal? Aku hanya ingin terlahir sebagai gadis biasa. Dengan begitu, paling tidak bukan Jimin-lah yang terluka jika kita menjalin hubungan. Aku rela menahan semua rasa sakit, hanya untuk bisa bersamanya. Tetapi, itu tidak mungkin.

Dari detik aku lahir di bumi, aku sudah bukan gadis biasa.

Inilah rahasia terbesarku.

Tidak ada seorangpun yang mengetahui siapa aku sebenarnya.

Kecelakaan yang memakan habis keluargaku bukanlah suatu kecelakaan. Aku akan memburu dalang di balik 'kecelakaan' yang terjadi pada keluargaku.

— Sepuluh tahun yang lalu. . . —

"Belinda dear. . ." ujar Ibu sambil berusaha menenangkanku.

"I'm not in the mood to talk. Please, leave me alone." balasku kembali dengan ketus.

"Your dad didn't mean to hurt your feelings. He was only pointing out that you have to treat your family members equal. You can't hate your uncle for what he did. You shall not hate the man, but you shall hate the sin."

"No! He's evil! He's the reason behind my loss! He made me lose my leg!" teriakku dengan air mata berlinangan. Aku tidak bisa menahan rasa benci yang terpendam di dalam hatiku.

Pamankulah yang sengaja membuatku terjatuh dari kuda. Akibatnya, kedua kakiku mengalami patah tulang dan aku tidak dapat berjalan.

"You didn't lose your legs, these fractures are temporary. . ."

"No! Nevertheless, I won't visit the duke!"

Disaat yang bersamaan, pintu kamarku terbuka. Aku melihat ayah berjalan menujuku.

"Belinda! Grow up! You're nine years old! You have your responsibility as Crown Princess of England!"

Sambil menahan air mataku, aku beranjak dari kasurku dan meraih sepasang tongkat yang disediakan dokter istana. Aku berusaha berjalan secepat mungkin kearah mobil di lobby istana.

"Belinda. . ." panggil ibuku dari belakang. Rasa kekhawatiran mewarnai nadanya. Aku tahu betul itu, tetapi aku tidak dapat memadamkan kemarahan di dalam diriku.

Aku langsung masuk ke dalam mobil dan memejamkan mataku. Berpura-pura tidur merupakan satu-satunya jalan keluar dari ceramahan ayah.

Perjalanan menuju rumah Paman tidak terasa. Ketika aku bangun, kami sudah dekat dengan kawasan kastil Paman.

"Belinda. . ." suara ayah memecahkan keheningan yang menyelimuti perjalanan kami.

Tiba-tiba, seberkas cahaya terang menusuk pandanganku, membuatku menghindar ke belakang. Suara tabrakan mobil merupakan hal terakhir yang ku dengar sebelum kesadaranku hilang.

Ketika aku bangun, aku tahu ini pasti residence Paman. Tetapi ini bukan kastilnya yang di England.

"Uncle?"

"Well. . . well. . . if it isn't Belinda, the precious Crown Princess—"

"Where's my father?" kusela ucapannya dengan tatapan mata kebencian.

"He's gone." balasnya kembali dengan senyuman licik. Senyuman yang ingin sekali kurobek dari wajahnya yang sombong itu.

"You're lying!" teriakku kembali.

Ia mendekat kearahku dan menyerahkan sebuah tab. Disitulah terpampang jelas-jelas headline yang menusuk hatiku. Headline yang mengambil semuanya dari diriku.

"King Justine and Queen Veronica died in a car crash."

Dibawahnya, terdapat sebuah tabloid yang menambahkan kehancuran di duniaku.

"Crown Princess Belinda Justine's corps found missing."

Dalam sekejap itu, aku telah kehilangan semuanya. Kedua orangtuaku, tahtaku, kuasaku, dan hakku untuk hidup.

— End of Chapter Thirteen : 미안—

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro