달콤
"Hyung, aku ingin mencoba horse-back riding. Ayo kita pergi bersama!" ujar Jung-kook dengan senyuman riang.
"Eung. . ." balas Jimin dengan muka suram karena baru bangun tidur. Ia menoleh ke arah jam dinding. Masih jam enam pagi, dan Jung-kook sudah ingin berangkat?
Sambil menghela nafas berat, ia memasuki kamar mandi untuk membersihkan dirinya sendiri. Setelah memakai baju dan jaket musim dinginnya, ia berjalan ke arah mobil jeep yang menunggu mereka diluar.
"Ayo berangkat!" ujar Jimin sambil memasuki mobil tersebut.
Sebenarnya, ia baru beberapa kali belajar menunggang kuda. Tapi, bisa dibilang ia sudah lumayan pandai dalam mengontrol kudanya. Motif awalnya yakni untuk M/V mereka, berubah menjadi hobby tersendiri bagi Jimin. Sayangnya, scene berkuda tersebut tidak jadi dipakai dalam M/V mereka. Namun, tetap saja, hasrat Jimin untuk menekuni hobbynya yang satu ini tidak padam.
"Ayo turun hyung! Kita sudah sampai!" ujar Jung-kook bersemangat sambil menarik tangan Jimin.
Tae-hyung ternyata sudah menunggu mereka di daerah kandang sambil berbincang-bincang dengan sang pelatih.
Tanpa disadari kedua membernya, Jimin sudah menemukan kuda yang disukainya. Ia langsung menaiki kuda tersebut tanpa bantuan dan memulai latihannya.
Adrenaline yang mengalir dalamnya sudah lama tidak ia rasakan. Kudanya melompat kesana kemari dan ia berhasil tetap stabil mengendarainya. Bahkan pelatihnya pun ikut tercengang melihat sosok Jimin yang begitu lihai menunggang kuda.
Tiba-tiba kuda Jimin berhenti dan berdiri ke atas. Jimin ikut terkejut, namun ia berhasil menjaga kestabilannya. Ternyata, kudanya terkejut karena telah berhadapan dengan kuda paling besar di kandang itu. Kuda milik Princess Belinda Justine.
"Your Highness!" panggil sang pelatih dengan khawatir setelah melihat kuda milik Camillia lepas begitu saja. Camillia terlihat panik dan kebingungan. Ia sendiri tidak tahu cara mengendalikan kudanya.
Tanpa membuang waktu, Jimin langsung turun dari kudanya. Ia mengangkat tangannya dan mengelus-elus kuda milik Camillia. Aksi-nya membantu sang kuda besar untuk tenang kembali. Camillia benar-benar tercengang melihat sosok Jimin. Selain menari, Camillia belum pernah menemukan suatu hal yang bisa membuat Jimin mengeluarkan sosok fokus dan diam.
Jimin tidak berani mengangkat kepalanya untuk melihat Camillia. Namun, ia begitu penasaran akan kedatangan Camillia.
"Sejak kapan kau ada disini?" tanya Jimin dengan datar tanpa melihat Camillia.
"Um. . . baru saja. Tadi aku sempat berpapasan dengan Jung-kook." balas Camillia malu-malu.
"Your Highness, I think Mr. Park would be a better trainer for you. I have to take care of a few things, I'll let Mr. Park handle your training." ucap sang pelatih buru-buru.
Ia bahkan tidak memberi Camillia waktu untuk berbicara, dan malah langsung kabur ke luar kandang. Kepergiannya meninggalkan suatu situasi yang canggung baik bagi Camillia maupun Jimin. Camillia hanya bisa bermain dengan tali pegangannya. Sedangkan Jimin masih terpatung diam di hadapannya.
"Um. . . jadi. . . aku bisa mengajarkanmu beberapa hal basic. Apakah kau mau bantuanku?" tanya Jimin sambil mengelus-elus sang kuda besar. Sebenarnya ia sedang berbicara dengan sang Camillia, tetapi tatapannya tidak berani berpindah ke pemilik kuda.
"B-Baiklah." balas Camillia singkat.
Perlahan-lahan Jimin menarik tali kudanya dan membantu Camillia menaiki kuda tersebut dengan kecepatan lambat. Awalnya, Camillia cukup tertarik dengan hal berkuda. Namun, ia tidak merasa adanya hal menarik dengan hanya menaiki kuda layaknya kuda poni anak kecil.
"B-Bisakah kau berjalan lebih cepat?" tanya Camillia malu-malu.
"Mungkin akan lebih baik jika kau mencoba menunggang bersamaku." balas Jimin kembali. Setelah berpikir sesaat, Camillia akhirnya memutuskan untuk turun dari kudanya dan berpindah ke kuda Jimin. Jimin menaiki kudanya terlebih dahulu, lalu ia membantu Camillia menaiki kudanya.
Camillia yang akhirnya berada di atas kuda Jimin mulai merasa gugup. Apalagi ketika ia merasakan dua tangan Jimin memegangnya erat-erat.
"Apakah kau sudah siap?" tanya Jimin. Camillia yang sudah bagaikan patung es hanya bisa mengangguk singkat. Dengan itu, Jimin langsung menendang samping tubuh kudanya dan memerintahkannya untuk mulai berlari. Sang kuda perlahan-lahan meningkatkan kecepatannya.
Semakin lama mereka menunggang, posisi Jimin dan Camillia semakin dekat. Perlahan-lahan, Camillia pun bisa menikmati menunggangi kuda. Jimin semakin mempererat posisi tangannya agar Camillia tidak terjatuh.
Perlahan-lahan rintikan hujan mulai turun. Keasyikan menunggang kuda membuat kedua nya melupakan arah jalur mereka, hingga akhirnya mereka terjebak di lembah-lembah dalam. Jimin sendiri mulai menyadari bahwa mereka sudah tersesat. Namun, ia tidak berani membuka mulut dan memberi tahu Camillia.
Camillia juga ikut menyadari bahwa mereka tersesat. Dari respon tubuh dan raut wajah Jimin, ia dengan mudah bisa menebak bahwa mereka sudah tersesat.
"I see a cave. Let's go there and take shelter." ujar Camillia sambil menunjuk ke arah gua di dekat mereka.
Serangan hujan mulai semakin keji. Keduanya berhasil sampai tepat waktu di dalam gua, meskipun sedikit basah kuyup. Jimin mengambil sebuah tas dari kudanya dan kembali ke dalam gua.
Ia sudah melihat Camillia mulai menggigil kedinginan. Namun, seperti biasa. Camillia yang tangguh tidak bersedia membuka mulut. Ia lebih memilih mencari batu kecil dan mencoba menyalakan api. Ia mencoba sekali, dua kali, tiga kali. Semuanya gagal.
"Berikan itu padaku." ujar Jimin sela mengeluarkan kain besar dari tasnya dan memberikannya pada Camillia.
Hanya dalam sekali coba. Api akhirnya menyala.
Camillia terkejut bukan main. Mulutnya terbuka lebar. Bahkan lalat pun bisa memasuki mulutnya yang terbuka itu. Ia benar-benar tidak percaya. Jimin yang terlihat sering berfoya-foya kesana kemari, ternyata punya sosok yang seperti ini. Sambil membalut kain yang diberikan Jimin di sekelilingnya, ia mengambil nafas ringan. Ia menyandarkan tubuhnya ke tembok dan memejamkan matanya. Tanpa disadarinya, ia sudah hanyut dalam alam mimpi.
Jimin sendiri dalam kondisi yang sama. Ia terbaring sambil bersandar di tembok. Ia kedinginan sekali, namun di situasi seperti ini, ia lebih mengkhawatirkan Camillia dibandingkan dirinya sendiri.
Hujan diluar perlahan-lahan mulai memperlambat ritmenya. Tidak lama kemudian, langit sudah kembali cerah. Camillia dengan sigap langsung bangun dari tidurnya. Ia menoleh ke samping dan mendapati Jimin tertidur pulas. Pelan-pelan ia beranjak dari posisinya dan memberikan blanket itu pada Jimin. Seulas senyum terukir pada wajahnya saat melihat sosok Jimin yang tertidur pulas.
Sebenarnya, ia sudah mencoba menahan dirinya agar tidak bertemu para member Bangtan selama tiga tahun terakhir. Camillia hanya bisa melihat mereka sebatas dari layar berita-berita mengenai comeback atau interview mereka. Namun, ketika ia mendengar berita kedatangan tiga member Bangtan di acara charity gala Inggris, perasaanya mulai campur aduk. Hatinya begitu bahagia karena bisa bertemu Jimin lagi, tetapi kepalanya tahu bahwa inilah sumber bencana.
"Lia. . ."
Camillia langsung menoleh kearah sang sumber suara. Rasa bingung menelan Camillia bulat-bulat. Mata Jimin jelas-jelas terpejam, namun mulutnya terbuka.
"Jangan. . . tinggalkan. . . aku lagi."
Camillia berpindah ke arah Jimin dan menaikkan posisi blanketnya. Ia baru ingin beranjak ketika sebuah tangan tiba-tiba menariknya kembali. Camillia jatuh tepat dihadapan Jimin. Tatapan Camillia terpaku pada sebuah tangan yang erat-erat memegang tangannya.
"Kau. . ."
"Setelah tiga tahun, tidakkah menurutmu kita harus berbicara?" tanya Jimin sambil menatap ke arah mata Camillia.
"Tentang apa?" balas Camillia kembali dengan nada lemah.
"Malam itu."
"Tidak ada yang perlu dibahas. Yang lalu sudah lalu." tegas Camillia dengan tatapan mata yang menghindari Jimin.
"A-Apakah kau membenciku?" pertanyaan Jimin yang satu ini membuat Camillia terkejut bukan main.
"Tidak. Aku tidak membencimu."
"A-Apakah kau menyesali malam itu?"
"Sebenarnya. . . aku tidak menyesalinya. Hanya saja, aku menyesali diriku yang bertemu denganmu saat itu. Kala itu, aku belum siap untuk memberi tahumu siapa aku sebenarnya. Karena aku takut bahwa kau akan ikut terjerat dalam duniaku yang rumit."
Jimin memang sedikit terkejut mendengar ucapan Camillia. Waktu Jung-kook memberi tahunya bahwa Camillia adalah Princess Belinda Justine, ia juga sangat terkejut. Ia memang menentang Jung-kook secara terang-terangan, namun di dalam hatinya ia juga mempunyai sedikit harapan bahwa itu benar-benar Camillia.
"Apakah kau tahu bahwa tiga tahun terakhir aku sudah berubah banyak?" tanya Jimin sambil mencoba meraih wajah Camillia. Tangannya mengelus-elus wajah wanita yang begitu ia cintai itu.
"Tahu. Hanya saja, aku penasaran mengapa kau berubah tiba-tiba." balas Camillia kembali sambil memegang tangan Jimin.
"Aku berubah. . . agar pandanganmu terhadapku berubah. Aku tidak ingin kau sekedar menganggapku sebagai boss yang hanya bisa berfoya-foya." lanjut Jimin dengan raut wajah sedih.
—End of Chapter Sixteen : 달콤—
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro