Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

거짓말

Berada dalam posisi canggung ini tentunya membuat Camillia tambah sulit menahan dirinya sendiri. Apalagi terus melihat Jimin menatapinya dengan tajam, ia sama seperti rusa kecil yang berada dalam cengkraman singa, ia tidak bisa kabur.

Perlahan-lahan, Ji-min terus saja mendekat, ia berusaha menahan dirinya untuk tidak mencium Camillia, tetapi ia juga bagaikan besi yang tertarik pada magnet, ia tidak bisa melepaskan hasratnya. Ia memegang pipi Camillia yang lembut dan langsung mengejar bibirnya. Camillia juga akhirnya menyerahkan dirinya begitu saja, dan kembali mencium Ji-min. Ia begitu menikmatinya. Disatu sisi, ia merasakan sisi lembut Ji-min, dan ia sudah jatuh cinta hanya karena itu. Semua pertahanan diri yang telah ia bangun selama ini, meleleh begitu saja di hadapan Ji-min.

Ia tahu betul bahwa ia harus berhenti, karena itu ia pelan-pelan menoleh ke samping dan mengakhiri ciumannya. Ji-min terlihat cukup kecewa, namun ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menggoda Camillia.

"Tuh, kan? Dengan begitu mudahnya aku sudah tahu kau berbohong!" ujar Ji-min disertai dengan seringai licik pada wajahnya.

Camillia baru ingin membalasnya ketika ia menyadari Soo-jung berlari masuk ke dalam dengan panik. Ia tahu betul pandangan bertanya-tanya Soo-jung ketika melihat posisinya yang begitu dekat dengan Ji-min. Seketika itu juga, ia mendorong Ji-min agak mundur dan memalingkan wajahnya.

"Sorry, did I interrupt something?" tanya Soo-jung penasaran setelah melihat Ji-min tersenyum malu dan Camillia yang wajahnya merah bagaikan tomat.

"Aku baru ingin memanggil byuntae ahjussi keluar karena Kook oppa mengajaknya untuk makan siang, tapi sepertinya kalian sibuk, karena itu—"

"Bawakan saja makananku kesini agar aku bisa mengawasi bayi besar satu ini," ujar Ji-min sambil mengacak-acak rambut Camillia dengan ceria. Namun yang ia dapatkan ketika menoleh kembali kearah Camillia adalah wajah garangnya karena rambutnya berantakan.

"Baiklah," ucap Soo-jung yang langsung terburu-buru berlari keluar. Sekali lagi, Camillia dan Ji-min ditinggal berduaan di dalam kamar rumah sakit yang sempit itu.

🌼🌼🌼

"Kau tidak tidur?" tanya Camillia penasaran setelah menyadari jarum jam yang mengarah ke angka sebelas malam.

Sebaliknya, Ji-min mengeluarkan senyum licik dan membalasnya, "Aku rasa aku akan mandi dulu."

Camillia yang masih saja clueless akan rencana Ji-min hanya bisa menatapinya dengan bingung sebelum ia menyadari kelakuan Ji-min yang mempermainkannya. Si mesum itu langsung melepaskan atasan bajunya begitu saja di depan Camillia, hingga menunjukan atasannya yang telanjang. Tentu saja, Camillia langsung menutup wajahnya, tersipu malu akan apa yang barusan ia lihat. Padahal, dari dulu ia sudah sering berganti baju dengan pria, dan bahkan melihat mereka telanjang. Namun entah kenapa, hari ini ia begitu malu melihat tubuh berotot Jimin yang telanjang di depannya.

"Ingin melihat selanjutnya?" tanya Ji-min licik sambil perlahan-lahan melepaskan sabuknya, namun ditengah melepaskan sabuk ia sudah disambut dengan teriakan sengit Camillia.

"Dasar mesum!" teriak Camillia sambil mendorong Ji-min masuk kamar mandi dengan paksa. Ia melemparkan semua baju serta handuk Ji-min dan langsung menutup pintu kamar mandi itu dengan nafas terengah-engah.

"Aku bisa gila jika aku terus berada di sampingnya," batin Camillia sendiri, namun ia juga tidak menyadari senyum manisnya yang terus menaiki pipinya ketika ia mengingat kembali semua tingkah lucu Ji-min.

Camillia kembali ke kasurnya dan menggapai bukunya yang daritadi belum selesai ia baca. Dengan berjalannya waktu, ia akhirnya terjun dalam dunia bukunya. Sisi kutu bukunya kembali hidup setiap kali ia menyentuh sebuah buku. Meskipun tampang dingin dan kerasnya, ia sebenarnya seorang penggemar buku. Ayahnya sejak kecil telah mendidiknya untuk membaca buku kapanpun ia sempat, tanpa ia sadari kebiasaan itu telah tumbuh dari dirinya dan membantunya melalui masa-masa sulitnya setelah orang tuanya meninggal. Ia menoleh kearah Ji-min dan tersenyum ketika mendapati Ji-min yang sudah tertidur pulas diatas sofa.

Perlahan-lahan Camillia menarik selimut dari kasurnya sendiri dan meletakkannya diatas tubuh Ji-min yang begitu dingin. Sepertinya, Ji-min yang kelelahan langsung terjatuh tidur pulas setelah mandi. Camillia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya ketika menatapi Ji-min. Ia baru ingin kembali membaca bukunya ketika ia melihat arah jarum jam yang sekarang sudah mengarah ke jam tiga subuh. Matanya sebenarnya sudah mengantuk namun entah kenapa ia tidak bisa tidur.

"Apakah kau sendiri tidak tidur?" suara Ji-min yang tiba-tiba bangun langsung mengejutkan Camillia. Ia baru ingin beranjak dari kasurnya ketika ia mendapati Ji-min sudah berdiri di depannya membawa selimutnya. Ji-min yang sebenarnya masih mengantuk langsung menaiki ranjang Camillia dan memeluknya erat-erat. Ia memasang blanket di sekitar Camillia yang sebenarnya dari tadi sudah menggigil kedinginan.

"Dasar babo [bodoh], kau memberikanku selimutmu, padahal yang kedinginan itu kau." batin Jimin pada dirinya sendiri ketika melihat wajah Camillia yang langsung jatuh tertidur pulas dalam pelukannya.

Belum pernah selama hidupnya ia melihat gadis sepolos Camillia. Diluar, Camillia terlihat seperti batu keras yang sulit dihancurkan. Namun ia yakin, di dalamnya Camillia sama lembutnya dengan semua gadis pada umumnya. Rasa ingin melindungi Camillia semakin tumbuh dalam diri Ji-min. Ia tidak rela kehilangan gadis ini, apapun yang terjadi.

🌼🌼🌼

Kesilauan akan sinar matahari akhirnya membangunkan Ji-min dari tidur nyenyaknya bersama Camillia. Ia menoleh kearah jarum jam dan tersenyum lega menyadari ia sudah tidur cukup lama dari biasanya.

"Sudah jam sembilan, sepertinya aku harus mencari sarapan," gumam Ji-min sambil perlahan-lahan melepaskan pelukannya dari Camillia. Ia menaikkan selimut Camillia dan membiarkannya terus beristirahat.

Ia menuruni escalator rumah sakit itu dengan senyuman manis yang terus tertempel pada wajahnya. Langkah kakinya ia percepat menuju restaurant chinese di samping rumah sakit itu.

"Satu bubur regular, dan satu mangkuk jjampong." ujar Ji-min sambil memberikan sejumlah uang pada pegawai restaurant itu. Ia baru ingin duduk ketika ia mendapati sebuah sosok wanita menatapinya dengan tatapan mata licik.

"Ji-min a, sudah lama sekali. Kau tidak ingin menyapaku?" tanya sang wanita dengan tingkah yang semakin membuat Ji-min membencinya.

"Sae-ra ssi, pergilah dari hadapanku. Aku benci mengulangi perkataanku," balas Jimin ketus. Ia jelas-jelas tahu dalang dibalik semua ini pasti Sae-ra. Hanya perusahaan milik ayah Sae-ra lah yang memiliki hubungan kerja sama dengan Dylan Blatt. Semua ini terjadi karena Sae-ra ingin balas dendam, itulah yang diyakini Ji-min.

"Aku tahu kau membenciku, tetapi itulah yang semakin membuatku menyukaimu," ujar Sae-ra yang menempatkan dirinya dalam pangkuan Ji-min. Ia menoleh ke samping sejenak sambil berpura-pura merapikan rambutnya, dan tanpa peringatan mencium Ji-min begitu saja.

Disaat yang bersamaan, pintu restoran chinese itu terbuka. Ji-min langsung menoleh ke samping dan membelalakan matanya ketika menyadari Camillia berdiri di samping Sebastian.

Suasana tersebut semakin canggung lagi diantara empat orang itu. Sae-ra terus menatapi Camillia dengan licik, dan sebaliknya Camillia tetap diam saja. Raut wajahnya sulit sekali dibaca, namun Ji-min yakin Camillia pasti kecewa.

"Omo, liatlah ini. Sang bodyguard wanita pelindungmu sudah datang," ujar Sae-ra dengan suara berpura-pura terkejut.

"Lia ssi—"

"Let's go, Sebastian!" ujar Camillia sambil menyeret ketua timnya itu kembali ke dalam rumah sakit. Selera makannya sudah hilang melihat Ji-min bermain-main dengan wanita lain. Ia merasa begitu bodoh untuk jatuh cinta dengan Ji-min ketika ia jelas-jelas tahu bahwa Ji-min hanyalah seorang casanova yang senang mempermainkan perasaan wanita.

"Are you alright?" tanya Sebastian khawatir setelah melihat Camillia memucat. Seketika itu, Camillia merasakan sekujur tubuhnya lemas, dan akhirnya ia jatuh lemas ke lantai. Tanpa menunda, Sebastian langsung mengendongnya dan berlari panik ke kamarnya. Ia memanggil  dokter terdekat lantai itu dan hanya bisa pasrah melihat sang dokter menangani Camillia.

Ia mengacak-acak rambutnya dengan kesal, lagi-lagi ia merasa bersalah. Sebastian awalnya bermaksud mengajak Camillia keluar untuk sarapan, sekaligus mengungkapkan perasaannya yang ia pendam selama ini. Namun, ketika ia melihat pandangan Jimin terhadap Camillia, dan sebaliknya. Ia tahu bahwa ia harus terus memendam perasaan ini. Camillia sudah diluar kendalinya, selama ini ia berpikir bahwa Camillia bisa membuka dirinya di hadapannya karena ia merasa nyaman di dekatnya. Tetapi dengan berjalannya waktu, Sebastian yakin, sudah saatnya ia menyerah. Camillia sudah jatuh cinta dengan Ji-min.

— End of Chapter Seven : 거짓말—

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro