Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[18] Ada dan Tiada

"Biar aku aja, Bi." Pinta Juan menahan lengan Biru, sesaat akan mengambil tubuh Junior yang tengah tertidur di bangku belakang.

Biru tak merespon ucapan Juan, namun menggeser tubuhnya ke samping. Memberi akses penuh bagi Juan untuk menggendong Junior.

Setelah mengunci pintu mobil, Juan mengekori Biru memasuki kotak besi yang akan membawanya ke apartemen wanita itu. Membiarkan ponsel pintarnya tergeletak di dasboard mobil, meninggalkan berpuluh-puluh panggilan tak terjawab juga rentetan chat di aplikasi whatsapp miliknya.

Tak ada obrolan hanya terdengar dengkuran halus yang dikeluarkan Junior. Biru sendiri tak mau repot-repot mengajak Juan mengobrol. Ia hanya ingin cepat-cepat membersihkan diri, juga makan. Terlihat dari keengganan Biru jika berdekatan dengan lelaki masa lalunya ini, Juan sendiri memilih memeluk tubuh kecil Junior.

Untuk kesekian kalinya, Juan menghidu aroma minyak telon yang menguar dari tubuh puteranya. Bau khas bayi yang berhasil membuat hatinya menghangat dan seakan ia merasa seperti pulang ke rumah.

Juan meraup bau minyak telon dari tubuh puteranya, kemudian menyesapnya dengan rakus. Menyimpan apik dalam memorinya, bagaimana aroma puteranya ini.

Biru melebarkan pintu apartemennya, mempersilakan Juan memasuki area pribadinya. Perlahan Juan memindahkan tubuh Junior di atas ranjang queen1 size milik Biru, untuk sesaat pergerakkan kecil dari anak lelakinya ini membuat Juan batal beranjak dari duduknya. Menepuk pelan pantat Junior agak kembali tertidur, seraya membaringkan tubuhnya di samping Junior.

Biru tertegun melihat sikap lembut Juan dalam menenangkan Junior agar kembali tertidur.

Haruskah ia merasa bahagia, karena Juan akhirnya tahu keberadaan anaknya, juga menerima keadaan Junior yang tak normal itu?

Tak sampai di situ saja, Juan bahkan sukarela tubuhnya terhimpit sampai ke ujung ranjang, hanya untuk sekedar memandang wajah anaknya yang terlelap. Mengabaikan bahwa bisa saja ia sewaktu-waktu jatuh terjungkal ke bawah.

Juan melongokkan kepalanya melewati kepala Junior, dan mendapati Biru berdiri kaku di depan pintu kamar mandi hanya dengan menggunakan jubah handuk selutut.

Biru merutuki kecerobohannya. Kenapa ia bisa lupa jika ada Juan di apartemennya, dan berada di kamarnya.

Sedikit kikuk ia berjalan menuju lemari pakaiannya. Sialnya lagi, ia kehabisan celana. Baik celana kain rumahan atau celana panjang piyama, juga kaos oblongnya. Sial! Ia lupa melemparkan cucian kotornya ke Laundry-an.

Setengah gondok karena sekali lagi kecerobohannya, membuat ia harus mengambil celana pendek dan tank top.

Kalau saja hanya ada dirinya, ia tak perlu susah payah menutupi bekas luka yang hampir tersebar hampir kesekujur tubuhnya.

Sedikit kesusahan, Juan memaksakan tubuh besarnya beranjak dari rebahannya. Perlahan agar tak mengusik tidur Junior, Juan berhasil melakukannya.

Juan tertegun melihat keloid memanjang di kedua betis Biru, seperti luka bekas operasi. Sesaat sebelum Biru kembali memasuki kamar mandinya.

Luka apa itu?

Tak lama pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Biru yang sudah berpakaian. Meski jauh dari kata seksi, tapi sukses membuat Juan meneguk ludahnya.

"Mandilah, handuk bersih ada di dalam. Tapi aku nggak punya baju ganti buat kamu."

"Tak masalah, aku ada di baju ganti di tas ransel." Juan tersenyum kikuk. Menunjukkan tas ransel terongok di kaki ranjang dengab dagunya, kemudian beranjak dari tempat tidur dan memasuki kamar mandi.

Sebelum naik ke apartemen Biru, Juan sempat menyambar tas ranselnya yang berisi baju ganti juga beberapa peralatan mandinya.

Pekerjaannya sebagai Direktur Sales Of Marketing, mengharuskan dirinya selalu mobilitas kemana-mana, selalu berjaga-jaga membawa baju ganti dan sebagainya. Tentu begitu berguna disaat seperti ini.

Juan mendapati Junior yang masih tertidur lelap di ranjang kecil Biru, hanya saja sekarang berubah haluan menjadi menghadap ke arah dirinya berdiri.

Senyum merekah tak kunjung menyusut dari wajah Juan, meletakkan handuk kecil bekas mengeringkan rambutnya di atas nakas. Juan menekuk lututnya dan membelai lembut kepala Junior.

"Papa menyanyangimu, Junior," bisik Juan mengecup lama kening Junior. kemudian berjalan keluar kamar.

Satu hal yang pasti, ia mencintai puteranya ini. Walau ia bukanlah lelaki pertama yang melihat tumbuh kembangnya.

Juan menemukan sosok Biru sedang berada di dapur dan berkutat dengan peralatan memasak. Ia merasa deja vu. Dirinya pernah berada di posisi seperti ini.

Ia yang duduk di kursi meja pantry, sedang memandangi Biru yang tengah asyik berkutat dengan panci dan wajan beserta kawan-kawannya.

Rutinitas seperti inilah yang selalu menyambut Juan ketika pagi hari. Jika dulu ia merasa hal yang lakukan Biru adalah hal biasa, tapi setelah lima tahun berpisah melihat Biru berkutat di dapur. Menyediakan sarapan untuknya juga melayaninya, tak mampu menahan senyuman Juan terkembang. Meski hanya senyuman tipis.

Beberapa kali Juan mengamati Biru yang sedang mondar-mandir, entah itu mengecek masakan, ataupun hanya sekedar mengambil sesuatu dari dalam kulkas atau di rak atas kepalanya.

Dulu Biru lebih senang memanjangkan rambutnya, dan mewarnainya dengan warna hitam. Ia sendiri lebih menyukai wanita berambut panjang, karena Juan kebiasaan Juan yang selalu membelai rambut lurus tersebut setelah menghabiskan aktivitas malam mereka.

Biru dengan rambut panjangnya telihat begiti seksi dan menggoda, apalagi saat berada di dalam kungkungannya dengan rambut berantakan tergerai di atas bantal.

Kini Juan takkan menemukannya lagi, Biru memotong pendek rambutnya. Sangat pendek. Bahkan mewarnainya dengan warna hijau terang.

Biru tetap selangsing seperti dulu. Tak ada perubahan signifikan dari Biru, bahkan sebelum dan sesudah melahirkan. Biru memiliki tubuh proposional, namun terlihat lebih kurusan.

Lagi-lagi mata Juan menemukan keloid di pergelangan tangan kiri Biru, berjejer hingga tiga baris.

Ingatan akan obrolannya dengan bule Perancis, kembali terngiang di telinganya. Terasa terasa tertohok akan kenyataan, Juan menyakini itu adalah bekas luka dalam upaya bunuh diri Biru untuk kesekian kalinya.

Tak hanya itu saja, Juan melihat keloid disekitar bahu sebelah kanan Biru. Memanjang dari bahu hingga ke siku.

Juan benar-benar merasa dadanya kesakitan, melihat semua bekas luka yang ada ditubuh Biru.

Tak sampai di situ saja, kali ini Juan melihat keloid lainnya lagi. Ada di bagian perut Biru.

Luka memanjang lainnya.

Juan kembali tertegun melihat bekas luka diperut Biru, walau tak tertutup sempurna. Celana pendek yang menggantung dipinggul, serta tank top yang tersingkap kala Biru mengambil sesuatu jauh di atas sana membuatnya bekas luka itu menyembul keluar.

Terlalu banyak bekas luka di tubuh Biru, dan itu karena ulahnya. Perasaan itu kembali muncul, dan Juan sudah tak sanggup lagi menahannya sendirian.

Beranjak dari duduknya, Juan langsung merengkuh tubuh Biru yang membelakangi dirinya. Memeluknya dengan erat, mencoba menyalurkan segala emosi yang ia tahan sedari tengah malam tadi.

Tanpa peduli tubuh Biru yang menegang, akibat pelukannya. Juan menenggelamkan wajahnya dicerukan leher Biru, dan menumpahkan airmatanya. Mengumamkan ratusan kata maaf, meski ia tahu kata maaf saja takkan pernah mengembalikan apapun yang telah ia rengut dari wanitanya ini.

"Maafin aku, Bi. Maafin aku," gumam Juan dengan Biru masih tergugu ditempatnya. "Aku salah! Bunuh aku, Bi! Bunuh aku!"

Tangisan Juan terdengar begitu menyayat di telinga Biru, tak urung membuat wanita berambut hijau itu larut dalam tangisan Juan yang kembali menumpahkan penyesalannya.

Biru menengadahkan kepalanya menghalau setitik airmata yanh sudah menganak di sudut matanya. Meragu apa yang harus ia lakukan antara menyambut pelukan Juan atau hanya membiarkannya saja. Toh Pada akhirnya semua akan bermuara pada hatinya yang masih belum bisa berhenti mencintai pria ini.

Juan mengurai pelukkannya, dan membalikan tubuh Biru. Memandang lekat tepat di manik mata hijau kesayangannya ini. Menghapus jejak airmata Biri yang akhirnya luruh dengan jempol jarinya.

"Juan!" pekik Biru mendapati Juan berlutut dan menyingkap kaosnya, memamerkan keloid tepat di perut bagian bawahnya.

Tak menyana, Juan mengecupi bekas lukanya. Membuat Biru tertegun. "Ju-Juan...."

"Makasih, Bi. Udah ngelahirin Angkasa." Jeda Juan kembali mengecupi bekas luka Biru. "Makasih karena udah mau bertahan. Seribu maaf dan terima kasih takkan pernah bisa mengantikan semuanya." Juan memeluk perut Biru.

Biru meraih kepala Juan, membungkuk dan ikut tenggelam dalam tangisan mereka.

Sekali lagi keraguan itu menelusup ke dalam sanubari Biru.

Haruskah?

✩★✩★✩★✩★✩

Eits ... jangan ngamok dulu ya nyaidasimah mas bron belom nongol jua. Tapi ... gegara WA barusan tadi, saya mau bikin part khusus sama maa brond yg lagi liburan di Bali. Ngahahahahahaahaha....

Gak tau nih gimana reaksi kalian setelah baca part ini. Semoga suka ya.

Makasih 😘😘😘😘

Surabaya, 08/01/2019
-Dean Akhmad-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro