Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[17] Tentang Dia

Cocok gak sih backsoundnya?
___________________________

Mereka sedang duduk di luar bangsal VVIP yang ditempati oleh Elisa. Sembari memegangi satu gelas kertas berisi kopi hitam, dengan uap panas yang masih mengepul.

Sejujurnya Richard belum puas menghajar pria disampingnya ini, lelaki yang ternyata adalaha ayah biologis dari putra angkatnya. Jika saja Biru tak menghentikannya, mungkin saja ia bisa menghabisi nyawa Juan saat itu juga.

Sayangnya, putra pertamanya itu harus tahu bahwa ia punya seorang papa. Yang ternyata begitu bedebah dan pengecut.

"Namanya Angkasa Biru. Kami memanggilnya Biru, sama seperti nama ibunya." Richard menjeda ucapanya, seraya menyesap kopi yang ia tangkup dengan kedua tangan besarnya.

"Angkasa Biru." Ulang Juan Pelan. Ada setitik kebahagian saat tahu nama putranya. Bagaikan mantra, Juan mengumamkan nama putranya berulang-ulang. Betapa ia merasakan bulir-bulir kebahagian menyadari ada namanya tersemat dinama sang putera.

Richard menyilangkan tungkai kanannya, dan bersandar. "Biru lahir prematur, selama dua bulan dia harus di inkubator. Selain itu ia mengalami sakit kuning parah yang berujung pada diagnosa dokter, jika Biru terkena Cerebral Palsy."

Lidah Juan terasa kelu. Dan tenggorokkannya terasa sakit, tambah sakit kala ia menelan ludahnya dengan susah payah.

Ia merasa marah pada dirinya sendiri, tak pernah ia nenyangka jika pertemuan terakhirnya dengan Biru malah berbuah seperti ini.

Ia tak tahu jika Biru dalam keadaan hamil, ketika ia ... menghajar Biru dulu. Demi Tuhan. Saat itu ia benar-benar gelap mata, dan dengan entengnya melayangkan sejumlah pukulan dan tendangan.

Jika saja ia tahu bahwa Biru sedang mengandung darah dagingnya, ia tak kan berlaku sekeji itu.

Yakin? Bukannya kamu akan menyuruh Biru mengugurkannya?

Batin Juan mencemoohnya terang-terangan. Ya ... bisa jadi apa yang diteriakan oleh batinnya menjadi kenyataan. Bukan tak mungkin Biru Junior hadir di dunia ini.

Saat itu ia begitu dibutakan cintanya pada Kiara, hingga mampu melakukan apa saja hanya agar Kiara tak terluka.

Mengusap wajahnya kasar, Juan benar-benar merasa menjadi pria terberengsek di dunia ini. Ingatan ia memukuli Biru kembali berputar selayaknya kaset rusak di dalam otaknya.

Betapa kejinya ia.

Dan luka yang ia dapat malam ini, tak sebanding dengan luka yang Biru dapat atas perbuatan kejinya.

"Bobot Biru tak sampai dua kilo, betapa kuatnya Biru untuk tetap bertahan dalam keadaan serba keterbatasannya."

Juan hanya bisa diam mencerna omongan Richard yang belepotan, tanpa meninggalkan logat Perancisnya meski ia begitu fasih berbahasa Indonesia. Ia tak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Elisa menemukan Blue terkapar di toilet, pendarahan hebat dan hampir keguguran. Awalnya kami hanya sekedar menolong, tapi begitu mengatahui jika janinnya berhasil selamat istriku tak tega meninggalkannya begitu saja. Ia bersikeras ingin merawatnya."

Juan memejamkan matanya meresapi setiap ucapan Richard bagaikan penghakiman baginya. Sekejam itukah dirinya lima tahun lalu.

Ya Tuhan! Apa yang sudah ia lakukan.

Juan menekuk kedua sikunya diatas lutut, dan menenggelamkan wajahnya pada kedua belah telapak tangannya.

Juan melirik ke dalam bangsal, melalui sela-sela jemarinya yang menampilkan Biru tengah mengendong seorang bayi. Disertai senyumanan tulus tersungging diwajahnya, yang saat itu juga mampu menggetarkan hatinya kembali.

Richard mengikuti arah pandang Juan, dan mendapati hal yang sama seperti Juan lihat.

"Dia terlihat bahagia, kan? Sayangnya senyuman itu hilang dalam kurun lima tahun lalu. Baru kali ini aku melihat senyuman itu lagi."

Juan mengiyakan ucapan Richard. "Ya ... dia terlihat bahagia." Juan akhirnya mampu bersuara, meski harus berususah payah mengeluarkannya.

Timbunan kemarahan pada aksi kejinya dulu, membuat tenggorokkan Juan terasa begitu menyakitkan.

"Dia tak pernah bisa menggendong bayi Biru saat itu. Seakan-akan ia ingin menebus waktunya yang telah hilang ketika Biru masih bayi." Dahi Juan berkerut, kebingungan. Bukankah setiap ibu melahirkan, berhak menggendong bayinya.

"Biru koma selama dua tahun, setelah aksi melarikan dirinya, yang berujung pada tabrakan." Juan terhenyak dalam duduknya.

"Ko-koma?" Jantungnya seakan mau meloloskan diri dari tempat asalnya.

"Blue tak sadarkan diri selama dua minggu pasca ditemukan. Tak sampai disitu saja, selang beberapa minggu kami menemukan Blue dalam keadaan kritis, dengan mengiris pergelangan tangannya."

Jantung Juan terasa diremat dengan kuat, bahkan paru-parunya tak berfungsi dengan baik. "Dan untuk kesekian kalinya Blue melakukan percobaan bunuh diri, dengan melompat dari atap gedung rumah sakit di Perancis."

Juan menjambak rambutnya kasar. Berharap jika apa yang dikatakan pria bule berambut pirang ini hanya bualan semata, agar ia merasa bersalah atas tindakannya dulu.

"Blue mengalami depresi, karena tak kuat ditinggalkan. Dia sudah mengalami trauma saat orangtuanya meninggal dunia. Kemudian kau pun juga meninggalkannya, membuat dia tak pernah sanggup menerima kenyataan bahwa ia telah ditinggalkan untuk kedua kalinya."

Kali ini dada juan nyeri luar biasa. Penjelasan Richard jelas membuat hati Juan tertusuk ribuan sembilu tajam, lalu dicabut secepat kilat kemudian menusukannya kembali. Terus berulang-ulang hingga rasa kebas menyelimutinya.

Dirinya terlampau pengecut, ia memang tak berniat mencari tahu keadaan Biru, karena terlalu larut dalam euforia pernikahannya dengan Kiara.

Andai ia tahu sedari awal, Juan mungkin akan berbaikan dengan Biru dan mencoba memulainua dari awal. Paling tidak demi buah hati mereka.

Ia merasa kehilangan hal yang seharusnya menjadi tugas dan kewajibannya.

Seharusnya ia lah yang pertama kali menimang bayi Biru dan mengadzaninya, memberikan nama yang cocok untuknya.

Juan melewatkan hal itu.

Ia melewatkan bagaimana Biru mengucap kata pertamanya, dengan memanggilnya ayah.

Ia melewatkan bagaimana Biru merangkak untuk pertama kalinya.

Ia melewatkan bagaimana Biru belajar berdiri dan berlari.

Lalu kemudian kenyataan pahit menghantamnya tanpa ampun.  Puteranya bukanlah anak normal seperti anak-anak lainnya.

Puteranya pengidap Cerebral Palsy, yang membuat perkembangan otak juga ototnya melambat. Anakknya tak kan pernah menjadi anak normal lainnya.

Dan itu karena kesalahannya.

Juan mengigit bibir bawahnya berusaha menahan desakan airmata yang menganak di ujung matanya, tapi ia kalah begitu melihat Biru sedang berusaha mengelus pipi bayi mungil itu dengan punggung tangannya.

Isakan Juan lolos begitu saja, bersamaan dengan derai airmata yang ikut luruh dalam isakan tanpa suara miliknya.

Ia bukan pria cengeng, tapi untuk sekali saja ia membiarkan isakannya lolos.

Tangisan pria itu terdengar menyayat hati, bagi siapa saja yang mendengarnya. Tak terkecuali Richard. Tangisan yang mengisyaratkan penyesalan dan putus asa.

Maafkan aku....

Tak terhitung berapa banyak dua kalimat tersebut terucap melalui indera pengucapnya, berharap bahwa hal itu bisa mengurangi rasa sesak di dada yang kian menghimpitnya.

Bukannya berkurang, rasa sesak itu kian bertambah. Dua kalimat yang seharusnya syarat akan makna, semakin menumpuk rasa bersalahnya.

Ia mengharamkan sikap pengecutnya lima tahun lalu, hingga mengahancurkan kehidupan Biru juga anaknya. Betapa ia menyesal dan kecewa pada dirinya sendiri. Karena ulahnya rasa penyesalan itu kian menggunung tanpa bisa ia kikis.

"Sekarang giliranmu untuk membahagiakan mereka," ucap Richard seraya menepuk bahu Juan kemudian menyusul memasuki bangsal VVIP.

Juan mengerling ke dalam bangsal itu dan menemukan Biru yang masih saja tersenyum semringah menatap bayi dalam dekapannya.

Kali ini Juan hanya berharap jika ia masih bisa memperbaiki semua yang telah ia rusak.

Ia bukan pria cengeng. Sekali ini saja, biarkan ia menumpahkan rasa penyesalannya pada derai airmata yang dipercainya untuk mengurangi rasa sesak di dadanya.

Maafkan aku, Bi. Sungguh aku meminta maaf padamu juga anak kita.

✩★✩★✩★✩★

Eng ... ing ... eng ...

How? How? How?

Udah nyesek belom sih? Begadang lagi nih aku buat ngetik ini. Awas aja kalo enggak ada komen "nyesek"

Guwa tusuk nih ... tusuk nih ... (ala2 tikel line)

selamat membaca ya gaes. See ya... 😘😘😘😘 rosalinda mau bocan. Yuuuk markibo. Bye (kibas daster batik merk kencana ungu)

sowri nyaidasimah cokiber kita masih nge-gym mau gedein otot bisep, biar kuat gendong si eneng buat ngajakin malmingan. #eh

Ngahahahahahaha.... okeh.

Bye ....

Surabaya, 06/01/2019
-Dean Akhmad-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro