Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[13] kebetulan.

Tak ada salahnya main ke rumah mamah Tatiana, secara Juan juga jarang pulang ke rumahnya kalau si mamah belum ngamuk minta dijenguk.

Punya satu anak, tapi segitunya. Kata mamah Tatiana sih.

Sekalian ia ingin melihat rumah peninggalan orangtuanya yang berada tepat di sebelah rumah keluarga Dirgantara.

Jadi sebelum berangkat ke Bandung, Biru kembali ke apartemennya memarkir mobilnya dan menggambil beberapa baju yang diperlukan setelah merapikan belanjaannya.

"Kamu tinggal sendirian, Bi?" tanya Tatiana menyusuri ruangan tamu Biru yang menyatu dengan dapur.

"Iya, Mah," sahut Biru dari dalam kamarnya. "Mamah kan tahu sendiri aku nggak pernah bisa punya temen deket selain sama Juan."

Sekalinya punya sahabat ditikung juga.

Gerakan Biru terhenti, kemudian beralih melihat ke atas nakas kananya. Biru menyambar pigura berukuran 15x20 cm berdiri kokoh di sana. Mengusap pelan potret anak lelaki berkacamata tengah tersenyum lebar dipangkuannya, lalu meletakkannya ke dalam laci, sebelum Tatian memasuki kamarnya dan melihatnya.

Cukup ia saja yang tahu, tidak dengan Juan dan keluarganya. Anggap saja Biru kejam, tapi ia harus melakukannya. Ia harus melindungi miliknya.

Segera Biru merapikan baju-bajunya ke dalam ransel, lalu menyusul Tatiana yang sudah duduk santai di sofa dengan air mineral dalam botol menemaninya.

"Yuk, Mah." Ajak Biru menyongsong Tatiana kemudian bergelayut manja di lengan mamah Juan.

"Putri mamah manja banget sih!" Tatian mengecup kening Biru, dan beriringan pergi menuju parkiran mobil dimana supirnya menunggu.

Niat awal Tatiana sebenarnya ingin berkunjung ke rumah Juan. Salahnya sendiri, ia tak mengabari terlebih dulu. Jadi sesaat setelah sampai rumah Juan justru kosong tak berpenghuni. Jadilah Tatiana memilih untuk ke salah satu mall yang ada di Jakarta, jalan-jalan sekalian belanja. Toh dia datang diantar oleh supir.

Tatian tak menyangka keputusannya datang ke Jakarta pada akhirnya bisa dipertemukan oleh Biru.

Gadis yang sudah yatim piatu, semenjak ia menginjak bangku SMP. Tatiana yang hanya tinggal berdua dengan Juan, memilih membawa serta Biru tinggal di rumahnya. Wanita tua itu sudah menganggap Biru sebagai putrinya sendiri.

Dari awal Tatiana tahu jika Biru mempunyai perasaan pada putranya, begitu pula dengan Juan. Meski putranya itu tak menyadarinya.

Tatiana hanya berharap jika Biru yang kelak menjadi istri Juan. Bukan Kiara. Sampai sekarang pun harapan itu masih mengakar dalam hati Tatiana. Sempat ia tak merestui pernikahan mereka, hanya saja Tatian tetap tak bisa ikhlas begitu saja.

Andai Juan tahu apa yang sudah diberikan Biru, mungkin putranya itu akan berpikir dua kali untuk meninggalkan Biru dan memilih Kiara.

"Mah. Kok bengong sih? Katanya mau masak?" Biru memeluk Tatiana dari belakang.

Hubungan Tatiana dengan Biru selayaknya ibu dan anak pada umumnya. Biru yang tak sungkan menunjukkan kemanjaannya, juga Tatiana yang tak pernah setengah-setengah betapa ia menyanyangi gadis itu. Bahkan orang yang melihat kedekatan mereka beranggapa jika Birulah anak Tatiana bukan Juan.

"Mamah kangen sama suasana seperti ini. Kamu sama Juan nggak pernah akur kalo udah barengan. Sekalinya akur, dunia serasa milik berdua." Biru meringia dalam hati. Kenapa itu yang diingat sih? "Adanya kamu dirumah ini bikin mamah nggak kesepian lagi." Aku Tatiana yang menikmati pelukan Biru.

"Biru anak mamah, selamanya akan seperti itu. Meski bukan Biru yang jadi menantu mamah." Mengeratkan pelukannya.

"Andai juan tahu, Bi. Dia nggak akan tega ninggalin kamu." Kali ini Tatiana tak sanggup membendung airmatanya yang sudah menganak.

"Mah, kita udah sepakat 'kan. Jangan dibahas lagi. Aku nggak bisa ngelarang Juan buat jatuh cinta sama orang lain."

"Kamu tetap anak mamah, Bi. Kamu putri mamah!"

"Selamanya Biru putri mamah." Bisik Biru mengecup kening Tatiana.

○●○●○●○

Juan sepakat akan menginap di rumah mamahnya weekend ini, tentu dengan mengajak Kiara.

Juan tak buta jika mamahnya belumlah sepenuhnya menerima status Kiara sebagai istrinya.

Kiara sempat menghentikan langkahnya dan mengeratkan genggaman tangannya. Lima tahun berlalu, tapi sampai sekarang ia masih juga belum bisa meluluhkan hati ibu mertuanya.

Entah apa yang salah pada dirinya. Seolah ada tembok tinggi tak kasat mata, membentengi Kiara dan juga ibu mertuanya untuk salimg berdekatan.

Kiara yang terlalu sungkan mengakrabkan diri atau ibu mertuanya yang terlalu membatasi interaksi mereka.

Ibu mertuanya pun tak pernah sekalipun mengintervensi rumah tangga mereka, bahkan tak menuntut adanya keturunan dipernikahannya.

"Assalamualailkum! Mah. Mamah!" panggil Juam sedikit berteriak.

Seorang wanita tua berdaster menghampiri Juan dan Kiara dengan tergesa. "Den Asa, non Kiara," sapa Bi Imas.

"Mamah mana, Bi?" tanya Juan mengangsurkan bingkisan berupa kue.

"Ibuk sama non Biru di belakang. Lagi nge+teh."

Deg!

Jantung Kiara rasanya mau meloncat dari dalam dadanya. Kenapa ada Biru di sini. Disaat ia dan Juan sedang berkunjung.

"Biru? Kenapa dia ada di sini?" tanya Juan menelisik.

Apa ini sebuah kebetulan? Ya Tuhan, ia masih belum siap berada satu ruangan dengan Biru dan Kiara secara bersamaan. Ditambah lagi dengan keberadaan mamahnya.

"Tadi ibuk mau berkunjung kerumah aden yang di Jakarta, tapi ternyata kosong. Ibuk akhirnya jalan-jalan dan ketemu sama non Biru."

Ah, Kiara seakan pura-pura amnesia jika Biru sudah mengenal lama ibu mertuanya tersebut.

Ia jadi membayangkan, sedekat apa hubungan Biru dengan ibu mertuanya. Yang jelas, Kiara begiti iri akan semua hal yang berkaitan dengan Biru.

Kenapa bukan dirinya yang lebih dulu mengenal Juan, dengan begitu ia juga pasti dekat dengan ibu Juan.

Kenap keberuntungan selalu ada dipihak Biru. Kenapa bukan dirinya yang dicintai sedemikian rupa.

Dia dan Biru sama-sama anak yatim piatu. Bedanya Biru selalu mendapatkan kasih sayang tanpa berusaha susah payah, sedang dirinya bahkan tak ada yang mau menyanyanginya pasca kehilangan orangtuanya. Sanak saudaranya seakan jijik dan tak mau menerima kehadiran Kiara ditengah-tengah keluarganya.

Ia hanya ingin disayangi, tapi bukan dikasihani.

Tidak lagi, Ki. Kamu sudah mendapatkan Asa sepenuhnya. Hanya butuh sedikit perjuangan untuk meluluhkan hati mamah mas Asa. Ya ... dia harus bertahan.

"Buk! Ada den Asa!" Seruan bi Imas menghentikan canda tawa Tatiana dan Biru.

"Lho, Juan! Kok nggak ngomong sih kalo mau dateng. Tau gitu mamah tadi masakin buat kamu." Juan mencium tangan Tatian dengan takzim, begitu pula dengan Kiara.

"Ini juga mendadak, mah."

"Ya sudah. Ayo masuk ke dalam. Kamu sudah makan?"

"Belom mah." Aku Juan jujur.

"Kalo gitu, ayo kita makan!" Ajak Tatiana menggiring putra dan menantunya ke ruang makan.

Dari bioskop tadi ia langsung tancap gas menuju Bandung. Mendadak ia merindukan mamahnya ini. Tak disangka ia akan bertemu dengan Biru dirumahnya sendiri.

Kiara sempat melirik ke arah Biru yang memunggunginya. Dia bahkan tak menoleh sama sekali. Wanita itu seakan tak terganggu dengan kehadiran dirinya dan Juan. Biru malah asik menyesap tehnya seraya memandangi taman belakang yang berisi macam-macam bunga.

Juan tahu kegelisahan Kiara, terbukti ia mengeratkan genggaman tangannya.

"Ayo makan dulu." Kiara secara sigap melayani Juan.

Mengambilkan nasi dan lauk yang terdiri dari udang asam manis dan ayam teriyaki minus paprika.

Tatiana memperhatikan sikap Kiara yang terlihat lembut melayani Juan. Ia tak menampik jika Kiara adalah sosok wanita yang memang gampang disukai. Hanya saja ... ah, sudah lah. Lebih baik Tatiana meninggalkan mereka berdua.

"Mamah nggak makan?" tanya Juan ketika melihat mamahnya beranjak.

"Mamah sudah makan tadi sama Biru. Mana mamah tahu kamu bakalan ke sini."

Juan dan Kiara hanya membisu. Tak ada obrolan di tengah acara makan mereka sore ini. Pikiran mereka melayang pada sati nama, Biru.

Kenapa jadi seperti ini?

★✩★✩★✩★
Surabaya, 12-12-2018
-Dean Akhmad-

Masih anget nih, sory kalo ada typo dan kekurangan huruf ataupun kelebihan huruf. Yang pasti ini no edit dan langsung publish.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro