Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[07] Seperti Kelihatannya.

Hayooo, ada yang tau gak siapa sebenernya si Guntur Halilintar?

Dia tuh sekseh, dan uuuugh pengen emak kekepin sendiri. Sayang dese tinggal jauh di ono. Emak gak bisa ngegapainya. Kwkwkwwkwkwk.

✩★✩★✩★✩

"Duduk di sini." Titah Lintar.

Biru menarik kursi yang ada di sampingnya, namun Lintar dengan cepat mengangkat tubuhnya hingga duduk di atas meja steinles.

"Lintar! Saya bisa duduk di kursi itu" Biru mencoba turun. Karena Lintar menahan pinggul Biru dengan kedua tangannya. "Nggak sopan sama orang tua!" Pekik Biru bernada sebal.

"Stay here, Neng!" Tuntas Lintar tanpa mengubris pelototan Biru.

"Tapi nggak di atas meja, Lin!" Hilang sudah rasa hormat Biru pada CDP muda ini. Karena ternyata Lintar tak jauh beda dengan pemuda pecicilan lainnya.

Lintar memutar bola matanya, kemudian menyiapkan perlatan tempurnya juga menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan.

"Watch me, Neng. Biar elo tahu, seberapa lama buat bikin dessert itu."

Biru mengikuti gerakan luwes Lintar kara menimbang dan menakar bahan sesuai ukurannya. Kemudian mencampurnya entah apa itu, mengaduknya dengan mixer.

Pandangan Biru justru teralihkan dengan gerakan Lintar yang sedang mengaduk sesuatu di dalam panci.

Lengan kekarnya begitu menggoda dibalik kaos putih yang ia kenakan.

Wajahnya berubah serius ketika menatap sesuatu di dalam panci dan mengaduknya perlahan, seakan jika lengah sedikit saja maka semuanya bisa berantakan.

Biru menyadari satu hal. Man with apron adalah perpaduan yang mengerikan. Karena bisa membuat wanita manapun betah memandanginya, dan sialnya Biru juga sedang melakukan hal yang sama. Sayang 'kan kalau dianggurin. Biru tertawa culas dalam hati.

Astaga! Dia masih bocah, Bi. Umurnya masih dua empat.

Biru benar-benar tak bisa konsen melihat pembuatan Forbidden Apple Dessert, karena mata Biru acap kali mencuri lirik ke arah Lintar yang begitu fokus dengan pekerjaannya.

Hilang sudah sikap tengil Lintar, berganti dengan wajah serius ketika berhadapan dengan passion-nya.

"Ntar jatuh cinta lho, Neng. Kalo ngeliatin Abang kek begitu." Seloroh Lintar yang tangan masih sibuk berkutat dengan peralatan bakingnya.

Biru geragarapan karena tertangkap basah tengah memandangi Lintar tanpa ia sadari.

"Ngayal!" Dengus Biru memalingkan muka.

Malu. Tentu saja. Ketauan seperti itu, siapa yang tak malu. Lintar bahkan tak menoleh sama sekali, tapi ia menyadari bahwa Biru tengah memandanginya.

"Sembilan puluh menit, lebih sedikit." Biru mengintip jam tangannya. Waktu yang Lintar butuhkan untuk menyelesaikan satu porsi Forbidden Apple Dessert.

Lintar menyodorkan sepiring dessert yang ia buat secara live dihadapan Biru.

"Ternyata lebih bagus aslinya," guman Biru memutar kiri-kanan piring berisi dessert tersebut.

"Makan, Neng!" Lintar memotong pas di tengah-tengah replika apel merah tersebut, dan menyuapkannya ke Biru.

Biru reflek menerima suapan Lintat dan mengunyahnya perlahan. "Aku bahkan belum memfotonya." Keluh Biru setelah menelannya.

Lintar terkekeh melihat tingkah Biru yang mendadak seperti anak kecil.

"Bakalan gue bikinin elo tiap hari desser macem ini." Lintar berujar dengan pongahnya.

"Enak!"

"Iya, dong! Siapa dulu yang bikin."

Biru kembali mendengus dan melahap potongan strober segar. "Buat ukuran dessert, waktu sejam setengah itu, lama."

"Sekarang elo kebayang, kan, Neng? Berapa lama bikin ini." Tunjuk Lintar dengan telunjuknya. "Sejam setengah, satu porsi. Terus butuh berapa lama gue bikinnya? Kalo itu lima ribu porsi?"

Biru seakan berada di dunia lain ketika menikmati setiap potong dessert buatan Lintar. Ia bahkan tak menyadari jika pemuda itu sudah memerangkap dirinya dengan kedua lengan kekar milik Lintar.

"Kamu nggak mau coba, Lin?" Biru terdiam mendapati wajah mereka begitu dekat.

Biru bahkan bisa merasakan napas hangat Lintar menerpa wajahnya yang tiba-tiba merona, karena di tatap begitu intens.

Tanpa aba-aba, Lintar menjilat remahan yang tersisa di sudut bibir Biru. Membuat pemiliknya diam membeku.

"Udah, manis," ujar Lintar menyapukan ibu jarinya di sudut bibir Biru yang baru ia cium.

Biru membulat tak percaya. "Kamu..., Ya Tuhan, Lintar!" Pekik Biru melihat tubuh Lintar limbung ke samping hampir terjengkakng.

Tangan Lintar bahkan tanpa sengaja mengenai panci panas, juga menjatuhkan beberapa perlatan steinles hingga gelontangan. Memicu beberapa karyawan berkumpul dan melihat semuanya.

"Berani elo cium Biru lagi, gue nggak segan-segan buat ngehajar elo!" Ancam Juan langsung menarik tangan Biru, hingga tanpa sengaja menjatuhkan piring yang ia bahwa.

Sekilas Biru menengok ke belakang, melihat keadaan Lintar sehabis kena bogeman Juan. Wajah Biru menyiratkan penyesalan atas kejadian barusan, sedangkan Lintar cukup memberika senyum simpulnya. Menandakan bahwa dirinya baik-baik saja.

Lintar hanya bisa memandang kepergian Biru yang ditarik oleh Juan. Percuma meladeni orang yang sedang emosi. Karena itu sama artinya ia sama gilanya dengan Juan.

Biru bisa mendengar bisik-bisik karyawan lainnya, ketika ia dan Juan berjalan melewati beberapa karyawan yang berkumpul karena kekacauan tadi.

Percuma juga Biru berontak, karena kekuatannya tak sebanding dengan kemarahan Juan. Ia tahu seperti apa Juan jika sudah diliputi amarah seperti saat ini.

Bahkan Juan membanting pintu ruangannya dan menghempaskan  tubuh Biru di sofa.

"For God sake, Bi. What the hell arr you doing?" teriak Juan menghantam kepalan tangannya ke dinding.

Biru terhenyak, mendapati kelakuan Juan yang melukai tangannya. Sejurus kemudian ia kembali menampakan wajah datarnya.

Biru berdiri dan membenahi pakaiannya. "Apa yang aku lakuin bukan urusanmu lagi, Juan," tukas Biru datar.

"Tentu menjadi urusanku, Bi." Jelas Juan mengikikis jarak di antara mereka.

Biru merasakan bulu kuduknya meremang, mendapat tatapan dingin dari Juan.

"Enggak!"

"Kamu milik aku, Bi. Dan akan tetap seperti itu." Desis Juan tetap di wajah Biru.

Biru tak gentar, kembali ia menatap sinis Juan. "Perlu kuingetin lagi, Juan. Kalo kamu udah buang aku lima tahun lalu?"

"Baik dulu dan sekarang, tak ada yang berubah, Bi."

Biru merasakan cengkeraman di tengkuknya, dan merasakan bibir Juan mengunci bibirnya saat akan membantah kembali.

Ciuman kasar dan bergairah, tapi mampu membuat Biru luluh lantak. Juan bahkan mengigit bibir bawah Biru hingga berdarah, lalu mengunakan kesempatan itu menelusupkan lidahnya ke rongga mulut Biru.

Rontaan Biru tak ada artinya, karena Juan semakin menekan tengkuknya dan memperdalam ciumannya. Bulir airmatanya yang ikut turun seiring Biru memejamkan matanya.

Rasa ciuman Juan masih sama, bohong jika ia tak merindukan Juan. Meski ia menekan semua perasaannya dan menganti dengan berjuta-juta kebencian, nyatanya kerinduan itu menyeruak tanpa ampu.

Merasakan udara dalam paru-parunya kosong, Juan menyelesaikan ciumannya. Menyatukan kening mereka dengan Napas yang sama-sama tersenggal.

"Aku nggak suka kamu disentuh pria lain, Bi," guman Juan di sela-sela mengisi paru-parunya.

Biru mendorong kuat tubuh Juan yang saat itu masih lengah sehabis berciuman. Menghapus jejak ciuman Juan dengan telapak tangannya.

Ia tak mau lagi menjadi lemah, "Cukup, Juan! Cukup!" teriak Biru. "Lalu gimana sama perasaanku dulu? Saat kamu disentuh wanita lain? Bercumbu juga bercinta dengan mereka? Padahal kamu tahu aku cinta sama kamu!

Seperti itu rasanya, Juan! Saat tahu orang yang aku cintai di sentuh oleh wanita lain!" Tuding Biru menekan dada Juan berulang kali."kamu udah buang aku! Jangan harap aku mau kembali sama kamu!"

Juan merasakan dadanya sesak mendengar teriakan Biru. Birunya tak pernah berteriak seperti itu. Birunya itu penurut, bukan pembangkang seperti itu. Dan Birunya itu ....

"Bi, dengerin aku-" Biru menghempaskan cekalan tangan Juan.

"Kamu yang dengerin aku. Juan. Di antara kita sudah selesai. Kamu bukan siapa-siapa aku. Stop bothering me, Juan!" Biru menekankan setiap kata-katanya. Kemudian berlalu begiti saja.

Membanting pintu ruangan Juan, Biru kembali ke kubikelnya. Menenggelamkan kepalanya di lekukan kedua siku yang ia lipat di atas meja.

Biru menangis!

Sedangkan Juan hanya bisa memandang Biru dari dalam ruangan.

Apa yang sudah ia lakukan tadi?

✩★✩★✩★

Udah panjang nih. Awas aja klo masih nagih kurang panjang. Jempol emak cedutan nih. Wkwkwkwkwk

Ses you soon, beb.

Surabaya, 19/11/2018
-Dean Akhmad-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro