74 »« Liana's Intervention
•
•
•
Canggung.
Itulah suasana yang terjadi di antara Rafellia dan Liana semenjak kedua perempuan itu memutuskan untuk berbicara berdua di taman mansion. Selama itu juga, masih belum ada yang membuka suara. Baik Rafellia maupun Liana tampak sibuk dengan pikiran masing-masing.
Liana sendiri tidak mengerti. Kenapa ia bisa sampai nekat dan datang sendiri untuk menemui Rafellia Reeves setelah mendengar pembicaraan kurang mengenakkan yang mungkin saja berhubungan dengan gadis vampir itu. Musim dingin yang masih melanda wilayah mereka juga tidak membuat Liana menghentikan niatnya untuk datang dan berbicara empat mata dengan sang putri.
"Liana, ya ... sebenarnya apa yang membawamu kemari?" tanya Fellia yang sudah tidak tahan akan keheningan di antara mereka. "Aku yakin kalau ada hal penting yang ingin kamu bicarakan denganku, bukan?"
Liana yang ditanya demikian hanya mengangguk. Perempuan bersurai hitam sebahu itu menatap warna-warni bunga yang ada di taman mansion dengan pikiran berkecamuk. Memutuskan untuk datang ke Reeves Mansion dan menemui Rafellia adalah keputusan mendadak yang ia buat setelah tanpa sengaja mendengar percakapan Raja Heamore dengan seorang pria asing di ruang tahta.
"Bagaimana? Apakah Ayden sudah tidak bersama gadis itu saat ini?"
"Tidak, Yang Mulia. Sudah saya pastikan kalau Pangeran Ayden telah membawa Putri Rafellia pulang ke kerajaannya."
"Bagus. Kau bisa pergi dan segera beritahu hal ini pada Kieran. Katakan juga pada Kieran, kalau dia bisa memulai penyerangan sekarang juga."
"Baik, Yang Mulia. Saya akan segera memberitahu Pangeran Kieran soal perintah Anda."
Ya. Liana sangat yakin kalau ia tidak mungkin salah dengar. Raja Heamore bersekongkol dengan putra angkatnya untuk melakukan penyerangan. Entah kapan dan di mana itu akan terjadi, Liana belum mengetahui itu.
Namun jika dipikirkan lagi, bukan tidak mungkin kalau yang dimaksud adalah Kerajaan Revia, 'kan? Mengingat kalau Heamore dan Revia adalah musuh bebuyutan sejak dulu. Akan tetapi, kenapa? Apa alasannya? Pasti ada sesuatu.
Liana yakin itu.
"Liana? Apakah pertanyaanku terlalu berat untuk kamu jawab?"
"Ah! Maaf!" Liana tersentak. Ia berdiri dan membungkukkan badannya beberapa kali pada Rafellia yang menatapnya penuh kebingungan.
"Kamu tidak perlu minta maaf. Sungguh, Liana. Sebenarnya apa yang terjadi?" Rafellia jelas dibuat bingung saat ini. Kedatangan Liana saja sudah membuatnya bingung, ditambah dengan sikap perempuan itu yang cukup aneh. "Katakan padaku dengan jujur."
Helaan napas terdengar. Liana kembali mendudukkan dirinya di samping sang putri sembari meremas jari-jarinya dengan gugup. "Saya tahu kalau saya lancang, tapi saya mohon, Putri. Tolong pergilah dari sini. Ke manapun. Asalkan Anda aman dan terbebas dari Yang Mulia Raja Heamore juga Pangeran Kieran."
"Apa maksudmu?"
"Mereka akan melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Revia. Saya tidak tahu apa yang mereka incar, tapi yang jelas, Anda bisa saja berada dalam bahaya. Jadi saya mohon, pergilah sejauh mungkin dari sini, Putri."
"Tunggu-tunggu. Aku benar-benar tidak mengerti. Dari mana kamu mendapatkan informasi seperti itu? Kenapa kamu memberitahuku? Siapa kamu sebenarnya, Liana?"
Pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari bibir merah Rafellia membuat Liana terdiam. Benar, ia terlalu gegabah. Ia tidak mungkin mengatakan kalau ia mendengar rencana busuk Raja Heamore dan Pangeran Kieran tanpa bukti apapun. Rafellia jelas tidak akan percaya. Kedatangannya yang terbilang cukup tiba-tiba juga tidak menjamin kalau gadis itu akan percaya dengan perkataannya.
Bagaimana?
Bagaimana caranya agar Rafellia Reeves percaya dan mau mendengarkan perkataannya?
"Anggap saja saya adalah seorang peramal."
"Ap-"
Liana mengangkat kelima jarinya ke depan wajah cantik Rafellia. "Lima tahun. Lima tahun saya berusaha diam dan tidak ikut campur dalam perjalanan takdir yang ditentukan Sang Dewi untuk kalian semua."
"Tapi percayalah padaku, Putri. Anda dalam bahaya jika Anda terus berada di sini sampai penyerangan itu terjadi."
"Maaf mengecewakanmu, Liana. Jika penyerangan itu benar-benar akan terjadi, maka aku tidak bisa tutup mata dan telinga lalu melarikan diri. Keluarga dan rakyatku dalam bahaya. Aku tidak bisa meninggalkan mereka."
Liana menggertakkan giginya tanpa sadar. Cukup lama Liana terdiam untuk menetralisir rasa kesalnya pada Rafellia yang terbilang sangat keras kepala.
"Aku tidak tahu apa tujuanmu sehingga memberitahukan hal seperti ini padaku, Liana."
Kepala Liana spontan menoleh ke arah eksistensi Rafellia yang tengah menatap hamparan salju yang hampir menutupi sebagian besar permukaan taman dengan tatapan teduh gadis itu. Dalam jarak sedekat ini, ia bisa melihat betapa tenangnya sikap gadis vampir itu meskipun ia sudah mengatakan hal besar yang mungkin saja akan menjadi bencana untuk ke depannya.
"Tapi aku sangat menghargai usahamu. Terima kasih karena sudah memberitahuku, Liana." Rafellia mengulurkan tangannya ke depan perempuan bersurai hitam sebahu itu tanpa ragu. Sekilas, Rafellia bisa melihat kalau pupil mata Liana membesar, menatapnya seolah tak percaya.
Liana pun membalas uluran tangan itu. Pelan tapi pasti, telapak tangannya berhasil menyatu dengan telapak tangan Rafellia Reeves. Liana memejamkan matanya, lantas berdoa dalam hati.
Dewi ... Diakah orang baik yang sedang kau uji? Tolong permudah semua kesulitan Rafellia. Aku mohon.
"Terima kasih, dan maaf. Saya tidak memiliki maksud apa-apa. Saya memberitahu Anda karena saya tidak ingin perang besar yang terjadi tujuh belas tahun silam kembali terulang." Liana berdiri dari posisi duduknya sembari menepuk-nepuk gaunnya. "Saya izin pulang, Putri. Sekali lagi saya minta maaf karena datang tiba-tiba seperti ini. Pasti Anda merasa sangat kebingungan sekarang." Liana berkata dan mengulas senyum lebar.
"Kamu mau pulang sekarang?" tanya Rafellia yang kini juga ikut berdiri dari posisi duduknya. "Aku akan menyiapkan kereta kuda."
Liana menolak dengan cepat. "Tidak perlu, Putri. Saya kemari dengan menunggang kuda. Saya menitipkan kuda itu di halaman salah satu rumah warga di luar mansion."
"Benarkah?"
Perempuan dengan gaun cokelat sederhana itu mengangguk tanpa melepas senyumnya. "Terima kasih sudah menawarkan, tapi saya baik-baik saja. Jika Anda masih khawatir, saya akan segera mengirimkan surat pada Anda begitu saya tiba di Hoover Mansion."
"Baiklah, kalau itu memang keinginanmu. Segera kirimkan surat padaku ketika kamu sudah sampai nanti, ya. Sampaikan juga salamku pada Putri Lucianne."
"Baik, akan saya sampaikan."
Setelah itu, Rafellia pun bergegas mengantarkan Liana sampai ke depan gerbang mansion. Perempuan yang mungkin usianya berada sedikit di atas Rafellia itu melambaikan tangan sesaat sebelum pintu gerbang mansion tertutup dan menenggelamkan dirinya dibalik kesunyian yang terjadi.
Pun begitu sudah berada di luar gerbang, Liana masih saja menatap gerbang hitam di depannya dengan tatapan cemas yang sedari tadi berusaha ia sembunyikan agar Rafellia tidak khawatir. Karena mau bagaimanapun, ia tetap tidak bisa tenang jika Rafellia masih berada di dalam kawasan serang yang direncanakan oleh Raja Heamore dan Kieran Hartwell.
•
•
•
Piu! Gimana part ini?
Kalian penasaran nggak, kenapa Liana bersikeras dan ikut campur dalam masalah ini padahal Moon Goddess sudah memperingatkannya?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro