73 »« Possibilities that Come to Mind
•
•
•
Ravendale Ratliff menghela napas lega setelah berhasil membawa Rafellia kembali ke kediaman gadis itu dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. Tetapi di sisi lain, Raven juga merasa bersalah karena sampai memukul tengkuk sepupunya untuk membawa gadis itu pulang.
Sedari awal, ia sudah curiga. Hal penting apa yang ingin Fellia bicarakan dengan Ayden sampai-sampai dia meminta waktu untuk berbicara berdua? Raven tidak benar-benar pulang saat itu. Ia hanya bersembunyi sembari mengawasi gerak-gerik Rafellia, dan ternyata benar dugaannya. Rafellia tidak ingin abai dan tinggal diam saat Ayden mengatakan tentang penyerangan yang Kieran Hartwell lakukan.
Bukannya apa. Raven hanya tidak ingin masalah ini semakin bertambah runyam. Apalagi jika sampai ketahuan oleh anggota keluarga mereka kalau ia dan Rafellia bekerja sama dengan bangsa serigala. Bisa dipastikan kalau itu akan jadi bencana besar. Terlebih lagi, masalah Kieran Hartwell yang mengusik Rafellia mungkin belum sampai ke telinga para orang tua mereka.
"Sebenarnya, aku sendiri pun merasa heran. Apa yang Kieran incar dari Fellia sampai-sampai pria itu ingin membunuhnya? Apakah mungkin kalau Fellia pernah membuat masalah dengannya? Hmm ... kurasa tidak."
"Argh! Ini benar-benar tidak masuk akal."
Raven mengacak-acak rambut hitamnya. Tatapan laki-laki Ratliff itu menyendu. Dengan perasaan campur aduk, Raven meraih handuk biru muda yang tergantung di pintu lemari dan membawanya ke kamar mandi. Berendam sebentar mungkin bisa menenangkan pikiran sekaligus merilekskan tubuhnya. Yang Raven butuhkan saat ini hanyalah terbebas dari segala beban pikiran yang membuatnya frustasi.
Sejak Raveena Reverie gagal mencari tahu tujuan Kieran menyamar dan tinggal di wilayah kerajaan mereka hari itu, Raven terus saja kepikiran. Ia sudah berusaha mencari petunjuk tentang maksud kedatangan pria itu di kerajaan mereka selain pengakuan Kieran yang mengatakan kalau dia ingin membunuh sepupu tersayangnya, Rafellia. Semua tempat yang pernah dikunjungi oleh Kieran seperti The Crowbar sudah ia selidiki.
Namun tak seorang pun di sana—baik bos dan pelanggan tetap—yang mengetahui motif tersembunyi Kieran selain alibi pria itu yang mengatakan kalau dia adalah seorang perantau yang sedang mencari pekerjaan dan juga tempat tinggal.
Pria itu licik.
Itulah kesimpulan yang bisa Raven ambil untuk saat ini.
"Hah ..."
Raven mendesah lega saat setengah tubuhnya sudah tenggelam di dalam bak mandi. Pikiran laki-laki itu kembali melayang saat pertemuan pertamanya dengan Kieran di The Crowbar. Sedari awal, ia memang sedikit curiga dengan Kieran. Karena pria itu tidak memiliki aroma apapun yang biasa ia identifikasi saat bertemu orang baru. Ia tidak mencium aroma vampir, ia juga tidak mencium adanya aroma serigala dalam diri pria itu.
Kemungkinan besar, Kieran menghilangkan aroma tubuhnya. Seperti yang seharusnya dilakukan saat seseorang sedang melakukan penyamaran. Tetapi bagaimana bisa dia menembus pertahanan gerbang utama tanpa teridentifikasi sama sekali?
"Ah, bisa saja dia masuk saat keamanan gerbang sedang tidak diaktifkan."
Tapi kapan?
Kapan dia masuk?
Kenapa aku tidak mengetahuinya?
Wajar saja kalau Raven merasa heran dan bertanya-tanya. Keamanan gerbang utama Kerajaan Revia adalah tanggung jawabnya. Ia jugalah yang membuat sistem jebakan dan identifikasi tubuh seseorang dengan sihir tersebut. Lantas bagaimana Kieran Hartwell bisa menembus semua itu dan masuk ke dalam wilayah kerajaan?
Apakah mungkin kalau ada seseorang yang membantunya?
Ya, bisa saja. Bukankah keterlibatan orang dalam juga patut dicurigai dan diselidiki? Melihat jika orang luar seperti Kieran bisa masuk dengan mudah, bukan tidak mungkin kalau memang ada keterlibatan orang dalam, dan Raven harus menyelidikinya secepat mungkin.
"Ck! Padahal aku tidak ingin bekerja sama dengannya, tapi kalau sudah seperti ini ... mau bagaimana lagi."
Raven mengembuskan napas lelah, seiring dengan tubuhnya yang semakin tenggelam di dalam bak mandi. Kelopak mata Ravendale Ratliff tertutup, menyembunyikan sepasang bola mata hitam pekat di dalamnya. Tetes-tetes air tampak turun dari surainya yang basah.
Sejenak, Raven kembali membuka mata. Menatap pada jendela kecil yang menghubungkan kamar mandinya dengan dunia luar. Ada sebersit rasa enggan saat ia kembali teringat dengan perkataan Ayden soal gencatan senjata di antara mereka.
"Aku akan menganggap ini sebagai simbiosis mutualisme."
• • »« • •
Reeves Mansion, Rafellia's Bedroom.
Kelopak dengan bulu mata lentik itu mengerjap. Mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam kornea. Rafellia menguap, lantas kemudian meringis saat rasa sakit begitu terasa di bagian belakang kepala. Netra merah miliknya mengedar ke seluruh penjuru arah, dan Rafellia bisa langsung tahu kalau ia sedang berada di dalam kamarnya.
Gadis vampir itu berdecak. Sudah ia duga kalau Raven pasti tidak akan membiarkannya menyusul dan ikut campur dalam masalah yang terjadi di Heamore Kingdom. Padahal ia melakukannya karena punya tujuan yang kuat. Tentu saja Raven tidak akan tahu tujuan apa itu. Ia juga tidak akan memberitahunya.
Tidak akan pernah.
Tok! Tok! Tok!
"Fellia! Kamu ada di dalam?"
Tok! Tok! Tok!
"Iya, Ibu! Aku ada di dalam."
"Keluarlah sebentar! Ada yang ingin menemuimu."
Kening Rafellia spontan mengernyit.
Siapa yang ingin menemuiku di saat seperti ini?
Wajar saja jika Rafellia merasa kebingungan dan bertanya-tanya. Karena memang sangat jarang ada seseorang yang datang ke Reeves Mansion hanya untuk bertemu dengannya. Kebanyakan tamu yang datang pasti ingin bertemu ayah ataupun ibunya. Lagipula, ia juga sedang tidak memiliki janji dengan siapapun hari ini.
"Siapa yang ingin bertemu denganku, Bu?"
"Tidak tahu. Dia hanya bilang kalau ada perlu denganmu. Sudah, jangan banyak tanya! Segera turun dan temui dia!"
"Iya, baiklah! Aku akan turun setelah membersihkan diri!"
"Jangan terlalu lama!"
"Iya! Aku tahu!"
Rafellia berdecak.
Setelah adu suara dengan sang ibu, ia bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tidak membutuhkan waktu yang lama, karena sepuluh menit kemudian, Fellia sudah rapi dengan gaun hitam panjangnya. Tidak lupa riasan tipis di wajah supaya terlihat segar dipandang. Entah siapa yang datang menemuinya. Tetapi Fellia berharap, kalau itu adalah Ayden yang memintanya untuk membantu dan ikut serta dalam perburuan mencari Kieran.
Ah, tapi ...
... sepertinya tidak mungkin.
Ayden Hoover bukanlah tipe orang yang akan repot-repot menjemputnya untuk meminta pertolongan. Lagipula, mana mungkin Ayden bisa melewati gerbang utama tanpa terluka jika bukan ia yang membantu laki-laki itu?
Mustahil.
Lantas siapa?
"Salam untuk Putri Rafellia."
Gaun cokelat sederhana, surai hitam sebahu, tas selempang di tangan kiri, dan senyum ramah yang memiliki maksud tersembunyi.
"Siapa kau?"
"Perkenalkan, saya Liana. Pelayan pribadi Putri Lucianne Zamora."
•
•
•
Wahh! Kok tiba-tiba ada Liana? Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah kalian bisa menebaknya?
Tunggu jawabannya di part selanjutnya, ya♡
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro