Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

65 »« A Reply Letter from Raven



"Ah! Maaf! Tangan saya tiba-tiba bergerak sendiri!"

Rafellia terdiam dengan kedua netra membulat tak percaya saat merasakan rasa panas menjalar di pipi kirinya. Terlebih, sikap Putri Lucianne yang tidak diduga membuat Rafellia otomatis mengucapkan sumpah serapah dalam hati. Dia kira, seorang Lucianne Zamora tidak akan bersikap terang-terangan saat mendapati kandidat musuh sepertinya.

Namun, ia salah. Karena saat ini, ia bisa melihat kobaran api dalam netra keemasan di depannya. Berbanding terbalik dengan senyuman lebar yang ditunjukkan. Lucianne Zamora dengan terang-terangan mengibarkan bendera perang padanya.

"Putri, kenapa Anda me-"

"Ahh! Benar-benar menjengkelkan. Berhenti menampilkan raut wajah polos tak berdosamu itu, Rafellia."

Fellia terkesiap.

"Aku heran. Sebenarnya kenapa Ayden bisa begitu peduli padamu? Padahal jelas-jelas dia tahu kalau kau adalah musuhnya. Ohh! Atau jangan-jangan, ini ulahmu?! Kau pasti melakukan sesuatu pada Ayden, 'kan?!"

Wahh ... perempuan ini jadi melantur ke mana-mana.

"Padahal dia tidak pernah mengizinkanku untuk masuk ke dalam kamarnya, tapi kau! Kau semalam malah tidur di dalam sana tanpa merasa bersalah sama sekali!" Lucianne menepuk tangannya beberapa kali sembari mengukir senyum sinis. "Benar-benar hebat. Sangat hebat."

"Maaf, kalau keberadaan saya di sini sangat mengganggu Anda." Netra merah delima Rafellia menyala. Berikut dengan gemuruh riuh yang terasa dalam dada. "Anda tenang saja. Saya akan meminta Pangeran Ayden untuk segera memulangkan saya."

"Ohh, baguslah." Lucianne, masih dengan nada angkuhnya menjawab disertai senyum miring andalannya.

"Kalau begitu, saya permisi."

Grep!

Satu cekalan yang cukup kuat membuat Rafellia mendongak dan menatap netra keemasan sang putri yang menghunus tajam padanya.

"Dengar, Putri Rafellia. Aku tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkan Pangeran Ayden."

Satu alis Rafellia terangkat. Lagipula, siapa juga yang ingin merebut Ayden darinya? Ia hanya tamu tak diundang di sini. Apa yang dikhawatirkan oleh sosok Putri Lucianne akan keberadaannya yang hanya bersifat sementara ini? Pun ketika sang putri dari Kerajaan Zamora itu membalikkan badan dan pergi dengan angkuh, Rafellia masih tidak mengerti akan sikap sang putri padanya.

Dia menganggapku sebagai ancaman dalam hubungannya, ya?

Rafellia tersenyum remeh sebelum memilih untuk kembali masuk ke dalam kamar pribadi Ayden dan menutup pintunya rapat-rapat. Niatnya yang ingin mencari udara segar, hilang sudah. Pipinya juga terasa sedikit kebas setelah menerima tamparan dari Putri Lucianne tadi.

Tamparannya lumayan kuat juga.

• • »« • •

Detik demi detik terus berlalu. Kini matahari sudah berada di puncak kepala, tapi Rafellia masih berada di dalam sana. Kamar bernuansa monokrom milik Ayden. Sudah berjam-jam lamanya ia menunggu, tapi Ayden belum juga kembali dari urusannya yang entah apa itu. Selama itu pula, tidak ada seorang pelayan pun yang datang untuk menemaninya.

Apakah mungkin, dia lupa mengirimkan seorang pelayan untuk menemaniku?

"Ya, pasti begitu."

"Apanya yang pasti begitu?"

Rafellia tersentak. Gadis itu menatap horror pada eksistensi Arion Hoover yang berjongkok pada satu-satunya jendela besar dalam kamar Ayden. Membuat bayangan tubuh sang pangeran menghalangi sedikit pandangannya. Sejenak, Rafellia menoleh ke arah pintu dan ia baru menyadari kalau pintu tersebut masih tertutup rapat. Berarti dugaannya benar. Bahwa, Arion Hoover masuk lewat jendela.

"Anda-"

"Benar. Kita bertemu lagi, Putri Rafellia." Arion mengukir senyum kecil sebelum melompat turun dari kusen jendela dan masuk ke dalam kamar Ayden. "Maaf mengejutkanmu, tapi aku ingin memberikan surat ini. Aku tidak tahu siapa yang mengirimnya, tapi tertera namamu di atas amplopnya," tutur Arion sembari menyerahkan sepucuk surat yang dipegangnya pada Rafellia.

"Terima kasih, Pangeran. Mungkin saja ini balasan surat yang dikirimkan oleh Pangeran Ayden sebelumnya."

Arion mengerutkan kening. "Balasan surat yang dikirim Kakak?"

Rafellia mengangguk. "Benar. Pangeran Ayden mengirimkan surat pemberitahuan pada keluarga saya, jika saat ini saya tengah berada di mansion kalian."

Kedua netra abu-abu Arion Hoover seketika membulat sempurna. "Wahh! Aku harap balasan surat itu tidak berisi kemarahan ataupun ajakan perang."

Senyum kikuk spontan terukir di bibir Rafellia. Gadis yang masih terduduk di ranjang king size milik Ayden itu membuka surat tersebut di depan Pangeran Arion yang senantiasa memerhatikannya dalam diam. Rafellia merasa, tidak ada hal yang perlu disembunyikan. Itulah kenapa ia tenang-tenang saja saat memutuskan untuk membuka surat tersebut ketika masih ada Arion Hoover di sana.

Perlahan tapi pasti, surat itu telah Rafellia keluarkan dari amplopnya. Ia membaca kata demi kata yang tertera di sana. Tidak ada kemarahan ataupun ajakan perang seperti dugaan Arion, yang ada justru kekhawatiran berlebih dari sepupu laki-lakinya.

Ya. Surat itu dikirim oleh Raven.

Kening Rafellia mengerut. Gadis vampir itu jelas merasa bingung. Kenapa Ayden justru mengirimkan surat tentang keberadaannya pada Raven?

"Mungkin Kak Ayden hanya ingin meminimalisir terjadinya kesalahpahaman," kata Arion seolah bisa membaca pikiran Rafellia. Entah sejak kapan sang pangeran ketiga sudah berdiri di samping Rafellia dengan kepala yang sedikit melongok ke bawah dan ikut serta membaca surat dari Raven tersebut.

"Maksudnya?"

"Jika Kak Ayden mengatakan kalau 'Rafellia berada di bawah pengawasan kami untuk pemulihan' secara gamblang, bukankah mereka sebagai orang tuamu pasti merasa kalau anaknya sedang terancam?"

"Ahh ... Anda benar juga."

Arion menjentikkan jarinya. "Mungkin itulah kenapa Kak Ayden memilih untuk memberitahukan keadaan dan situasi yang tengah kau alami kepada sepupumu, Ravendale Ratliff. Dengan harapan, dia bisa mengatakan dan mengatur skenario cerita agar keluargamu tidak berpikir macam-macam tentang kami."

Rafellia terdiam dengan netra yang tak lepas dari tulisan tangan Raven dalam surat tersebut. Memang benar. Dari seluruh anggota keluarganya, Raven adalah orang yang paling tepat untuk diajak bekerja sama. Sepupu laki-lakinya itu bukanlah orang yang akan bertindak gegabah seperti Kak Raveena. Saat ini, mungkin saja Raven tengah berusaha keras untuk mencari alasan terkait keberadaannya yang tidak ada di kediaman selama beberapa waktu. Entah cerita seperti apa yang akan dikarang oleh Raven.

"Memang benar. Memberitahukan situasi saya saat ini pada Ravendale Ratliff adalah pilihan yang tepat."

Aku jadi penasaran, kenapa Ayden bisa terpikir untuk melakukan semua ini?

"Benar, 'kan? Kak Ayden memang hebat!" Arion tersenyum dengan binar kecil yang terpancar dari netra abu-abunya ketika memuji sang kakak tertua. "Ketahuilah, Putri. Kakakku itu adalah orang yang sangat menarik."

Satu alis Rafellia terangkat ketika mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh sang pangeran ketiga.

Apa maksudnya dengan mengatakan itu?



Wkwkwk!
Kalian pasti tahu apa maksud Arion mengatakan hal itu🤭

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro