61 »« Ayden's Soft Side
•
•
•
"Jangan bercanda, Ayden!"
Ayden Hoover tak bergeming dari tempatnya walau kini tatapan mata semua orang mengarah pada sang pangeran dengan ekspresi marah mereka. Terkecuali Aeric yang memang sudah tahu tentang kejadian sebenarnya. Entah apa yang dipikirkan oleh sang kakak sulung, sampai-sampai Ayden dengan tegas berkata dan meminta izin pada sang ayah untuk merawat Rafellia Reeves yang sedang sakit di Hoover Mansion. Ayden bahkan memberikan alibi yang cukup masuk akal tanpa melibatkan nama Aeric di dalamnya.
"Kau sudah gila?! Ayah tidak setuju! Pulangkan Rafellia Reeves ke rumahnya sekarang juga!"
"Dengan kondisinya yang sekarang? Tidak akan pernah."
Sang Raja Heamore menggertakkan giginya geram sebelum melayangkan tinju kuat yang berhasil membuat Ayden Hoover terjatuh dari tempat duduknya.
Buag!
"Jangan cari masalah dengan tindakan sok pahlawanmu itu, Ayden!"
"Sok pahlawan?"
Pandangan Ayden menajam. Laki-laki itu berdecih sebelum mengusap sudut bibirnya yang berdarah karena tinjuan sang ayah, lantas berdiri tegak dari posisi terjatuhnya. Sekilas, Ayden melirik ke arah Aeric yang menatapnya dengan penuh keyakinan. "Bukannya memang itu yang Ayah ajarkan pada kami sejak dulu? Bersikap sok pahlawan dengan dalih menolong semua orang, tapi yang terjadi malah justru sebaliknya. Banyak orang yang menjadi korban karena keegoisan Ayah sebagai raja."
"Ayden! Jaga bicaramu pada Ayah!"
Sentakan Avaline van Hoover selaku Ratu Heamore membuat Ayden tanpa sadar menggeram. Laki-laki yang biasanya terlihat tenang tanpa ekspresi itu kini tampak sangat kesal. Terlihat dari tatapan tajam dan kepalan tangan Ayden di sisi-sisi tubuhnya.
"Terserah. Yang jelas, aku sudah meminta izin pada kalian. Diizinkan ataupun tidak, Rafellia Reeves akan tetap berada di sini sampai gadis itu benar-benar pulih." Usai berkata demikian, Ayden langsung meninggalkan ruang makan dengan langkah tegas. Meskipun sudah memperkirakan kalau respon ayah dan ibunya akan demikian, tapi Ayden tetap saja merasa kesal. Laki-laki itu tetap kukuh akan pendiriannya.
"A-aku akan menyusul Kak Ayden!" seru Aeric yang langsung melesat ke arah pintu ruang makan untuk menyusul sang kakak.
"Aku juga ikut!" sahut Arion yang juga langsung mengekor di belakang Aeric dengan cepat.
Sementara yang tersisa di ruang makan hanyalah sang raja, sang ratu, dan juga Putri Lucianne yang sedari tadi hanya terdiam melihat drama keluarga mereka dengan kedua tangan terkepal kuat serta seringai lebar.
Rafellia Reeves, ya ...
• • »« • •
"Kak! Kau yakin akan menahan Putri Rafellia selama beberapa hari di sini?"
"Apa maksudmu dengan menahan? Fellia bukan tahanan."
"Ohh, maaf!"
"Hei! Bagaimana bisa Putri Rafellia ada di sini dan aku tidak diberitahu sama sekali?!" Arion dengan wajah bersungut-sungut kesal menatap kedua kakaknya meminta jawaban. "Aeric, kau pasti tahu sesuatu, 'kan? Ceritakan padaku!"
"Tentu saja. Aku yang membawanya kemari," jawab Aeric Hoover dengan senyuman miring. Sang pangeran kedua itu terkekeh saat melihat reaksi si bungsu Arion yang tampak terkejut seolah tak percaya.
"Hah?! Kau gila?! Dulu waktu kita menolongnya, Ayah dan Ibu memang sedang tidak ada di mansion, jadi wajar saja! Tapi sekarang kan mereka-"
"Arion."
Arion Hoover tersentak saat mendengar suara penuh penekanan dari sang kakak sulung. Arion juga baru menyadari, kalau mereka bertiga saat ini masih berada di lorong mansion dekat ruang makan.
"Aeric melakukan apa yang seharusnya dia lakukan, Arion." Ayden berujar sembari melanjutkan langkahnya dengan tenang. Laki-laki itu tersenyum kecil saat melihat tatapan penuh tanya dari sang adik bungsu. "Rafellia ditemukan pingsan di perbatasan Barat wilayah kita, dan ada Kieran yang berniat untuk menculiknya. Aku memang belum bertanya langsung pada Rafellia, tapi begitulah yang terjadi. Kau bisa tanya pada Aeric cerita lengkapnya," lanjut Ayden sebelum berbelok ke kiri saat tiba di ujung koridor untuk menuju dapur mansion. Ia harus menyiapkan sarapan untuk Rafellia.
Pangeran kedua dan ketiga itu hanya terdiam menatap kepergian kakak sulung mereka. Lantas setelahnya, Arion menoleh pada Aeric dengan pandangan bertanya untuk menuntut jawaban. Aeric yang mengerti akan maksud dari tatapan sang adik hanya mengangguk.
"Kita bicarakan ini di perpustakaan. Aku tidak ingin ada orang lain yang mendengarnya selain kita berdua."
"Hm, baiklah."
Memang. Akan sangat berbahaya dan berisiko apabila orang lain mengetahui kalau ada keterlibatan Kieran Hartwell dalam masalah ini. Tentu saja Rafellia Reeves juga akan mendapatkan getahnya, dan para Pangeran Hoover bersaudara tidak ingin itu terjadi. Aeric dan Arion cukup bisa diandalkan dalam hal menyimpan rahasia. Itulah yang membuat Ayden percaya pada kedua adiknya.
"Lagipula, pasti sekarang ini ada banyak orang yang sudah memasang mata dan telinga mereka."
• • »« • •
Ayden's Room.
Kriett!
Suara derit pintu yang terbuka membuat Rafellia langsung bersikap waspada. Netra merah delimanya menatap eksistensi Ayden yang masuk sembari membawa nampan. Sang putri yang sedari tadi memang sudah merasa lapar, tanpa sadar meneguk ludahnya ketika mendapati makanan yang dibawa oleh sang pangeran.
"Makanlah."
Rafellia menatap nampan berisi semangkuk sup daging, bubur, dan juga air putih yang disodorkan oleh Ayden. Kening gadis vampir itu seketika mengernyit. "Bukankah ini terlalu banyak? Aku tidak bisa menghabiskan sup daging dan bubur ini sekaligus," tutur Rafellia.
"Aku akan memakan sisanya."
Suasana menjadi hening seketika di antara mereka berdua. Sikap Ayden yang cenderung lembut ini sedikit menggelitik hati Fellia. Dengan ragu, Fellia mengambil alih nampan yang disodorkan oleh Ayden. Meletakkannya dalam pangkuan, dan mulai menyendokkan sesendok bubur pada mulut.
Sementara Ayden sendiri juga tidak mengerti dengan dirinya. Kenapa juga ia harus repot-repot membantu Rafellia Reeves seperti ini? Bukankah ia ingin me-reject gadis itu sebagai mate-nya?
"Ayden ..."
"Ya?"
Respon Ayden yang cenderung cepat, membuat Fellia gugup. Gadis itu menunjuk ke sofa hitam yang berada tidak jauh dari ranjang Ayden. "Duduklah di sana. Memangnya kau tidak lelah jika terus berdiri di situ?"
Ayden mengikuti arah telunjuk Fellia, dan mengangguk setelahnya. "Baiklah."
Sedikitnya Rafellia bisa bernapas lega saat Ayden mulai melangkahkan kakinya ke arah sofa dan mendudukkan diri di sana. Tidak ada hal berarti yang dilakukan Ayden selain mengawasi gerak-gerik Rafellia yang tengah memakan sarapannya dalam diam.
Yahh, itu lebih baik daripada dia berdiri terlalu dekat denganku.
Batin Rafellia bersyukur karena Ayden menuruti permintaannya tanpa banyak bertanya. Mungkin laki-laki itu menyadari kalau ia tidak nyaman jika mereka terlalu dekat. Lagipula, Rafellia juga harus memastikan perasaan asing yang tiba-tiba muncul saat ia berdekatan dengan Ayden.
Perasaan asing yang cukup menggelitik dan mendebarkan.
•
•
•
Di part ini kukasih yang tegang dan manis-manis dulu, wkwk.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro