59 »« Two Prince's Care
•
•
•
Kriet!
Suara gerbang besi yang terbuka secara perlahan memenuhi suasana malam menjelang pagi itu di mansion utama Keluarga Hoover. Aeric muncul dari balik gerbang besi setinggi dua meter tersebut dengan membawa serta seorang gadis yang masih pingsan dalam gendongannya. Sesekali Aeric melirik pada sosok cantik tersebut guna memastikan kalau sang gadis belum terbangun dari pingsannya. Bisa Aeric rasakan kalau kulit sang gadis benar-benar dingin.
Entah apa yang terjadi dengan Putri Rafellia dari Kerajaan Revia tersebut hingga bisa sampai pingsan dalam keadaan tubuh hampir membeku kedinginan di perbatasan wilayah mereka.
Semilir angin dan sunyinya suasana tak membuat Aeric menyerah untuk membawa gadis dalam gendongannya itu ke dalam mansion. Ia harus mengamankan dan menyembunyikan sang putri dari orang-orang yang berada di dalam mansion. Karena ia sangat yakin, kalau sampai anggota keluarganya tahu ia membawa seorang putri bangsawan vampir dari kerajaan sebelah, pasti ia akan diinterogasi habis-habisan.
Ya, tidak apa-apa sebenarnya, untuk diinterogasi. Akan tetapi, tidak sekarang. Tidak saat gadis yang merupakan mate kakaknya itu membutuhkan pertolongan. Ia harus cepat-cepat membawa Putri Rafellia ke dalam kamarnya dan mengobati gadis itu segera.
"Apa yang kau lakukan di pagi buta seperti ini, Aeric?"
Deg!
Aeric meneguk ludahnya susah payah. Suara itu jelas sangat ia kenal. Suara seseorang yang sebentar lagi mungkin akan mengambil alih sang putri dari gendongannya.
Benar.
Itu suara Ayden.
"Aeric. Aku bertanya padamu, dan apa yang kau bawa itu?"
Aeric menoleh patah-patah ke arah Ayden yang tampak bersidekap di belakangnya dengan pandangan bertanya-tanya. Wajar saja Ayden bertanya demikian, karena ia memang menutupi hampir sebagian wajah dan tubuh Putri Rafellia dengan jubah hitam yang gadis itu kenakan.
"Ka-kak ... jika kuberitahu, kau jangan marah padaku, ya? Aku tidak tega, jadi aku membawanya ke sini."
"Siapa?"
"Aku menemukannya pingsan di perbatasan wilayah kita di bagian Barat, dan kau tahu? Aku juga bertemu dengan Kak Kieran di sana. Dia berniat untuk membawa-"
"Siapa dia, Aeric?"
Aeric mengukir senyum gugup. Keringat dingin tampak mengalir dari pelipis sang pangeran kedua. Kegugupan Aeric saat ini bisa Ayden lihat secara jelas. Apalagi Ayden mencium aroma memabukkan yang sangat familiar dari sang adik. Tidak-tidak. Aroma itu berasal dari seseorang yang berada di gendongan sang adik.
"Di-dia Putri Rafellia, Kak."
Sret!
Satu tarikan kuat yang dilakukan Ayden berhasil membuka jubah hitam yang menutupi sosok gadis dalam gendongan Aeric. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh sang kakak, karena saat ini Aeric bisa melihat betapa dingin dan tajamnya tatapan Ayden pada gadis dalam gendongannya.
"Berikan dia padaku."
"Tapi, Kak-"
"Aku tidak membutuhkan persetujuanmu untuk membawa mate-ku, Aeric."
Ya. Aeric pun tahu kalau Ayden memiliki hak penuh atas mate-nya. Meskipun ia benci dengan takdir yang Moon Goddess berikan pada sang kakak, tapi ia tidak bisa membenci gadis vampir itu. Terlebih, Putri Rafellia pasti juga belum mengetahui kalau pasangan takdirnya adalah Kak Ayden. Takdir yang sungguh kejam dan sangat rumit bagi keduanya.
"Baiklah."
Tanpa banyak bicara lagi, Aeric langsung menyerahkan Putri Rafellia pada sang kakak. Jubah hitam milik sang putri yang sempat ditarik oleh kakaknya, Aeric kembalikan pada sang pemilik dengan menyelimutkannya pada tubuh Rafellia Reeves yang kini sudah berada dalam gendongan Ayden.
"Aku rasa, dia pingsan karena kedinginan. Aku juga heran kenapa bisa begitu. Karena kau tahu sendiri, 'kan? Para vampir dan cuaca dingin itu seharusnya saling bersahabat."
"Hm, sudah bicaranya?"
"Ah, ya! Hahaha, baiklah. Aku akan kembali ke perbatasan Barat untuk melihat para anggotaku yang sedang bertarung melawan Kak Kieran dan kelompoknya." Setelah berujar demikian, Aeric langsung melesat pergi sembari bergidik ngeri. Tatapan kakaknya benar-benar mengerikan.
Hah ... semoga saja Kak Ayden tidak berpikir macam-macam tentangku. Sungguh, aku hanya ingin menolongnya saja, tidak ada maksud lain.
Yahh, semua orang juga tahu kalau kamu hanya ingin menolong Rafellia, Aeric. Akan tetapi, Ayden mungkin tidak berpikir demikian. Ayden hanya kesal pada dirinya sendiri, karena bukan ia yang berada di lokasi dan menyelamatkan Rafellia saat itu. Meskipun Ayden menganggap takdirnya dan Rafellia adalah kutukan, tapi ia tidak membenci gadis itu sebagaimana ia membenci Moon Goddess yang telah mempermainkan takdir mereka berdua.
Usai kepergian sang adik, Ayden langsung saja membawa Rafellia yang masih dalam keadaan pingsan ke dalam kamar pribadinya. Butuh kecepatan dan kecekatan yang ekstra bagi Ayden dalam melakukannya, karena ia tidak ingin keberadaan Rafellia sampai diketahui oleh anggota keluarganya yang lain.
Terlebih lagi, masih ada Lucianne di mansion ini.
• • »« • •
Ceklek!
Ayden menghela napas lega. Meskipun sempat kesusahan, tapi sang pangeran akhirnya bisa membuka pintu kamarnya dan segera membawa Rafellia ke atas ranjang berukuran besar di tengah-tengah ruangan. Ayden meletakkan tubuh mungil itu dengan sangat hati-hati. Ditatapnya kelopak mata sang putri yang masih tertutup. Berikut dengan kulit dan bibirnya yang masih memucat karena kedinginan.
Ayden menutup mata, berusaha menahan gejolak rasa panas yang lagi-lagi timbul saat berada terlalu dekat dengan Rafellia. Sesaat setelah Ayden kembali membuka mata, tangan lelaki itu terangkat ke atas dahi sang putri. Sembari merapal sebuah mantra untuk menghangatkan tubuh Rafellia, Ayden diam-diam juga menikmati bagaimana kulit putih pucat itu sedikit demi sedikit mulai berubah warna seperti semula.
Kulit Rafellia pada dasarnya memang sudah pucat, tetapi saat kedinginan seperti ini, kulit gadis itu akan semakin pucat sampai urat-urat nadinya terlihat jelas. Ayden sendiri tidak mengerti dengan gadis ini. Jika Rafellia memang tidak bisa berada di tempat dingin, kenapa dia keluar rumah saat tengah malam seperti ini? Terlebih lagi, Aeric juga mengatakan kalau sang adik menemukan Rafellia pingsan di perbatasan Barat. Bukankah wilayah tersebut sangat jauh dari rumah gadis itu?
Sungguh, banyak sekali pertanyaan yang timbul di otak Ayden saat ini.
Namun semua pertanyaan Ayden itu seolah lenyap saat melihat kelopak mata yang sedari tadi menyembunyikan sepasang netra merah delima Rafellia terbuka dan menatap tepat ke arahnya.
"A-ayden?"
Nama Aydenlah yang pertama keluar dari bibir pucat Rafellia. Tetapi itu hanya terjadi sebentar. Hanya seperkian detik sebelum kelopak mata sang putri tertutup lagi. Ayden pun dengan cepat memeriksa ulang kondisi Rafellia. Hingga beberapa saat setelahnya, barulah Ayden bisa menghela napas lega.
"Hm, ternyata dia belum sepenuhnya sadar."
Usapan lembut Ayden berikan pada puncak kepala sang gadis. Tidak hanya puncak kepala, tapi juga pipi, mata, dan bibir Rafellia juga menjadi jajahan tangan nakal Ayden.
"Aku jadi penasaran, kenapa Moon Goddess memasangkan aku dengan gadis sepertimu, Rafellia?"
Hati dan pikiran mungkin bisa menyangkal, tapi mata dan sikap tidak bisa berbohong.
Ayden mencintai sang gadis vampir.
•
•
•
Aaaaa, Babang Ayden🥺💗
Kenapa sih kamu nggak bisa terima aja takdir yang sudah ditentukan Moon Goddess untuk kita? Hiks.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro