51 »« The Decision That Night
•
•
•
"Pa-pangeran, hentikan."
Lucianne berusaha mendorong eksistensi Ayden yang berada di atas tubuhnya. Ia memang menginginkan sang pangeran bersatu dengannya malam ini ... tapi tidak seperti ini. Tidak saat Ayden seolah tidak sadar dengan apa yang dia lakukan.
Tidak saat justru nama gadis lain yang keluar dari bibir sang pangeran.
"Fellia ..."
Cengkraman tangan sang putri pada sprei di bawahnya kian mengerat saat merasakan gigitan pada area lehernya. Air mata Putri Lucianne mengalir deras seiring rasa sesak dan perih yang ia rasakan. Rasa sakit yang ia rasakan di lehernya tidak sebanding dengan rasa sakit yang ia rasakan di ulu hatinya.
"Fellia ..."
"PANGERAN!"
Brak!
Lucianne terengah setelah berhasil mendorong Ayden mundur hingga laki-laki itu terjerembab ke lantai. Ia cepat-cepat menutupi tubuh atasnya yang telanjang dengan selimut. Lelehan air mata dan tatapan marah serta kecewa Lucianne tujukan untuk sang pangeran yang kini sudah berdiri dengan posisi wajah tertunduk ke arah lantai.
Ayden menatap kedua tangannya yang gemetar. Kepala laki-laki itu mendongak dan menatap kondisi mengenaskan Putri Lucianne karena ulahnya. Ayden mengumpati dirinya dalam hati.
"Apa yang aku lakukan?"
Dasar bodoh! Kau hampir menandainya!
Axel berteriak marah.
Aku benar-benar akan membunuhmu kalau kau sampai kelewat batas dan menandainya, Ayden!
"Maaf."
Hanya kata itu yang mampu keluar dari bibir Ayden saat ini. Tanpa banyak kata, Ayden memilih untuk berjalan menuju pintu kamar tamu yang ditempati sang putri di Hoover Mansion dan keluar dari sana dengan pandangan kosong. Membiarkan Lucianne Zamora dengan keadaan setengah telanjang yang tengah menangis hebat di dalam sana.
• • »« • •
Di tengah cahaya bulan yang menyinari mansion, Ayden berjalan menelusuri lorong dengan kepala tertunduk. Peristiwa yang terjadi antara dirinya dan Putri Lucianne beberapa saat yang lalu kembali berputar dalam otaknya. Ayden benar-benar tidak sadar dengan apa yang ia lakukan, tapi ini bukan salahnya. Putri Lucianne sendiri yang menyerahkan diri padanya untuk disetubuhi.
Awalnya semua berjalan lancar, tapi entah kenapa wajah cantik Rafellia Reeves malah muncul di depannya, dan tanpa sadar Ayden mulai membayangkan gadis itulah yang berada di bawah kendalinya saat itu. Berteriak memanggil namanya berulang-ulang dengan napas tidak teratur. Menangis sembari menatap matanya dengan netra merah penuh amarah sang gadis.
Ayden menggeram rendah dan mengacak-acak surai hitamnya. Aeric yang memerhatikan sang kakak dari balik kegelapan malam hanya mampu terdiam dengan bibir terkatup rapat dan kedua tangan mengepal kuat.
Tentu saja Aeric sangat tahu tentang apa yang terjadi dengan kakaknya.
Ini semua pasti karena gadis vampir itu.
Ya. Aeric memang berpikir kalau semua hal yang menjadi beban pikiran Ayden selama beberapa minggu terakhir adalah karena sosok Rafellia Reeves yang diketahui sebagai mate dari sang kakak. Di mansion ini, tidak ada yang tahu tentang fakta itu selain mereka bertiga.
Para Pangeran Hoover bersaudara.
Aeric juga tahu kalau Ayden berniat untuk me-reject Rafellia sebagai mate-nya dari Arion. Akan tetapi, ia tidak yakin apakah sang kakak benar-benar bisa melakukan itu atau tidak. Karena jika melihat situasi yang terjadi selama sebulan terakhir, Putri Lucianne belum bisa membuat sang kakak berpaling padanya.
Tidak-tidak. Putri Lucianne sama sekali tidak tahu kalau Ayden sudah menemukan mate-nya. Putri Lucianne mendekati Pangeran Ayden karena perempuan itu memang tertarik dengan kakaknya-juga karena status perjodohan mereka.
Ya, Aeric yakin itu.
Namun jika melihat sikap Ayden pada Putri Lucianne selama sebulan terakhir, Aeric bisa menarik kesimpulan kalau sang kakak sangat menghormati perempuan itu. Meskipun ia tahu kalau pikiran sang kakak masih dipenuhi oleh Rafellia Reeves, tapi ia yakin kalau kakaknya selalu berusaha memperlakukan Putri Lucianne selayaknya pasangan.
Mungkin hal itulah yang membuat Ayden Hoover kini tampak frustasi setelah keluar dari kamar tamu yang ditempati oleh Putri Lucianne di Hoover Mansion ini. Aeric tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana, tapi ia bisa menebak kalau sang kakak pasti telah melakukan kesalahan yang sangat fatal.
Aeric Hoover yang tidak tahan melihat wajah kacau sang kakak, akhirnya keluar dari tempat persembunyian dan menghampiri sang kakak laki-laki yang usianya hanya berbeda dua tahun dengannya itu.
"Kak!" Satu tepukan Aeric daratkan pada bahu kanan Ayden untuk menarik perhatian sang kakak sulung. "Kau baik-baik saja?" tanya sang pangeran kedua dengan netra tak lepas dari setiap reaksi Ayden akan kehadirannya yang terbilang cukup tiba-tiba.
"Apa maksud pertanyaanmu?" Kening Ayden mengerut dalam. Ia benar-benar tidak mengerti dengan maksud Aeric yang tiba-tiba saja bertanya demikian. "Tentu saja aku baik-baik saja."
Bibir Aeric terkatup rapat. Pangeran kedua itu menarik napas dalam-dalam sebelum menatap tepat pada kedua bola mata sang kakak dengan penuh arti. "Kak, kau tahu sendiri bukan? Kalau kau tidak bisa menyembunyikan apapun dariku."
Ayden mendengkus. Kini ia tahu maksud dari pertanyaan Aeric sebelumnya. Dibandingkan Arion, Aeric adalah yang paling peka akan lingkungan sekitarnya. Jadi tidak heran bila gerak-geriknya akan tertangkap oleh mata tajam Aeric dengan jelas.
"Aku hampir menandainya."
"Siapa?"
"Lucianne."
"KAU GILA?!"
Aeric menggelengkan kepalanya. Ia benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana mungkin sang kakak hampir berbuat hal segila itu? Padahal ia yakin, kalau kakaknya itu pasti tahu aturan para werewolf. Aturan yang mengatakan kalau, seorang werewolf tidak boleh menandai perempuan lain jika werewolf tersebut masih terikat oleh mate-nya.
"Kak! Kau tahu sendiri aturannya, 'kan? Kau baru bisa menandai Putri Lucianne jika kau telah memutuskan ikatanmu dengan Putri Rafellia."
"Aku tahu," sela Ayden cepat. "Aku akan segera melakukan ritual rejection."
"Kapan?"
"Saat bulan purnama berikutnya."
"Baiklah. Aku menantikan hari itu tiba."
Seringai Aeric melebar. Kini ia benar-benar puas akan keputusan yang Ayden ambil. Karena bagaimanapun, vampire dan werewolf tidak akan pernah bisa bersatu. Ia jadi kasihan pada kakaknya itu. Kenapa juga Moon Goddess harus memasangkan sang kakak dengan seorang gadis vampir?
•
•
•
Entahlah, Aeric.
Karena sampai sekarang, Sang Dewi pun masih tetap bungkam.
Kita tidak tahu apa yang dia pikirkan.
...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro