49 »« Blue Butterflies and Gray Feelings
•
•
•
Satu bulan berlalu semenjak pesta ulang tahun Rafellia Reeves, dan selama itu pula, Ayden tidak pernah lagi bertemu dengan gadis vampir itu. Baik disengaja maupun tidak disengaja. Hari-harinya sebagai pangeran mahkota dan seorang pemimpin pack juga masih berjalan seperti biasanya. Terkecuali Putri Lucianne yang dua minggu terakhir jadi sering datang ke Mansion Hoover untuk bertemu dengannya.
Harus Ayden akui, kalau Putri Lucianne memang memiliki segudang kelebihan dan wajah yang rupawan. Tetapi entah kenapa ... ia sama sekali tidak tertarik dengan gadis yang akan dijodohkan dengannya tersebut.
Kimono biru tua berbahan satin yang dipakai Ayden tampak berkilauan saat laki-laki itu membuka gorden kamarnya dan membiarkan cahaya matahari pagi masuk ke dalam sana. Ada banyak hal yang tengah dipikirkan oleh sang pangeran mahkota disela-sela kegiatannya menyesap batang rokok yang baru saja ia nyalakan.
Tentang rencana Kieran Hartwell yang masih menjadi misteri, perjodohannya dengan Lucianne Zamora, dan juga keputusannya yang ingin me-reject Rafellia Reeves sebagai mate-nya.
Kau yakin akan me-reject Rafellia, Ayden? Aku pastikan kalau kau tidak akan bisa melakukannya.
Ayden berdecak. Suara serigala dalam dirinya membuat Ayden kesal setengah mati. Ayolah! Ia tidak mungkin tertarik pada seorang gadis angkuh seperti Rafellia Reeves, 'kan?
Bohong.
Tidak mungkin kalau kau tidak tertarik padanya.
Terlanjur geram, Ayden mencengkeram kusen jendela kamarnya dan membuang puntung rokok yang tinggal setengah itu keluar jendela. "Berisik! Aku tidak butuh komentarmu, Axel!"
Axel adalah nama serigala dalam diri Ayden. Berbeda dengan Ayden yang punya kepribadian cukup hangat, Axel justru sebaliknya. Serigala itu bagaikan iblis yang mendiami kutub utara di Heamore, begitu kejam dan dingin.
Terserah padamu, tapi kupastikan kalau aku tidak akan membiarkanmu me-reject-nya. Karena aku sudah terlanjur jatuh cinta pada Rafellia Reeves.
Yahh, tapi Axel berbeda dengan Ayden kalau soal urusan hati. Axel lebih tahu siapa yang dia inginkan untuk saat ini. Karena semenjak pertemuan pertama mereka, justru Axel yang terus-menerus memberontak ingin keluar, tapi Ayden berusaha mati-matian menahannya.
Dia cantik dan sangat menggoda, Ayden. Apa alasanmu tidak menyukainya? Karena dia seorang vampir? Ohh, ayolah. Moon Goddess selalu tahu dengan apa yang dilakukannya.
Brak!
"DIAM, AXEL!"
"AKU BILANG, DIAM!"
"APA KAU TULI?!"
Hahaha! Kau bodoh, Ayden. Dasar lemah.
Ingin rasanya Ayden mengumpati Axel dan mengajaknya bertarung secara langsung jika saja Axel bukanlah serigala dalam dirinya. Ya, ia dan Axel adalah satu kesatuan yang sama. Mereka ditakdirkan untuk menjadi satu di kehidupan kali ini dan seterusnya.
"Terserah kau mau bilang apa, tapi yang jelas, aku akan memutus tali benang merahku yang Moon Goddess ikatkan pada Rafellia Reeves."
Bodoh! Kau akan menyesal setelah melakukannya, Ayden!
Sret!
Ayden menutup kembali gorden jendelanya dan beranjak ke dalam kamar. Tidak memedulikan suara Axel yang terus berisik di dalam sana. Ia tengah berusaha untuk tetap menjaga kewarasannya saat ini. Setidaknya ...
... sampai ia bisa melakukan ritual rejection pada Rafellia Reeves.
• • »« • •
Sama seperti Ayden, sudah satu bulan lamanya juga Rafellia tidak mendengar kabar apapun yang berhubungan dengan para werewolf. Setelah pesta ulang tahunnya dan pertemuan dengan Jacob Rapheal waktu itu, Rafellia mulai merasa aneh karena semua hal seolah berjalan seperti biasanya.
Tidak ada werewolf yang melanggar perbatasan. Tidak ada desas-desus tentang manusia yang kembali menjadi korban. Juga tidak ada kabar sama sekali tentang Tiga Pangeran Hoover bersaudara.
"Tunggu, apa yang aku pikirkan? Kenapa jadi mereka?"
Rafellia berdecak dan membuka halaman buku sejarah yang tengah ia baca dengan agak kasar. Manik merah delima gadis itu nampak berkilat saat menyadari kalau ujung jari jempolnya terasa perih karena tergores kertas buku tersebut. Salah ia juga sebenarnya yang malah melampiaskan kekesalannya pada buku sejarah yang tak berdosa ini.
"Hahh ..."
Rafellia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Seharian berada di perpustakaan ternyata cukup membosankan. Setidaknya sebelum kupu-kupu bersayap biru datang dan bertengger tepat di tengah halaman buku yang tengah ia baca. Mengepak-ngepakkan kedua sayap indahnya tanpa dosa. Seolah mengajak ia untuk berdansa bersama.
"Hei! Sepertinya aku tidak asing denganmu. Apakah kau pernah kemari sebelumnya?"
Rafellia terkekeh saat kupu-kupu itu mengepakkan sayapnya dua kali, seolah mengiyakan pertanyaannya barusan.
"Ternyata benar, ya. Pantas saja aku tidak asing denganmu." Rafellia menatap kupu-kupu itu dengan lekat. "Apa yang kau lakukan di sini, kupu-kupu kecil? Apakah kau tersesat lagi?"
Lagi-lagi Rafellia terkekeh karena merasa geli akan dirinya sendiri yang mengajak seekor kupu-kupu bicara. Meskipun ia bisa memahami bahasa hewan, ada kalanya ia malu dan menyembunyikan kekuatannya tersebut. Bisa-bisa ia disangka gila karena berbicara dengan mereka.
Rafellia mengamati kupu-kupu itu dengan lamat. Hingga dia sadar kalau kupu-kupu itu bukanlah kupu-kupu biasa. Melainkan kupu-kupu sihir yang pasti dikirimkan oleh seseorang untuk mengawasinya.
"Kau?!"
"Bajingan gila!"
Wush!
Rafellia mencengkeram kupu-kupu itu dengan erat hingga eksistensinya melebur menjadi abu yang beterbangan di sekitar gadis itu seolah mengejeknya karena kecolongan.
"Sudah berapa lama kupu-kupu itu mengintaiku?!"
Geraman rendah dan kepalan tangan di atas meja yang dilakukan oleh Rafellia Reeves menjadi pertanda kalau gadis dengan netra merah delima itu benar-benar marah. Rafellia merasa marah pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia kecolongan di wilayahnya sendiri.
"Tidak bisa dibiarkan. Aku akan menghubungi Raven dan Kak Raveena secepatnya. Aku takut kalau kupu-kupu itu adalah salah satu mata-mata dari pihak musuh."
Dengan gaun biru gelap yang melapisi tubuh semampainya, Rafellia berdiri dari posisi duduknya dan menutup buku sejarah yang sedari tadi ia baca. Meletakkan buku itu dengan asal di atas rak sebelum mengangkat sisi gaunnya tinggi-tinggi dan berjalan cepat meninggalkan area perpustakaan mansion.
Bukan tidak mungkin kalau Rafellia jadi begitu panik saat ada seseorang yang menugaskan hewan kecil seperti kupu-kupu sebagai mata-mata. Karena hal seperti ini juga pernah terjadi sebelumnya, dan ia tidak ingin kecolongan lagi.
"Akan kupastikan kalau aku akan menemukan pengirimnya."
•
•
•
Avv, Rafellia cantik banget kalo lagi marah gitu :>
Semoga aja pengirimnya cepat diketahui, ya!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro