25 »« Towards the Brec House
•
•
•
"Jika memang kau sangat tahu di mana lokasi rumah Creigren Brec, maka tunjukkan padaku jalannya."
Deg!
Rafellia panik. Bagaimana ia bisa menunjukkan jalannya?! Ia saja baru pertama kali ke sini. Duh! Mulutnya ini memang terkadang tidak bisa dikontrol.
"A-anu ..."
"Sudahlah, Ketua. Kenapa kau membuatnya bingung?" Edge maju beberapa langkah dan tersenyum menatap Rafellia. "Perkenalkan, saya Edge Rex. Siapa nama Anda, Nona?"
Rafellia pun menerima uluran tangan Edge dan turut memperkenalkan diri. "Rafellia Reeves, salam kenal."
"Salam kenal juga, Lia. Bolehkah saya memanggil Anda seperti itu?"
"Tentu. Tidak masalah, Ed."
"Rex."
"Hum?"
"Panggil Rex saja."
Ayden memutar bola matanya malas. "Sudah cukup, Ed. Kita memiliki urusan yang lebih penting dari sekadar berkenalan dengan gadis ini."
Raut wajah Rafellia yang semula baik-baik saja, kini berubah tidak enak. Gadis itu berdecih sinis sebelum membalas perkataan Ayden dengan telak. "Aku juga memiliki urusan yang lebih penting daripada meladeni ucapanmu," katanya. Kemudian tanpa menunggu lama, Rafellia langsung berjalan meninggalkan Ayden dan Edge menuju pohon beringin yang dimaksud. Ia sudah tidak peduli lagi dengan keberadaan kedua laki-laki itu di belakangnya.
"Kau keterlaluan, Ketua."
"Hm."
Ayden merespon perkataan Edge dengan deheman singkat. Tatapan netra kelamnya tak lepas dari sosok sang gadis yang mulai berjalan mendekat ke arah lokasi sang pohon beringin. Diam-diam, sudut bibir Ayden terangkat saat melihat bagaimana ekspresi kebingungan gadis vampir tersebut.
Dasar gadis keras kepala.
• • »« • •
Pohon beringin yang terletak di tengah-tengah ribuan bunga dandelion itu sangat besar. Bahkan lebar batangnya diperkirakan sekitar 2 meter dengan tinggi pohon 6 meter. Belum lagi daun-daun pohonnya yang begitu rimbun. Sehingga cocok jika digunakan untuk berteduh dari teriknya sinar matahari.
Rafellia memicingkan netranya ke arah sulur-sulur milik sang pohon. Ia mencari sulur yang paling tebal, seperti yang dikatakan kakek misterius tadi. Tetapi ia sedikit kesulitan, karena hampir semua sulur dari pohon itu memiliki ketebalan yang sama.
Rafellia menolehkan kepalanya ke belakang, dan ia mendapati Ayden juga Edge yang menatap kegiatannya dari kejauhan. Gadis itu pun segera menolehkan kepalanya kembali ke pohon beringin di depannya. Karena dibuat sedikit geram dan malu, Rafellia pun menutup mata dan menggunakan sedikit kekuatannya untuk mencari sulur yang paling tebal dari pohon beringin tersebut.
Selain bisa berbicara dan mengerti bahasa hewan, Rafellia juga memiliki penglihatan yang bagus. Gadis itu bisa melihat adanya ilmu sihir atau tidak di sekitarnya apabila ia sedikit menyerap energi alam, dan itulah yang Rafellia lakukan sekarang.
Setelah membuka kelopak matanya, penglihatan Rafellia seketika berubah. Dari yang berwarna, kini semua benda terlihat monokrom. Gadis itu segera menatap pohon beringin di depannya, dan ia mendapati ada kekuatan sihir di salah satu sulur tersebut.
Tidak, bukan satu. Ternyata ada dua sulur yang memiliki kekuatan sihir di dalamnya. Yang satu berwarna biru, dan satunya lagi berwarna merah.
Rafellia memajukan langkahnya dan dengan sedikit ragu menyentuh permukaan sulur yang memiliki sihir berwarna merah. Hanya sedetik Rafellia melakukannya, karena gadis itu tidak kuat dengan tekanan sihir yang terdapat dalam sulur tersebut.
"Wow! Sihir yang sangat kuat."
"Bisakah kau melakukannya dengan cepat?"
Sembari menutup matanya, Rafellia menghela napas. Gadis itu menoleh sinis ke arah Ayden Hoover yang lagi-lagi dengan sengaja berbisik di telinganya. "Bisakah kau berhenti melakukannya? Tolong jangan ganggu aku. Karena aku harus segera bertemu dengan Creigren Brec."
Ayden mengangkat sebelah alisnya, ia melirik ke arah Edge sekilas. "Aku dan Ed juga sedang mencari penyihir itu," tutur Ayden jujur. "Kami memiliki urusan penting sehingga rela jauh-jauh dari kota untuk bertemu dengan beliau. Bukankah tujuan kita sama?"
"Tidak. Tujuan kita berbeda. Tujuanku lebih penting."
Ayden mendengkus. "Terserah," ujarnya. Tanpa banyak bicara, Ayden menarik sulur yang sedari tadi menjadi objek fokus Rafellia. "Kau harus menariknya dengan kuat jika ingin membuka gerbangnya."
"Hah? Apa yang-"
Kriettt!
Brak!
Rafellia tercengang di tempat. Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja ada pintu di depannya, dan gerbang pintu itu terbuka dengan sendirinya.
"Ini adalah pintu masuk menuju rumah Kakek Brec, Nona." Edge yang kasihan dengan reaksi terkejut Rafellia, berinisiatif menjelaskan. "Jika Anda menarik sulur dengan sihir berwarna biru, maka Anda akan masuk ke dalam jebakan."
"Ah-ahaha, begitu rupanya." Rafellia tertawa kikuk.
"Ayo masuk!" Ayden memimpin jalan, disusul oleh Rafellia dan Edge di belakangnya. "Akan lebih baik kalau kau pergi bersama kami," lanjut Ayden dengan nada bicara yang terdengar menyebalkan di telinga Rafellia Reeves. Akan tetapi karena Rafellia sedang tidak ingin berdebat, jadi ia hanya diam saja tanpa membantah.
Mereka bertiga pun memasuki pintu gerbang tersebut satu per satu, dan setelah semuanya masuk, pintu gerbang itu tertutup secara otomatis. Lantas hilang dan kembali menjadi pohon beringin tak bertuan.
Kekuatan sihir memang luar biasa. Rafellia saja sampai dibuat kagum dengan semua hal yang baru saja ia lihat dan ia alami. Pasti Creigren Brec yang membuat semua alur perjalanan unik untuk bisa sampai ke rumahnya tersebut.
•
•
•
Wahh, berhasilkah mereka bertiga menemui Creigren Brec?
Nantikan kisah selanjutnya di next chapter!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro