Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20 »« Destiny or Serendipity?



Sharpened Insignia.

Permata biru yang menjadi incaran banyak orang. Memiliki kekuatan dahsyat yang bisa membangkitkan orang mati dan membuat penggunanya hidup abadi. Telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Kebanyakan orang percaya jika permata itu adalah bukti nyata kalau Tuhan itu memang berkuasa, dan siapapun yang mendapatkannya akan menjadi orang paling disegani di dunia.

Menurut beberapa saksi mata, ciri fisik permata itu berbentuk lingkaran tidak sempurna. Memiliki warna biru cerah di bagian luarnya, dan biru gelap di dalamnya. Warna Sharpened Insignia akan menjadi transparan bila terkena air.

"Tunggu dulu ... air?" Kieran mengernyit bingung ketika membaca kalimat tersebut pada buku sejarah yang ia temukan di perpustakaan Kota Revia. "Kenapa tidak ada informasi semacam ini pada buku yang aku baca di perpustakaan Kota Heamore?"

Itu merupakan informasi baru bagi Kieran. Entah ia harus percaya atau tidak, tapi yang jelas ia harus mendapatkannya. Dengan manik yang bergulir mengikuti setiap lengkungan huruf yang tersaji di dalam buku, Kieran meneruskan bacaannya.

Sharpened Insignia menjadi penyebab utama perang besar yang terjadi antara bangsa vampir dan serigala pada tujuh belas tahun silam. Lantas sekarang, keberadaan permata itu seolah hilang ditelan bumi setelah kutukan yang diberikan Raja Heamore pada keturunan terakhir Kerajaan Revia.

Banyak desas-desus yang mengatakan kalau mungkin saja permata itu berada di suatu tempat yang tidak bisa dijangkau oleh mata. Ada juga yang mengatakan kalau permata itu disimpan oleh seseorang. Ada juga yang mengatakan kalau permata itu pasti sudah hilang dan dicuri ketika peperangan berlangsung.

Sementara Kieran percaya pada opsi kedua. Permata itu pasti disimpan oleh seseorang, dan Kieran curiga pada Rafellia Reeves. Karena gadis itu adalah keturunan terakhir di Kerajaan Revia. Ia sangat yakin kalau Rafellia adalah anak yang terkena kutukan Raja Heamore pada tujuh belas tahun silam.

"Dan Rafellia Reeves hampir berusia tujuh belas tahun bulan ini. Jika benar kalau Rafellia adalah anak yang dikutuk waktu itu, maka ada kemungkinan kalau dia mempunyai permatanya."

Buk!

Kieran menutup buku sejarah di tangannya, dan mulai berpikir tentang segala kemungkinan yang ada. Ini memang sedikit sulit, karena ia juga tidak mempunyai petunjuk yang kuat. Ia hanya menduga-duga saja, dan jika dugaannya salah, ia akan tetap mencari permata itu ke seluruh tempat. Ia juga tidak akan melupakan tentang rencana balas dendamnya terhadap sang ayah dan ibu—ah tidak, maksudnya adalah mantan ayah dan ibu.

Dengan pikiran berkecamuk, Kieran memutuskan untuk mengakhiri kegiatan membacanya dan keluar dari perpustakaan Kota Revia. Ia masih harus bekerja di The Crowbar setelah ini, dan ia berharap akan bertemu lagi dengan Pangeran Raven di sana.

• • »« • •

"Kak! Ayolah, kenapa kau terus saja mengurung diri sejak kepergian gadis vampir itu?"

Arion kini tengah berada di ambang pintu kamar Ayden. Ia memutuskan untuk tinggal lebih lama di mansion utama untuk menemani sang kakak sulung. Sementara Aeric sudah kembali ke mansionnya sendiri, karena laki-laki itu masih memiliki kesibukan lain di sana.

"Berhentilah menggangguku, Arion. Ini tidak ada hubungannya dengan gadis itu. Aku hanya malas keluar saja."

Bohong.

Arion tahu kalau kakaknya berbohong, karena tatapan mata Ayden sudah mengatakan semuanya. Ada sesuatu yang mengganggu pikiran sang kakak, dan Arion tidak tahu apa itu. Ia tidak ingin memaksa Ayden untuk bercerita, tapi di sisi lain ia juga gemas dan merasa penasaran karena Ayden tidak jujur padanya.

"Kak, kau bisa mengatakan apapun padaku. Ingat, kita saudara. Aku ikut tidak tenang melihatmu seperti ini. Kau seperti orang yang mempunyai banyak pikiran. Maka dari itu,bagilah apa yang menjadi beban pikiranmu padaku. Lagipula-"

"Bagaimana jika mate-ku adalah seorang vampir?"

"H-hah?"

"Bagaimana jika mate-ku adalah seorang vampir?"

Arion tertawa keras. "Hahaha, yang benar saja. Itu tidak mungkinlah."

"Aku serius."

Arion Hoover terdiam seketika. Ia menatap sang kakak dengan serius, mencoba mencari kebohongan dari kalimat yang baru saja dikatakan oleh Ayden. "Jangan bercanda, Kak."

"Kau sendiri yang mengatakan agar aku membagi beban pikiranku. Sekarang sudah kubagi denganmu, dan aku ingin tahu pendapatmu."

"Jujur, aku tidak tahu harus berpendapat seperti apa, tapi jika itu memang benar terjadi ... maka akan sangat berbahaya, Kak. Kalian tidak akan bisa bersama karena ras kita berbeda."

Ayden menutup mata dan menghela napas. Ia sudah menduga jawaban Arion akan seperti itu. Aeric juga pasti akan mengatakan hal yang sama meski dengan kalimat yang berbeda.

"Memangnya kenapa kau tiba-tiba bertanya hal aneh seperti itu? Mate-mu benaran seorang vampir?" tanya Arion hati-hati.

"Ya."

"APA?!" Arion menjatuhkan rahangnya dengan kedua netra membulat sempurna. "KAU SERIUS, KAK?!"

"Ya. Aku serius."

"JANGAN BILANG KALAU GADIS VAMPIR ITU ADALAH MATE-MU?"

Ayden berdecak. "Berisik, Arion. Pelankan suaramu."

"JAWAB DULU PERTANYAANKU!"

"Ya, ya, dan ya. Sudah kujawab semua, 'kan?"

Arion mengusap wajahnya kasar. "Celaka. Aku sama sekali tidak menduganya, tapi ... bagaimana bisa? Maksudku, bagaimana kau bisa tahu kalau dia adalah mate-mu?"

Ayden menggulung lengan baju bagian kirinya dan menunjukkannya pada Arion. "Dia terluka di sini, dan rasa sakit yang kurasakan, karena dia juga terluka di bagian ini. Dia juga memiliki tatto spiral yang sama seperti milikku," ungkap Ayden sembari menunjukkan tatto yang ia maksud pada bagian lengan atasnya.

"Tapi apakah kau yakin, Kak? Bisa jadi kan rasa sakit yang kau rasakan itu hanya kebetulan saja. Lalu tatto itu, bisa jadi tatto milik gadis itu adalah tatto pasangan. Bukan tanda sejak lahir seperti milikmu. Iya, 'kan?"

Ayden terdiam dan spontan memikirkan perkataan Arion baik-baik. Perkataan sang adik memang ada benarnya juga. Bisa jadi semua ini memang cuma kebetulan saja, kan? Akan tetapi, kenapa rasanya ia kecewa kalau ini semua benar hanya sebuah kebetulan belaka?

"Sudahlah, Kak. Jangan terlalu dipikirkan. Aku yakin kalau itu hanya kebetulan. Percaya padaku," lanjut Arion sembari memberi tepukan pada bahu Ayden sebelum memutuskan untuk beranjak pergi dari kamar sang kakak.

"Apakah benar cuma kebetulan? Tapi kenapa aku merasa masih ada yang janggal?"



Haduhh, Arion nih bukannya ngehibur Ayden malah tambah bikin pusing kakaknya. Sabar ya, Ayden😭

Btw, gimana sama part ini? Kalau ada typo, salah ketik, salah penempatan tanda baca, dan sebagainya tolong tandai, ya! Jangan lupa vote dan komentarnya juga.

See you next part♡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro