Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17 - Shocking Confession

putrirawarawa: anjir lah, trnyata pacaran ama devan, pantes sih bisa jadi penulis skenario di serial devan

dianadiani: jangan bilang gosip jaman baheula itu bener.

akubukanboneka: jual diri lah. Masa lama ga laku, tiba tiba dapet proyek gede bareng sutradara sekelas devan

srikitikiti: gue ga rela ya, devan ama pelacur macam lo sahira!

Aku memijit pelipisku selepas membaca komentar-komentar pedas dari warganet. Gila, rasanya aku pengin memelintir bibir mereka keras-keras. Eh, apa jempol mereka, ya? Tapi, seberapa sebalnya aku sama mereka, Elok terus mengingatkanku kalau aku nggak boleh balas. Diam aja. Karena, setiap hateful comments, komentar fitnah, akan langsung di-compile untuk dilaporkan.

"El, gue pengin sekali-kali bikin konten video Q&A, buat nampar haters, dong! Gue pengin jawabin semua tuduhan mereka," kataku. "Boleh, ya? Gue udah gatel banget, El .... "

Elok mendesah pelan. "Percuma, Ra. Mereka yang benci lo bakal tetap cari cara buat hujat lo."

"Tapi kan, paling nggak mereka tahu gue itu nggak lemah."

"Lo mau kayak selebriti yang hidupnya cuma buat bikin video Q&A? Nggak faedah banget," dengkus Elok. "Lihat tuh, Kava, dia digosipin gay aja tetap santai kok. Nggak balas apa-apa."

"Hidup dia terlalu santai, El. Lagian akhirnya dia sering kelihatan jalan sama cewek, termasuk gue."

"Nanti, mau konsultasi sama Naren dulu. Kalau gue salah langkah, bisa dipecat."

"Coba deh El, tevenya dinyalain. Nama gue masih digosipin acara entertainment nggak?" pintaku.

Aku menyandarkan kepala di sandaran sofa, meluruskan kakiku yang menumpang di atas meja. Sambil menunggu rapat pukul sepuluh nanti, aku bersantai di ruangan kerjaku lebih dulu. Mataku lurus menutup layar datar di depanku. Ketika televisi menyala, sosok Krystal langsung muncul. Hampir aja aku minta Elok untuk mengganti saluran tayangannya, tapi tak jadi saat mendengar kalimat yang terlontar dari mulut wanita itu.

"Gue sama Naren baik-baik aja," katanya sambil tersenyum. "Bener, memang putus, tapi ya udah, emang nggak jodoh aja kali. Tapi, keluarga kita baik-baik aja kok. Gue respect keputusan Naren."

Aku memelotot sambil mendengkus. Nggak kaget sih, dia bakal ngomong kebalikan dari kenyataannya.

"Sedih, tapi nggak boleh berlarut-larut. Lagian kan baru ada kabar bahagia," tutur Krystal.

Aku nggak dengar pertanyaan dari sang wartawan, tapi jawaban Krystal kali ini membuatku tersedak. "Bang Devan sama Kak Sahira? Cocok banget. Gue nggak tahu bener apa salah berita kemarin. Tapi, mereka emang cocok. Ya, kelihatan aja kalau mereka dekat. Kemistrinya dapet banget. Doa terbaik aja buat mereka."

Astaga ... keterlaluan banget sih. Buat apa komentarin masalah orang? Aku beneran marah kali ini. Aku membuka ponsel, lalu menghubungi Devan. Dia perlu tahu soal ini.

"Halo, Dev ... " kataku tanpa basa-basi saat panggilanku terhubung, "gue barusan lihat di teve, masa si Krystal bilang kita pacaran? Secara implisit, sih. Padahal, udah lumayan redam ini beritanya."

Kekehan Devan terdengar. "Napas, Ra ... soal Krystal, thanks for the information. Gue padahal belum ketemu dia sejak fan meeting final di Jakarta."

"Nah kan, maksud dia apaan coba?"

"Gue minta maaf ya, Ra ... padahal lo masih meniti karier lagi. Tapi, malah berantakan gara-gara gue."

"Bukan salah lo. Udah gue bilangin dari kemarin juga."

"Gimana kalau kita ketemu? Ngobrolin ini?"

"Aduh, bukannya nanti malah tambah panas, kalau ada yang lihat?"

"Ketemuan di kantor lo aja. Gimana? Lo sekarang di mana?"

"Kebetulan ini gue di agensi. Tapi, bentar lagi ada meeting. Gimana nanti kalau selesai meeting gue kabarin? Biar ngobrol sama Elok."

"Okay, nice idea."

***

Kejutan yang kudapat hari ini memang tidak ada tandingannya. Bahkan, kalau mengingat kejadian sore tadi, aku masih merinding sendiri. Mataku terus melirik ke arah pintu kamar mandi yang tertutup. Naren sudah berada di sana sekitar lima belas menit, yang artinya hanya tersisa sedikit waktu sampai dia keluar. Aku nggak yakin bisa menutupi informasi ini padanya, karena aku yakin, lelaki itu pasti sadar betapa anehnya sikapku.

Ya, bagaimana tidak? Tadi sore, saat bertemu dengan Devan, bukan solusi yang kudapatkan, tapi pengakuan mengejutkan lelaki itu, yang mengatakan jika dia memang menyukaiku. Gila, 'kan?  Belum sempat aku mencerna informasi yang terlalu mencengangkan itu, Krystal tiba-tiba datang, dengan wajah manis dan mendoakan kelanggengan hubunganku bersama Devan. Senyum ala nenek sihirnya terbit, saat mengakui jika gosipku dengan Devan adalah salah satu dari banyak serangan yang dia siapkan untukku.

"The news was absurd. I really don't expect it." Devan mendesah panjang. "Gue juga bukan tipe orang yang suka klarifikasi rumor, ya ... karena gue jarang kena gosip. Gue sutradara bukan selebriti. Tapi, kalau emang genting banget, kayak film gue dijiplak atau gue dituduh plagiat, pasti gue angkat bicara."

"Sebenarnya klarifikasi dari agensi gue aja udah cukup," balasku. "Tapi, pernyataan Krystal di teve tadi bener-bener ganggu. How can she say that? Kayak tahu gimana gue sama lo aslinya. Gue paham banget Krystal masih naik daun. Masih jadi everybody's top star dan itu artinya omongan dia didengar orang hanyak."

"And somehow, our clarification will be useless," tambah Devan yang kuangguki.

Saat aku dan Devan pusing memikirkan bagaimana caranya biar masyarakat bisa melupakan gosip nggak bermutu itu, tiba-tiba ruang kantorku terbuka. FYI, setiap selebriti di bawah naungan PR Entertainment punya satu ruangan pribadi di kantor agensi.

"Eh, hot couple of the year lagi ngapain, nih?" Suara nyaring Krystal membuatku menoleh ke arah pintu yang terbuka. "Kalau gue foto kalian sekarang, terus share foto ini ke media. What do you think?"

"You're nut."

Tawa Krystal meledak. "Tenang aja, Kak ... masih banyak kejutan yang gue siapin buat lo. Ini cuma pra pemanasan."

Aku melotot, jangan bilang kalau gosipku bersama Devan itu ulahnya? Cih! Emang gila itu bocah. Sialan! Dia tahu, media adalah sekutu terkuat di dunia hiburan. Jadi, dia memanfaatkan media untuk melawanku. Oke ... so, this is war.

"Maksud lo apa nyebarin rumor begini?" tanya Devan tampak kesal.

"Buat senang-senang aja. Kenapa, Bang?" Perempuan itu menatap Devan dengan tampang tanpa rasa bersalah.

"Lo ... " Devan mendesis. "Lo keterlaluan, Krys. Sahira doesn't deserve this."

Krystal tergelak. "Oh, dia sangat-sangat pantas mendapatkannya. Andai lo tahu gimana piciknya dia, Bang. Lo pasti ilfeel kalau harus berhubungan sama dia."

"Krystal!" bentak Devan.

"Oops!" Perempuan itu tersenyum mengejek. "Kayaknya gue harus pergi, ya ... maaf udah ganggu waktu berduaan kalian." Sambil terkikik Krystal menutup pintu dan meninggalkanku bersama Devan terpaku di tempat.

Aku mendengkus keras, susah sekali berpura-pura tidak benci perempuan itu. Mataku lalu menatap Devan nyalang. "Dev, lo selama ini tahu kan kalau Krystal punya bad attitude?"

Lelaki itu tersenyum canggung. "Semua orang yang udah pernah kerja sama dia, kayaknya tahu itu."

Mataku membulat sempurna. "Gimana bisa nggak ada satu pun rumor atau artikel soal attitude dia yang kayak sampah?"

"Cakep, berduit, berkuasa, emang susah dilawan, 'kan?"

"Emang benar kata Naren. Krystal terlalu terbiasa dunia di telapak tangannya. Bikin dia merasa kalau dia pusat semesta. Harus ada yang nampar dia biar sadar."

"Naren pasti paham banget sama Krystal. Mereka kan mantan pacar."

"Mereka nggak pacaran!"

Devan terlonjak karena terlalu kaget mendengar pekikanku. "Lupa, kemarin Naren klarifikasi. Kok bisa begitu, ya? Lo tahu sebenarnya PR sama SBC itu hubungannya gimana?"

Aku mengedikkan bahu, tak mau menjawab. Bukan kapasitasku juga. "Yah begitu, mereka nggak pacaran."

Devan mengangguk-angguk. "Ngomong-ngomong, Ra ... ada sesuatu yang mau gue sampaikan ke lo." Lelaki itu menangkupkan kedua jemarinya, dengan tangan bertumpu di atas kedua lutut.

"Ngomong apa?" Aku mengerutkan kening, penasaran.

"Ehm ... " Devan membasahi bibirnya, "gue tahu timing-nya nggak pas. Tapi, gue nggak pengin lo salah paham."

Aku masih diam menunggu Devan kembali membuka suara.

"Gosip kayak ini emang nggak bisa dibenarkan. Gue sama lo, sama-sama nggak suka beginian," imbuh Devan, "Tapi, gue mau kasih tahu, kalau gue beneran suka sama lo. Cemen banget ya, gue nyatain perasaan karena ke-trigger gosip. Gue takut, kalau gue nggak ngomong sekarang, lo anggap gue cuma temen dan nanti waktu gue nembak lo, gue dikira bercandaan."

Mulutku menganga, terlalu kaget mendengar pengakuan Devan. Gila, jantungku! Bukan karena aku suka sama dia, tapi ... Ya Tuhan! Siapa yang menyangka Devan menyukaiku? Too much for today. Setelah pengakuan Krystal yang terang-terangan mau berperang padaku, sekarang aku diajak pacaran sama sutradara yang aku hormati.

"G-gue ... " Aku tergagap.

Devan terus menatapku dengan penuh harap. Ugh! I hate those sparkle eyes!

"Sorry .... " Akhirnya meluncur juga kata-kata itu dari mulutku. "Gue punya pacar, Dev."

"Oh? Kava?"

Aku menggeleng sambil tersenyum. "Bukan, gue kan udah pernah bilang gue sama Kava cuma gimmick."

"Harusnya gue nggak patah hati sih. Nggak mungkin seorang Sahira single. Pasti banyak cowok yang naksir lo."

Aku terkekeh. "Nggak juga. Kava juga nggak pernah naksir gue. Padahal gue pengin ditaksir dia."

"Oke, deh. Makasih, Ra ... jangan menghindar dari gue, ya? Anggap aja ini gue lagi mabok aja."

Aku tertawa keras kali ini. "Siap, Pak Bos!"

Aku mengerjap kaget ketika handuk basah mendarat di atas kepalaku. Aku melirik ke arah Naren kesal. Dia menatapku heran—dengan kaus oblong dan celana pendek melekat di tubuhnya—lalu duduk di tepi tempat tidur.

"Dipanggil dari tadi nggak nyahutin," gerutunya. "Untung masih sayang, jadi yang dilempar handuk. Coba nggak, bisa-bisa yang kulempar utang-utangku."

Aku mencebik malas. Bergeser untuk memberinya ruang. Naren duduk di sampingku sambil bersandar pada head board tempat tidur.

"Kamu tahu kalau yang nyebar gosipku sama Devan itu Krystal?"

"Krystal?" Satu alisnya terangkat.

"Dia kayaknya nggak main-main deh, buat ngajakin aku perang."

"Kalau dia main-main malah aneh. Nggak usah diladenin." Naren mengambil ponsel dan membuka game yang sering dia mainkan akhir-akhir ini.

"Kok kamu nggak khawatir sama sekali, sih?"

"Nggak usah diladenin. Inget, kamu klien spesial kan di PR Entertainment? We will do anything for you, Ra. Don't worry."

Lagi-lagi aku mencebik. Sumpah, dia kenapa kelihatan  nggak peduli, sih? "Ren, mungkin sekarang cuma gosip nggak bermutu begini ... tapi besok, siapa tahu dia rilis berita yang benar-benar rusak kita?" Aku yakin seratus persen, rencana pembalasan Krystal pasti berhubungan dengan media. Itu senjata utamanya.

"Terus, kamu maunya kita ngapain?" Naren menatapku sambil mengusap bahuku, ia meletakkan ponselnya di pangkuan. "Kamu mau aku bungkam semua media biar nggak memihak Krystal? Atau kamu mau aku ditch Krystal dari dunia hiburan, biar berhenti gangguin kamu?"

Aku menghela napas, benar juga apa yang diomongin Naren. Kita mau ngapain kalau Krystal belum berulah?

"Kamu stres deh kayaknya, gimana kalau kita liburan aja?" Naren menyengir lebar.

"Ren ... please, gimana bisa kamu mikirin liburan?"

"Karena aku udah suntuk mikirin kerjaan. Coba deh, nanti aku tanya Benita enaknya ngapain. Dia pasti punya rencana jahat buat Krystal. Siapa tahu aku cocok sama rencana dia."

Oke, kayaknya memang Naren nggak mau berlama-lama bahas masalah ini. Toh, kita juga belum tahu langkah Krystal selanjutnya apa. Kalau di film-film, bisa sih bocah itu diculik atau dikirim ke Kutub aja. Tapi, aku nggak sekejam itu.

TBC
***

Hayo? Gimana tuh? Devan ternyata suka Sahira?

Krystal semakin bici dan nyebelin🤣

Dan apa lagi yang bakal dilakuin Sahira buat balas si ular muka dua itu?

Penasaran kan?

Yang ketinggalan PO Blooming Once Again bisa langsung pesen ke Grassmedia yaaa mumpung bentar lagi 3.3 nih😍

Kalian juga masih bisa pilih paket Naren yang ada bonusnya buanyakkk💗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro