Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

38

by svrinai

part of zhkansas

...

Asap rokok di mana-mana. Suara berisik dari musik yang dimainkan DJ. Dua orang sedang berciuman. Seorang laki-laki memeluk pinggang seorang perempuan sambil bicara di dekat telinganya. Dance floor penuh oleh orang-orang yang menari. Para perempuan berpakaian mini menghentakkan tubuh sesuai irama musik. Laki-laki terkadang mengambil kesempatan untuk merapatkan tubuh pada mereka dan bahkan ada yang mengajak bicara.

Aneta langsung ingin pulang padahal belum satu menit dia berada di tempat itu. Perutnya mulas karena melihat keramaian. Jantungnya berdetak keras seiring hentakan musik, membuatnya lemas untuk beberapa saat.

Ketika masih di mobil tadi, Sheila menyuruhnya untuk bersikap biasa saja. Dia tak boleh menunjukkan bahwa dirinya baru pertama kali ke klub malam karena akan berbahaya jika ada laki-laki bajingan yang menyadari itu dan berusaha mendekatinya. Meskipun begitu, Sheila dan yang lain terus berada di sampingnya. Mereka berbicara pada Aneta dengan santai dan menikmati suasana yang sudah tak asing bagi mereka.

"Hei! Itu anak-anak lain!" seru Sheila, memandang Aiken dan yang lain. Dia lalu berjalan ke arah mereka. Aneta berjalan di belakang Sheila sementara Glara dan Hena berjalan di belakang Aneta untuk melindungi temannya yang masih polos akan dunia malam itu.

Aneta merasakan gerah. Dia jadi tahu kenapa klub malam identik dengan pakaian seksi. Ada banyak orang berkumpul dalam ruangan tertutup. Meski ingin cepat-cepat pergi dari tempat ini, tetapi Aneta juga mencoba untuk mengamati sekelilingnya. Pemandangan ini menjadi hal baru baginya.

"ANET!"

Aneta terkejut karena Sheila berteriak di telinganya. Dia menatap cewek itu dengan heran, lalu fokusnya teralihkan pada cowok yang sedang duduk tak jauh dari Sheila. Mata mereka bertemu. Aneta terkejut dan segera memalingkan wajah dari Elon.

"Ngapain lo di sini?" tanya Elon sambil berteriak saat dia turun dari kursinya. Dia mendekati Aneta yang sedang sendiri. Glara dan Hena tiba-tiba menghilang. Sheila pergi ke lantai dansa bersama Aiken, meninggalkan Aneta berdua dengan Elon.

"Gue...." Musik yang kencang membuat suara Aneta yang kecil tak terdengar sama sekali. Cewek itu mendekat pada Elon dan berbicara dengan suara keras. "Gue ikut Sheila!"

Elon menarik tangan Aneta dan membuat cewek itu terkejut. "Ayo pulang!"

"Apa?" tanya Aneta karena baru saja dia tak mendengar suara Elon. Elon berbicara sambil memunggunginya dan tak bisa menebak apa yang Elon katakan lewat gerak bibir.

"Gue anter pulang," kata Elon saat berbicara sambil menunduk. Dia mendekatkan bibirnya di telinga Aneta.

Aneta tak bisa membalas perkataan Elon. Dia ingin berkata bahwa dia bahkan baru tiba, tetapi malah ingin diantar pulang. Namun, Aneta tak bisa mengatakan apa-apa karena benaknya berpikir ke sana kemari tentang alasan Elon mengatakan hal demikian. Untuk apa cowok itu bersikeras menyuruhnya pulang? Siapa dirinya bagi Elon?

Ada perasaan senang di diri Aneta saat Elon berusaha melindunginya dari tabrakan sengaja-tidak disengaja oleh beberapa laki-laki ketika mereka melewati orang-orang itu.

Elon terpaksa merangkul bahu Aneta agar tak ada yang berani mengganggu cewek itu. Dia terkejut dengan kehadiran Aneta di tempat ini. Selama ini, beberapa orang beranggapan bahwa cepat atau lambat Aneta akan mengikuti jejak gaya hidup ketiga temannya yang bebas.

Elon tak mau perkataan orang-orang itu menjadi kenyataan.

Dari apa yang Elon perhatikan selama ini, Aneta tak pernah memakai pakaian yang ketat. Bahkan saat memakai seragam sekolah pun, Aneta tidak mengecilkan seragamnya seperti apa yang ketiga temannya lakukan. Elon menduga bahwa pakaian yang Aneta gunakan sekarang bukanlah milik cewek itu melainkan salah satu dari ketiga temannya.

Dia tahu lingkungan bisa membentuk kepribadian seseorang. Dia sudah mengalami itu. Namun, keinginannya untuk menjauhkan Aneta dari Sheila dan yang lain tak bisa dia paksakan. Dia tak punya hak dalam mengatur pertemanan Aneta.

Apa yang bisa Elon lakukan saat ini adalah membawa Aneta menjauh dari tempat yang berbahaya untuk Aneta. Dia berhasil membawa Aneta ke parkiran dan masih menggenggam tangan Aneta dengan erat. Ditatapnya Aneta yang diam sejak tadi. Cewek itu menatapnya tanpa kata, lalu berpaling ke arah lain.

"Ah, lo belum setuju gue bawa pergi...," kata Elon, berbisik. "Lo nggak ke sini karena keinginan lo sendiri, kan? Pasti karena paksaan temen-temen lo itu."

"Gue ke sini atas keinginan sendiri, kok," balas Aneta cepat sambil memandang Elon.

"Tapi pasti lo dihasut, kan?"

Aneta mengatupkan bibirnya.

"Ck." Elon mengusap rambutnya. Dia telah banyak melemparkan tuduhan kepada teman-teman Aneta. Apa pun alasan Aneta ke sini, yang jelas Elon ingin segera mengantar Aneta pulang.

"Mau pulang, kan?" tanya Elon. Dia berharap Aneta mengiakan.

"Sepertinya iya," balas Aneta. "Tadi gue ke sini karena penasaran aja. Ternyata setelah masuk, itu bukan gue banget. Ini pertama dan jadi pengalaman terakhir."

"Baguslah."

"Lo sendiri ngapain ke sini?" tanya Aneta.

"Nemenin Aiken dan Kara. Selalunya nemenin."

"Udah sering, ya...," balas Aneta, merasa sedikit kecewa.

"Gue nggak pernah minum." Elon menambahi. "Nggak ngerokok juga, kok."

Kok....? Aneta pikir Elon seolah-olah sedang membela diri.

"Dan gue masih perjaka."

Aneta melotot kaget. Kenapa malah blak-blakan, sih? Ditatapnya tampang Elon yang santai setelah mengatakan hal yang terlalu tabu bagi Aneta.

"Kalau cowok main di sana nggak akan seberbahaya cewek yang baru pertama kali di sana," kata Elon lagi.

"Gue kan udah bilang nggak akan datang lagi. Ini jadi pengalaman pertama dan terakhir gue ke klub malam." Aneta melirik cowok itu. "Lagian mau itu laki-laki atau perempuan, nggak ada yang tahu bahaya yang bakalan datang ke siapa aja."

"Maksud lo?"

"Mana tahu ada yang iseng naroh narkoba di minuman lo."

Elon tersenyum smirk. Dia tak menduga Aneta memiliki pemikiran itu. Dia mengangkat sebuah helm.

"Ini helm Kara." Lalu dia memakai helm itu dan memberikan helm lain pada Aneta. "Lo pake punya gue."

"Terus temen lo?" tanya Aneta sambil menutup mata. Rambutnya hampir masuk ke matanya saat Elon memakaikan helm.

"Dia bisa pulang sendiri." Elon bersiap-siap dengan motornya. "Ayo, naik. Ke rumah lo, kan?"

"Ah, rumah Sheila...," balas Aneta ragu. "Hm..., di sana ada Mbaknya doang, sih, tapi di sana aja. Soalnya nggak mungkin gue pulang ke rumah jam segini. Gue juga udah bilang nginep di rumah Sheila."

Elon mengangguk dan bertanya kepda Aneta alamat rumah Sheila yang ternyata cukup jauh. Mereka mulai berangkat dan Aneta tak bisa menikmati pemandangan yang dia lewati karena Elon memakai kaca helm gelap lagi. Dia menaikkan visor dan melihat sekitar. Perasaannya, suhu malam ini terlalu panas. Menandakan hujan deras akan datang.

Baru beberapa detik berpikir demikian, hujan deras mengguyur ibu kota. Jalanan langsung basah. Walau tak semengerikan malam itu, tetapi tetap saja hujan ini terlalu deras. Aneta langsung menutup kaca helm dan tak sadar mencengkeram jaket Elon.

Elon menambah kecepatan motornya dan menerobos hujan. Dia mengarahkan motornya ke kompleks perumahan kontrakannya berada. Dia langsung mengambil keputusan untuk membawa Aneta ke kontrakannya karena tak ingin Aneta sakit lagi. Berteduh disaat tak tahu kapan hujan berhenti hanya akan membuat air hujan berlama-lama di kulit Aneta dan bisa saja akan membuat Aneta demam lagi esok harinya.

Aneta juga tak banyak protes. Dia tahu kontrakan Elon lebih dekat sehingga bisa mengerti dengan keputusan Elon. Ketika Elon menghentikan motornya di depan pagar rumah, Aneta segera turun dan membuka pagar. Dengan cepat cewek itu berlari ke teras rumah sambil menggigil memeluk diri sendiri.

"Di sini aja dulu nggak apa-apa, kan? Lo harus cepet-cepet mandi dan pakai baju gue dulu aja. Takutnya nanti lo sakit lagi." Elon mengeluarkan kunci rumah dan segera membuka pintu. "Masuk aja."

Aneta segera masuk, lalu melihat lantai yang basah. "Maaf, nanti gue keringin."

Elon mengangguk. "Nunggu temen-temen lo pulang aja nggak apa-apa, kan? Lo bisa tidur di kamar gue. Kunci pintu aja kalau lo khawatir. Nanti gue kasih tahu Aiken kalau lo ada di sini dan nyuruh dia buat kasih tahu temen-temen lo buat jemput ke sini."

Aneta tak bisa berkata-kata. Dia merasa gugup karena hanya berdua dengan Elon.

Elon segera memasuki kamarnya. Dia membuka lemari untuk mengambil pakaian untuknya dan untuk Aneta. Pakaian untuk Aneta dia taruh di tempat tidur, lalu dia keluar kamar untuk menghampiri Aneta yang masih berdiri diam.

"Di dalam sana ada kamar mandi, kok. Pakai aja sampo dan sabun di sana. Di kasur udah gue siapin kaos dan training. Lo harus langsung mandi. Jangan nunda-nunda," kata Elon. "Habis itu lo tidur aja kalau mau tidur. Nanti gue bangunin kalau temen-temen lo udah pulang dan jemput lo di sini."

Aneta mengangguk. Dia menerima begitu saja setiap perkataan Elon karena merasa harus melakukan itu. "Gue masuk, ya?" tanya Aneta, melangkah sedikit ragu.

"Iya, jangan lupa kunci pintu dari dalam." Elon hanya khawatir jika tiba-tiba saja Aiken atau Kara datang dan membuka pintu sembarang.

Perkataan Elon membuat Aneta tersenyum kikuk. Cewek itu segera memasuki kamar Elon dan menutup pintu. Tak lupa menguncinya seperti apa yang Elon katakan. Dia lanjut mandi dan mengganti baju. Terpaksa dia memakai dalaman yang sebelumnya, tetapi mengeringkannya terlebih dahulu dengan sebuah pengering rambut yang menggantung tak jauh dari wastafel walau hasilnya tak sekering yang dia harapkan.

Setelah selesai mandi dan mengganti pakaian, perasaan Aneta menjadi lebih baik. Dia juga keramas dengan shampoo Elon yang berbau stroberi. Aneta pikir cowok itu terlalu asal membeli sampo karena sampo di dalam kamar mandi itu adalah sampo khusus anak-anak.

Tak ada yang bisa Aneta lakukan selain duduk bersila di atas tempat tidur Elon. Dia merenung, lalu menghela napas panjang. Dia mencoba mengirim pesan kepada Sheila dan yang lain, tetapi mereka tentu saja tak membalas pesannya karena sedang bersenang-senang.

Aneta berbaring dan menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Dia tak bisa tidur. Dipandanginya jendela kaca yang gordennya sedikit terbuka. Titik hujan terus membasahi kaca jendela. Tak mungkin Sheila pulang cepat. Paling tidak, tiga atau empat jam lagi mereka baru pulang. Apalagi besok adalah hari libur sekolah sehingga membuat mereka akan lebih lama dari hari biasanya.

Ruangan itu remang-remang karena Aneta sengaja mematikan lampu kamar dan hanya menghidupkan satu lampu tidur di nakas seberang. Seolah ada yang melihat dari sudut ruangan, Aneta membuka selimutnya dan segera keluar dari kamar itu dengan buru-buru. Dia melihat Elon sedang berbaring di atas sofa. Cowok itu menoleh padanya dan langsung duduk.

"Belum ada yang balas," kata Elon. "Lo butuh sesuatu?"

Aneta menggeleng dan duduk di sofa yang berseberangan dengan Elon. "Rumah ini ... ah enggak," ujarnya ragu-ragu.

"Kenapa?" tanya Elon bingung.

Aneta menggeleng kencang. Dia yakin ini hanya perasaan tak nyamannya saja karena memang tak terbiasa tidur di rumah orang lain. Hanya ada satu lampu kecil yang menyala di ruangan ini sehingga ruangan tidak terlalu terang. Meski begitu, Aneta masih bisa melihat wajah Elon dengan jelas.

Elon menatap Aneta yang sedang memeluk bantal sofa. Tatapan cewek itu fokus pada kuku tangannya. "Aneta."

Aneta terkejut dan menatap Elon. "Ya...?"

"Lo nggak bisa tidur?"

Aneta menggeleng. "Mungkin."

"Gue boleh ngomong sesuatu?"

Aneta meneguk ludah. Ditatapnya wajah serius Elon. "Tentang ... apa?"

"Kita," kata Elon, lalu memalingkan pandangannya dari ekspresi terkejut Aneta. Hanya dengan kata itu mampu membuat Aneta terkejut, bagaimana jika dia mengatakan bahwa yang ingin dia bahas adalah tentang apa yang terjadi saat kelas sepuluh?

"Apa lo mau denger?" tanya Elon dengan suara pelan.

"Banget," balas Aneta tanpa ragu. Dia penasaran hal serius apa yang ingin Elon sampaikan walau dia merasa gugup.

"Saat kelas sepuluh...," Elon meneguk ludah, "alasan gue yang tiba-tiba jauhin lo."

Aneta menunduk dalam-dalam. "Oh, itu. Gue senang kalau lo bahas ini. Ngomong aja. Gue akan dengerin."

Sejujurnya, Elon ragu mengatakan semuanya disaat sekarang. Namun, sejak tadi dia merenung dan benaknya terus-terusan menyuruhnya untuk jujur pada Aneta tentang alasan mengapa dia menjauhi Aneta dulu. Karena terus-terusan didorong oleh bisikan di benaknya, akhirnya Elon dengan berani membuka percakapan yang bisa saja membuka luka lama Aneta.

Elon pikir lebih baik mengatakan alasannya daripada tidak sama sekali.

"Gue ngejauhin lo waktu itu karena ada sebuah masalah yang buat gue mutusin buat jauhin lo. Gue gamau buat lo jadi jadi berurusan dengan hal yang nggak mengenakkan." Elon tak bisa mengatakan dengan jelas bahwa masalah yang dia maksud adalah tentang papanya yang akan mengganggu Aneta. Elon tak ingin Aneta tahu tentang hal itu. "Selain itu, dengan ngejauhin lo gue pikir lo nggak akan jadi incaran Geng Rahasia. Lo nggak akan jadi target permainan Game Over dan nggak akan diganggu sama cowok-cowok nggak jelas."

"Geng rahasia...." Aneta menatap Elon. "Lo salah satu bagian dari mereka?"

"Sayangnya iya," balas Elon. "Gue minta ke pemimpin buat nggak gangguin lo dan rela lakuin apa pun yang dia minta. Akhirnya dia setuju, tapi syaratnya gue harus jadi pemain Game Over dan main dengan serius. Walaupun gue disuruh buat serius, tapi gue kerjasama dengan target waktu itu. Gue dan Kak Sheera cuma pacaran pura-pura. Akhirnya kami putus sesuai kesepakatan."

Aneta tak mengrti mengapa Elon harus melakukan semua ini untuknya. Dia merasa sedikit kecewa. Elon bisa bekerjasama dengan cewek asing bernama Kak Sheera itu, tetapi pada dirinya yang sudah saling kenal tak diajak kerjasama untuk sama-sama mencari jalan keluar dari masalah yang Elon khawatirkan.

Elon justru membuatnya patah hati. Menangis seperti orang gila. Namun, tentu saja dia tak akan mengatakan seberapa hebatnya dia menangis karena cowok itu. Dia akan merahasiakan kejadian memalukan itu dari siapa pun kecuali Mama dan Vina yang terlanjur melihat.

Bagaimana pun, semenjak dekat lagi dengan Elon belakangan ini, Aneta merasa jadi lebih baik. Walau dia merasa sedikit kecewa karena Elon tidak bergantung padanya, tetapi Aneta berpikir bahwa Elon waktu itu mungkin saja sudah melakukan yang terbaik versinya karena Elon yang paling tahu tentang masalah yang dia khawatirkan.

"Gue nggak begitu kaget tentang lo yang jadi salah satu anggota geng rahasia," kata Aneta, tak berani menatap Elon. "Waktu itu juga banyak yang duga lo pemain Game Over."

"Maaf."

Aneta tersenyum menatap Elon. "Nggak apa-apa. Semuanya kan sudah berlalu. Lagian, lo yang paling tahu apa yang terjadi, kan?"

Elon menghela napas panjang, lalu dia berdiri dari sofa yang dia duduki dan menghampiri Aneta di sofa seberang. Aneta langsung kaku ketika cowok itu berada tepat di sampingnya.

"Anet."

"Hm?"

"Gue mau ngomong sesuatu lagi."

"Apa?" tanya Aneta dengan gugup. Tak berani menoleh pada Elon.

"Gue tahu ini tiba-tiba, tapi gue nggak bisa nunda lagi."

Aneta bisa merasakan Elon memandangnya lekat-lekat dari sampingnya. Jantungnya berdegup kencang sampai tak sadar dia meremas ujung bantal sofa.

"Apa lo mau jadi cewek gue?"

Ini benar terlalu tiba-tiba. Aneta menoleh dengan perasaan campur aduk. Wajah Elon terlalu dekat, tetapi Aneta tak menjauh. Cowok itu sedang menumpu pipinya dengan siku yang dia sandarkan di bagian atas sandaran sofa.

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Aneta.

"Gue udah bilang, gue nggak bisa nunda lagi."

Aneta menunduk dalam-dalam. "Kenapa lo suka sama gue?"

Elon terdiam sesaat. "Entahlah, tapi gue udah suka sama lo dari kelas sepuluh."

Aneta langsung memalingkan wajah ke arah lain. "Oh...."

"Tapi saat itu gue masih terlalu kekanakan. Nggak mikir soal pacar-pacaran. Jadi, sebelum gue keduluan cowok lain lagi, apa lo mau gue jadi cowok lo?"

Aneta menggigit bibirnya. Dia benar-benar gugup. Apalagi hanya ada mereka berdua di sini. Entah bagaimana suasana akan segera mencair.

Aneta ingin segera mengiakan, tetapi dia bingung. Dia menyukai Elon. Sangat. Hanya saja ada perasaan takut. Dia ingin mengatakan bahwa perasaannya pada Elon sama, yaitu menyukai Elon sejak kelas sepuluh. Perasaannya tak pernah berubah hingga detik ini.

Aneta hanya tak siap dengan semua hal. Dia tak mau ada patah hati untuk yang kedua kalinya.

"Lo nggak perlu ngerasa terbebani kalau memang nggak punya perasaan yang sama kayak gue."

"Bu—bukan gitu!" Aneta menoleh dengan cepat dan melihat ekspresi murung Elon. "Apa lo bisa gue beri waktu?"

Elon terdiam. Dia senang masih ada kemungkinan Aneta menerimanya, tetapi apa yang membuat Aneta ragu sekarang? Apakah jawaban Aneta lebih merujuk pada penolakan atau sebaliknya?

"Gue akan siap kapan pun jawaban lo," balas Elon. "Sampai saat itu tiba, jangan jauh-jauh dari gue, ya?"

Aneta mengangguk singkat, lalu hening. Keduanya tak tahu harus mengatakan apa lagi.

Bukannya mereda, hujan di luar sana semakin deras. Cahaya putih yang terlihat jelas di ruangan dengan lampu yang tak begitu terang membuat Aneta terkejut dan tak sadar mendekat pada Elon. Aneta lebih terkejut lagi menyadari bahwa dia malah merapat ke tubuh cowok itu. Dia segera menjauh dan meminta maaf dengan suara kecil.

Elon segera menutup kedua telinga Aneta dengan tangannya. Suara petir akhirnya datang. Bahkan Aneta masih bisa mendengar suara petir yang begitu keras. Berkat Elon, Aneta tak sampai terkejut. Berbeda dengan Elon yang terkejut sampai bahunya terangkat

Keduanya saling pandang dalam diam. Aneta merasakan perasan aneh. Begitu juga dengan Elon saat dia menatap wajah Aneta lekat-lekat. Tangannya yang masih berada di kedua telinga Aneta perlahan turun dan menangkup kedua pipi Aneta dengan lembut.

Jantung keduanya berdegup kencang saat mereka larut pada suasana. Elon tak bisa menahan diri untuk tidak mendekat dan segera menyentuhkan bibirnya di bibir Aneta dengan kaku.

Aneta tak menolak. Dia tak menghindar sama sekali. Bahkan tangannya naik untuk mencengkeram kaos Elon dan menarik cowok itu mendekat. Dia memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan yang Elon berikan.

Ciuman kaku dari Elon berubah jadi lembut dan membuat keduanya tak bisa memikirkan apa-apa lagi selain ingin merasakan lebih dari ini.

***

.

🌺

Extended Part 38 sudah dan hanya tersedia di https://karyakarsa.com/zhkansas

CATATAN

mungkin aja suatu saat part di kk ini akan dihapus. Tadinya nggak pengin ada part aneh aneh, tapi ngerasa harus ada part itu buat jelasin apa yang aneta rasain dan momen itu berhubungan sama pilihan aneta nanti di ending.

kalaupun aku hapus, akan aku taruh pengumuman di deskripsi kknya untuk waktu hapusnya kapan. kalau enggak ya ada terus

Cara baca:

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro