Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

37

by svrinai

part of zhkansas

...

Aneta tak menyangka bisa jatuh sakit karena kehujanan semalam. Padahal pagi tadi Aneta pikir tubuhnya hanya mengeluarkan suhu yang sedikit lebih tinggi dari biasanya dan akan kembali normal. Dia tak menyangka akan menjadi separah ini. Hangat di tubuhnya terasa tidak nyaman seolah sampai ke otaknya. Cewek itu akhirnya mengikuti pelajaran dengan lemas. Dia berusaha terlihat kuat sampai guru bahkan tak menyadari Aneta yang sedang sakit.

Sampai akhirnya istirahat berlangsung. Aneta ingin segera ke UKS untuk mengambil obat, tetapi tubuhnya terasa berat. Sekeliling terlihat berputar di penglihatannya dan membuatnya jadi mual.

Sheila sejak tadi curiga dengan sikap tak biasa Aneta, tetapi Aneta terlalu pintar menyembunyikan rasa sakitnya. Sifat pendiam temannya itu lah yang membuat Sheila tak bisa membedakan situasi Aneta. Sheila memegang tangan Aneta—berniat untuk menggoyangkannya—dan akhirnya terkejut karena suhu tangan Aneta yang hangat.

"Gilaaa! Lo demam kenapa nggak ngomong, sih!" seru Sheila sambil berdiri. "Ayo ke UKS."

"Gue nggak sanggup. Bentar. Gue pusing banget," gumam Aneta. "Jangan dorong-dorong...."

"Haaa!" Sheila duduk di tempatnya dan segera mengirimkan pesan kepada Aiken.

Ai🤍

aiii

kenapa sayaaang?

kasih tahu temen kamu yang namanya elon itu kalau aneta lagi sakit sekarang dan nggak sanggup berdiri

sepertinya aneta butuh digendong ke uks dulu. aku sekalian mau ambil surat izin buat aneta

*** 

"Hei, si Elsa lagi sakit. Katanya dia mau digendong ke UKS sama lo."

"Uhhuk!" Elon terbatuk. Semburan minumannya mengenai wajah Kara yang memasang tampang pasrah. Elon menatap Aiken heran. Perkataan temannya itu pasti adalah sebuah kesalahan.

Tentu saja Aiken membelokkan fakta yang ada. Aiken diam-diam tertawa dalam hati. Setelah melihat temannya ini bersama Aneta semalam, dia tiba-tiba ingin menjadi mak comblang. Selain itu, Aiken juga menyadari ada ketertarikan di mata Elon setiap kali melihat ke arah Aneta.

"Iya, gue serius. Ayang gue sendiri yang bilang kalau Elsa lagi sakit sekarang!" seru Aiken dengan semangat. "Pergi lo cepetan sebelum dia digendong cowok di kelasnya."

Elon tersentak. Dia buru-buru bangkit dari kursi kantin dan meninggalkan makanannya yang baru dia ambil sesuap. Kalimat terakhir Aiken memicunya untuk berlari kencang. Hingga akhirnya dia tiba di kelas Aneta lebih cepat. Cewek itu sedang menaruh kepala di atas lipatan tangan, membuat Elon jadi merasa besalah karena hujan semalam.

"Halo." Sheila melambaikan tangan di samping Aneta.

Elon berhenti di samping Aneta dan menaikkan rambut Aneta yang menyelimuti dahinya, lalu merasakan suhu Aneta di atas normal.

"Tolong bawa Aneta ke UKS. Dia katanya mau minum obat dulu di UKS." Sheila menggoyangkan lengan Aneta, tetapi Aneta hanya bergumam tak jelas. "Tuh, dia udah nggak sanggup ngomong. Lo bawa ke UKS. Gue mau langsung ambil surat izin," lanjut Sheila sambil keluar dari kelas lebih dulu.

"Oke," balas Elon pelan. Dia lalu berjongkok di pinggir meja untuk berusaha melihat wajah Aneta. "Gue izin gendong lo, ya...?"

"Gue bisa jalan sendiri," bisik Aneta saat dia mengangkat wajahnya.

Elon kemudian berdiri. Dipegangnya tangan Aneta dengan lembut, lalu menuntun Aneta yang berusaha keluar dari perantara meja dan kursi. "Bisa...?" bisiknya.

"Iya," balas Aneta, lemah. Dia masih berusaha untuk tidak merepotkan Elon meski sekelilingnya terasa berputar-putar. Di langkah keduanya dia hampir terjatuh andaikan Elon tidak segera menahannya. "Ma—maaf..."

"Gue gendong, ya?" tanya Elon, bersiap-siap untuk menggendong Aneta. Namun, Aneta tak juga menjawab pertanyaannya. "Gue gendong, nih?"

Aneta tak berani mengangguk. Dia terlalu malu. Hingga akhirnya Elon mengangkat tubuhnya tanpa menunggu persetujuannya. Sepanjang perjalanan Aneta menutupi wajahnya sambil menghadap Elon. Gerakan langkah Elon membuat kepala Aneta semakin terasa berputar. Aneta refleks memeluk leher Elon agar bisa menyandarkan kepalanya lebih nyaman di tubuh cowok yang menggendongnya itu.

Elon sempat terkejut karena pelukan Aneta. Elon merasa sedikit tidak nyaman karena hangat dari kulit tangan Aneta yang menyentuh lehernya. Dia harap jantungnya yang berdegup kencang untuk beberapa saat itu tak dirasakan oleh Aneta. Elon semakin mempercepat langkahnya hingga akhirnya dia tiba di UKS.

Pintu UKS tidak tertutup rapat dan membuatnya bisa memasuki ruangan itu tanpa susah payah. Tak terlihat anggota PMR atau pun perawat sekolah. Tak ada juga siswa-siswi lainnya. Semua tirai pembatas tempat tidur masih terbuka lebar. Elon membawa Aneta ke tempat paling ujung. Pelukan Aneta di lehernya terlalu erat sampai Elon sulit untuk menurunkan cewek itu ke atas kasur.

Elon akhirnya duduk di tepi tempat tidur dan dia memangku Aneta. Dia membiarkan Aneta memeluknya dengan erat dan membiarkan mereka berada dalam pososi yang bisa membuat siapa saja yang melihat akan salah paham.

Aneta meracau tak jelas dan semakin mengeratkan pelukannya di leher Elon. Posisi itu terlalu intim dan membuat Elon berusaha untuk menguatkan diri.

"Kalau lo kayak gini, gue mana bisa ambil obat dan minum buat lo," kata Elon pelan. Dia memalingkan wajah sambil menghela napas pelan. "Ya udah. Tunggu temen lo sampai sini."

Tak ada gerakan dari Aneta lagi, tetapi napasnya yang beraturan itu menyentuh tepat di leher Elon. Elon berusaha menjaga kewarasannya. Dia menggerakkan tangannya dan dia lingkarkan di pinggang Aneta. Ada perasaan ingin memiliki sepenuhnya setelah merengkuh Aneta cukup lama. Dia sulit menarik kembali tangannya yang merengkuh cewek itu.

"Kenapa lo jadi kecil kayak gini?" bisiknya setelah merasakan perbedaan tubuh mereka. Wajar saja karena dirinya adalah laki-laki dan Aneta perempuan.

"Apa tinggi lo berhenti di kelas sepuluh?" Elon bertanya lagi meskipun dia tahu Aneta tak menjawab karena cewek itu terlalu nyaman tidur di pelukannya.

Perhatian Elon tertuju pada pintu kelas yang baru saja dibuka lebar oleh seorang siswi kelas X. Siswi itu masih berada di ambang pintu. Dia menatap Elon dan Aneta dengan terkejut. Elon menaruh telunjuk di depan bibir untuk memberi isyarat kepada siswi itu agar tidak berisik, tetapi siswi itu malah mundur perlahan dan segera berlari dari sana karena malu.

Elon ingin menutup tirai itu dengan kakinya, tetapi tak mungkin bisa. Ditepuknya pelan lengan Aneta tanpa berani menatap wajah tertidur cewek itu. "Mau baring aja?"

Aneta kembali mengatakan sesuatu yang tak jelas.

"Atau gue tidurin?" tanya Elon, lalu cepat-cepat meralat ucapannya yang ambigu. "Maksud gue, gue baringin, ya? Kasur lebih nyaman daripada di sini...."

Tak ada jawaban. Terpaksa Elon berdiri sambil mengangkat cewek itu, lalu dia berbalik ke arah tempat tidur dan menurunkan Aneta di sana. Pelukan Aneta di lehernya akhirnya terlepas. Aneta langsung meringkuk seperti bayi. Elon membuka sepatu dan kaos kaki Aneta bersamaan dengan kedatangan Glara dan Hena.

"Eh, lo masih di sini? Kirain udah pergi. Makanya Sheila nyuruh ke sini," kata Glara.

"Gue nyari perawat dulu," kata Elon, lalu keluar dari ruangan itu.

Glara dan Hena saling pandang, lalu keduanya melirik Aneta yang tertidur. Tak lama kemudian, seorang perawat datang dan mengambilkan obat untuk Aneta sebelum Aneta diantar pulang oleh Sheila, Glara, dan juga Hena.

Elon tak memunculkan diri lagi di dekat Aneta setelah terakhir kali dia mencari perawat.

***

Elon yang memangkunya terasa seperti mimpi. Aneta juga tak sadar memeluk cowok itu karena apa yang dia rasakan hanyalah sebuah kenyamanan ketika bersandar di tubuh Elon. Sudah dua hari berlalu dan Aneta masih saja terbayang-bayang oleh sikap memalukannya. Dia tak berani memandang Elon lebih lama ketika berpapasan dengan cowok itu di sekolah. Dan juga, dia belum berterima kasih karena Elon sudah menggendongnya ke UKS.

"Lo kenapa, sih, dari tadi kayak orang linglung?" tanya Sheila yang sedang memakai make up. Glara dan Hena juga melakukan hal yang sama. Hanya Aneta yang saat ini sedang membaca buku—itu pun tak fokus—sambil berbaring di tempat tidur Sheila yang luas.

Mereka memang menginap di rumah Sheila karena kedua orang tua Sheila sedang keluar negeri, makanya Sheila memohon-mohon kepada Glara, Hena, dan juga Aneta untuk ditemani. Namun, sekarang ketiga cewek itu sedang bersiap-siap untuk pergi ke sebuah klub malam.

"Coba deh sekali-kali ke klub. Biar lo healing dengan cara lain," kata Glara sambil memakai eyeliner.

"Berisik lo Glar ngajakin anak orang sesat," balas Sheila sambil berdiri dari kursi hias. Ditatapnya Aneta sambil berkacak pinggang. "Tapi iya, sih, Net. Lo nggak mau sekali-kali ikut kita? Biar gue yang jagain lo kalau ada yang mau macam-macam."

Hena menyengir. "Bukannya Elon mau ikut?"

Mata Aneta sedikit membelalak.

"Tahu dari mana lo?" tanya Sheila.

"Aiken," balas Hena dengan santainya, membuat Sheila sedikit terkejut dengan informasi itu.

"Sejak kapan kalian dekat?"

"Hah? Ya chat biasa. Gue kan ambil nomornya di lo kemarin. Kenapa? Cemburu sama sahabat sendiri?"

Aneta menggulingkan tubuhnya dan menutup telinga dengan bantal. Elon ... ngapain di klub?

Sheila menarik bantal yang menutupi wajah Aneta. "Nggak penasaran suasana klub malam kayak gimana? Normal, kok. Selama lo nggak nyentuh sembarangan lo aman."

Aneta menghela napas panjang lalu bangkit. "Iya, deh. Kalau kalian maksa."

"Seriuuus?" teriak ketiga temannya tak percaya.

Aneta merasa dirinya sudah gila. Dia merasa telah menjadi cewek yang bodoh. Hanya karena mendengar nama Elon, dia akhirnya punya pikiran untuk ke klub. Bagi Sheila, Glara, dan juga Hana ke klub adalah itu hal yang biasa. Namun, bagi Aneta klub malam adalah tempat asing yang masuk dalam daftar hitam tempat yang tidak akan dia kunjungi.

"Gue bakalan jagain lo. Tenang aja!" seru Sheila sembari menarik tangan Aneta.

"Lo percaya omongan Sheila sama aja lo udah berhasil dibisikin setan," kata Glara, lalu tertawa memandang kaos berwarna navy dan training abu muda yang dipakai temannya itu sejak tiba di rumah Sheila. "Lo nggak mungkin pergi pakai pakaian ini, kan?"

"Iya, tuh. Nggak yakin gue kalau Sheila jagain lo. Palingan habis mabok, langsung ke hotel bareng Aiken," sindir Hena.

Aneta melotot mendengarnya.

"Nggak usah dengerin bacotan mereka. Sini lo gue cariin pakaian yang bagus." Sheila menarik lengan Aneta dan menuntun cewek itu berdiri di depan lemari.

Gue ngapain? Gue mau ke mana? Kenapa gue nggak ngelawan? Kenapa gue ngak narik kata-kata gue dan pulang aja ke rumah buat tidur? Apa karena ada Elon? Ayo tarik kata-kata! Aneta bertengkar dengan pikirannya sendiri, tetapi tetap saja pasrah diutak-atik oleh ketiga cewek itu. Dari memilih baju sampai dengan berdandan, semua dilakukan oleh mereka bertiga. Aneta tak melakukan apa-apa seolah ketiga cewek itu sedang bermain boneka.

Dari beberapa pakaian yang Aneta coba, Sheila dan yang lain memutuskan Aneta memakai celana denim ketat dan crop top berwarna hitam. Untung saja jeans tersebut highweist sehingga pusar Aneta tertutupi dan bagian kulit perutnya bisa tertutupi dengan baik.

Walau sudah 17 tahun, tetapi Aneta tak pernah memakai pakaian yang ketat. Sekarang, bawahan maupun atasannya terlalu ketat. Dia merasa seperti sedang tidak memakai apa-apa.

"Selesai!" seru Sheila setelah memberikan lipstik merah muda di bibir Aneta. "Anj*r cantik banget Anet gue!"

"Foto dulu dong bertiga," kata Hena sambil mengarahkan kamera. Sheila dan Glara langsung mengambil tempat. Aneta dengan cepat menutupi wajahnya.

"Heiii, jangan post di instagram. Kalau kakak gue lihat gimana?" tanya Aneta, masih menutupi wajahnya.

"Foto doaaang kok. Enggak akan gue post." Setelah Hana berkata begitu, Aneta akhirnya menurunkan tangannya dan melihat kamera tanpa tersenyum. "Bakalan gue simpan sebagai kenang-kenangan!" lanjut Hena.

"Let's go!" Sheila menarik Aneta dari kursi. Dia menarik pelan pipi Aneta yang tertutupi oleh bedak tipis. "Senyum dong, sayangku."

Aneta gugup karena ini pertama kali dalam hidupnya untuk pergi ke sebuah tempat asing. Sheila menariknya buru-buru keluar dari kamar setelah semuanya mengambil tas masing-masing. Glara dan Hena sudah berlari duluan.

Ketika Aneta menginjakkan kaki di beranda rumah Sheila, Aneta merasa ragu dan ingin membatalkan rencananya untuk pergi. Namun, dia tak melakukan itu dan membiarkan dirinya pergi bersama yang lain.

"Ah, mau hujan lagi," gumam Aneta melihat ramalan cuaca di ponselnya.

Dia tak menyangka pilihannya malam itu membawanya ke dalam sebuah penyesalan karena melakukan hal kotor bersama seorang cowok.

Dan cowok itu .... adalah Elon.

***

.

.

🌺

catatan:

aku juga nulis cerita lain di akunku yang sirhayani yang judulnya Time Paradox. Jadi, ke depannya aku akan selalu nulis dua cerita sekaligus di akunku yang beda

sampai ketemu part depan!

aku pikir  cerita ini bakalan sampai 40 lebih. ternyata kemungkinan selesai di part 40

aku sempat gak punya ide sama jalan cerita ini. yang tadinya pengin seneng-seneng ala remaja malah beda jauh, tapi yaa gapapa ending cerita ini (yang sudah aku siapkan) tercapai kok

love <3

svrinai

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro