34
by svrinai
part of zhkansas
...
Motor itu baru saja berhenti tepat di depan beranda rumah yang hanya dihuni oleh tiga remaja laki-laki sejak beberapa bulan ini, salah satunya adalah cowok yang saat ini membuka helm full face *GV yang tertulis di sana. Dia turun dari motor tanpa membuka masker slayer berwarna hitam yang masih terpasang di wajahnya dan berjalan sambil menenteng helmnya memasuki rumah.
Dia menaruh helmnya di atas meja, lalu berbaring di sofa panjang tanpa membuka masker. Asap rokok yang memenuhi ruangan berasal dari dua cowok lainnya yang menghuni rumah itu. Sudah pukul 11 malam, tetapi mereka sedang asyik berbicara tentang cewek.
"Oi, Elon! Dari mana aja lo?" tanya Aiken, menatap Elon yang sedang sibuk dengan ponselnya. "Lah, si *nj**g malah asyik main HP."
Kara menyeringai. "Paling dari nganter ceweknya."
"Emang iya?" Aiken menaikkan alis, terkejut. "Jadi lo udah nggak jomlo lagi, Lon?"
"Ah, sialan!" seru Elon, terganggu oleh singkatan namanya sekaligus terganggu karena asap rokok yang menyebalkan. "Siapa sih yang ngasih gue nama?"
"Orang tua lo lah, bego!" seru Kara.
Elon hanya bisa tersenyum masam.
"Gue baru kenalan sama cewek, nih. Lo pasti bakalan kaget dengernya!" seru Aiken dengan semangat.
Elon tak tertarik sama sekali.
"Sheila. Sheila yang itu!" Aiken benar-benar semangat.
"Lo pelet dia, ya?" Kara masih tak percaya temannya itu bisa berkenalan dengan seorang Sheila. Ibaratnya, Sheila adalah ketua geng dari tiga cewek populer lainnya di angkatan kelas XII ini. Cantik, anak orang kaya, dan memiliki bentuk tubuh ideal idaman cewek-cewek lainnya. Seorang yang dengan mudah berganti-ganti cowok di tiap minggunya.
Walau banyak yang tahu Sheila cewek yang tak mungkin akan serius dalam menjalin hubungan, dalam artian cewek itu hanya ingin bersenang-senang, tetapi banyak cowok yang antri. Toh, cowok-cowok yang mengharapkan Sheila juga tak jauh-jauh dari cowok yang hidup bebas.
Elon sedang stalking akun media sosial cewek itu. Bahkan sejak dia baru saja membaringkan tubuhnya di sofa ini, Elon langsung membuka media sosial untuk mencari media sosial Sheila yang ternyata gampang dia temui.
"Sheila nggak heran. Lo boleh heran kalau gue berhasil gaet hati temennya, si ice princess itu. Siapa, sih, namanya? Lupa gue. Anet... ta?" tanya Aiken, mengingat-ingat. "Gue sebut Elsa aja, lah. Berapa banyak cowok yang udah dia tolak? Katanya banyak banget, ya."
"Makanya, nggak usah lirik yang nggak pasti," kata Kara.
"Gue jadi tertantang."
"Mau sampai lo udah kakek-kakek juga lo nggak akan diterima."
"Tahu apa lo tentang si Elsa?"
Elon tersenyum di balik masker yang menutupi wajahnya itu. Selain karena perdebatan di antara dua teman yang sudah dia kenal setahun belakangan ini, juga karena Elon akhirnya menemukan foto yang sejak tadi dia cari-cari. Foto Aneta bersama pemilik akun yang dia stalking juga dua cewek lainnya.
Elon menjalankan tangkapan layar di ponselnya, lalu ke galeri untuk memotong foto itu hingga hanya ada Aneta yang tersenyum kecil di sana.
Terpaksa Elon melakukan ini. Tak ada satu pun foto Aneta di akun media sosial medianya. Aneta hanya mengunggah foto-foto candid atau alam. Hanya seputaran kucing jalanan, kendaraan umum, para pejalan kaki yang wajahnya tak terlihat, dan lainnya. Semua beresolusi tinggi dan berwarna hitam putih seolah Aneta adalah seorang fotografer profesional.
Walau baru setahun lebih mereka tak bertegur sapa, tetapi rasanya sudah bertahun-tahun berlalu dan selama itu juga Elon tak pernah lepas memperhatikan Aneta.
Aneta dikenal sebagai cewek dingin. Entah bagaimana, dia berteman dengan Sheila, seorang cewek yang memiliki sifat bertolak belakang dengan Aneta. Walaupun Sheila memiliki kehidupan yang bebas, tetapi Aneta tak pernah ikut terjun ke dunia temannya itu.
Beberapa cowok mendekati Aneta secara terang-terangan, tetapi Aneta bahkan tak peduli dengan keberadaan mereka. Itulah alasan mengapa selama ini Elon terkesan santai dan dia sendiri juga tahu bahwa Aneta tak mungkin mau berpacaran, sekalipun itu hanya mencoba karena Aneta sendiri yang pernah mengatakannya pada Elon.
Elon ingin mendekati Aneta, tetapi masih ada hal yang membatasinya. Bukan Papa. Papa sudah benar-benar tak peduli tentangnya lagi. Elon pikir, yang membatasinya adalah perasaan bersalah. Seolah jika dia mendekati Aneta lagi, maka dia adalah seorang cowok yang tak tahu diri.
Elon jarang pulang ke rumah. Dia hanya akan pulang untuk memastikan keadaan mamanya apakah baik-baik saja, lalu setelah itu dia akan kembali ke rumah ini. Rumah yang dia sewa bersama Aiken dan Kara yang sudah mereka tempati selama beberapa bulan. Aiken dan Kara tentu saja mendapatkan uang dari orangtua mereka. Mereka dibiarkan hidup bebas oleh masing-masing orangtua yang workaholic. Sementara Elon mendapatkan dari hasil pekerjaan yang Tigris berikan selama ini. Selain itu, dia juga diajarkan oleh Mika untuk bermain saham.
Rangga, Key, Mulyo. Elon tak lagi dekat dengan mereka. Lingkar pertemanannya berubah seratus delapan puluh derajat. Jika dulunya hanya nakal yang wajar untuk remaja-remaja SMA, tetapi sekarang adalah nakalnya remaja-remaja SMA yang kenal dengan dunia malam. Bukan lagi tentang game dan warnet, tetapi minuman keras, rokok, tato, dan one night stand.
Tentu Elon tak menyicipi semuanya. Di antara empat itu, Elon hanya mencoba tato. Itu pun hasil paksaan dari Aiken dan Kara. Sebuah tato tulisan indah dengan nama seorang cewek di pinggang kirinya. Saat itu, Elon membisikkan nama cewek itu kepada seniman tato agar Aiken dan Kara tak mendengarnya. Mereka yang tak tahu tentang nama cewek itu dan bodoh dalam membaca tulisan indah tentu saja tak akan langsung tahu jika tato nama di pinggang Elon adalah cewek yang masih mereka bicarakan saat ini.
Elon juga merasa tak apa menggunakan tato karena bisa dia hapus kapan saja. Hari itu pasti terjadi jika suatu saat nanti perasaannya pada Aneta sudah hilang sepenuhnya.
***
"Let's go!" teriak Sheila setelah Glara—teman terakhir yang dijemputnya—sudah duduk manis di mobil. Mobil B*w putih dengan atap terbuka itu mulai melaju. Glara dan Hena yang ada di bagian belakang sementara di kursi penumpang di samping Sheila selalu dan harus Aneta yang menempatinya. Sheila sendiri yang meminta Aneta duduk di depan sekalipun Aneta ingin di belakang agar tidak terlalu "malu" menjadi pusat perhatian. Bagi Sheila, Glara, dan juga Hena memang tak apa-apa. Namun, Aneta yang kehidupannya mulai agak berbeda sejak mengenal Sheila masih belum terbiasa.
Setahun belakangan ini, Aneta selalu membawa kameranya ke mana-mana. Dia sudah terlalu sering memotret di mobil dan sekarang cewek itu sedang tidak bertenaga untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan. Dibanding tiga temannya yang lain, dia hanya diam dengan mata yang mengantuk.
Aneta terjebak dalam pertemanan yang secara pribadi ingin dia hindari. Sheila yang memiliki kehidupan bebas termasuk gaya pacarannya. Glara yang seorang perokok dan juga pemabuk berat. Hena yang walaupun tidak pernah pacaran, tetapi dia selalu punya cowok yang selalu dia sebut sebagai friend with benefit.
Bagaimana Aneta tidak shock berat dengan kelakuan mereka semua?
Mereka berempat secara alami berteman di kelas XI, lalu di kelas XII sekarang ini Aneta masih sekelas dengan Sheila dan membuatnya jadi sebangku dengan Sheila. Glara dan Hena menyebar di kelas lain, tetapi bukan berarti mereka jadi berjarak. Justru semakin dekat dengan seringnya mereka bertiga hangout. Aneta tak pernah mau ikut jika diajak karena dia tahu hangout versi mereka bertiga ada di mana. Aneta baru setuju untuk ikut bersama Sheila jika Sheila dan yang lain sudah ada duluan di tempat yang aman dan Aneta akan menyusul. Kemudian Aneta juga yang akan pulang paling awal karena Sheila, Glara, dan juga Hena akan melanjutkan acara hangout mereka di tempat hiburan.
Aneta sudah mencoba menjauh dari yang menjauh secara halus sampai terang-terangan. Namun, Sheila selalu saja ada di sekitarnya. Aneta sempat berpikir bahwa Sheila mendekatinya karena hanya ingin memanfaatkan Aneta yang merupakan juara kelas, tetapi di antara mereka tak pernah ada hal yang berkaitan dengan pelajaran maupun nilai. Tak pernah ada belajar bersama, saling menyontek saat ujian, ataupun menyalir PR.
Tentang Dania, Alona, maupun Geisha. Aneta terkadang masih bertegur sapa dengan Dania dan Alona karena sampai sekarang mereka masih tak terpisah. Tidak dengan Geisha karena mereka memiliki hidup yang berbeda.
"Anet! Lo inget nggak temen gue yang waktu itu ketemu di mal? Dia mau kenalan sama lo, loh! Mau kenalan sama dia?" tanya Hena.
Sheila langsung mengernyitkan dahinya. "Maksud lo yang ... itu? Ngapain lo nawarin mantan fwb-an lo ke Anet? Lagian Anet mana mau sama bekas lo. Amit-amit, kan, Net?"
Kedua sudut bibir Aneta tertarik ke atas dengan paksa. Mereka selalu berbicara seperti itu dengan santai.
"Argh, Anet! Sebenarnya tipe cowok lo kayak gimana, sih? Gue penasaran tahu!" seru Hena, frustrasi.
"Idih, Anet yang jalanin hidup kenapa kalian yang repot," kata Glara. "Ngomong-ngomong, gimana dengan Aiken, Shei?"
"Haha, dia lumayan. Sepertinya pemain juga. Jadi, gue nggak perlu capek-capek ngajarin," balas Sheila. "Kayaknya, buat jadian nggak butuh waktu lama."
Tuh, kan. Pembicaraan mereka selalu membuat Aneta tak nyaman. Dunia mereka berbeda seratus delapan puluh derajat.
"Emang dia belum nembak lo?" tanya Glara.
"Belum. Masih tahap pendekatan. Masih pengin gue pantau dulu."
"Oh, iya!" seru Hena. "Aiken itu bukannya punya temen yang itu tuh siapa ya namanya. Gue lupa. Ah, Elon! Gantengan dia daripada Aiken. Kenapa nggak dia aja?"
Glek. Perasaan Aneta jadi tidak nyaman.
"Oh? Dia? Ngapain ngelirik cowok yang nggak tertarik sama gue? Buang-buang waktu."
Aneta menghela napas panjang. Dia bersyukur Sheila bukanlah tipe cewek yang menginginkan semua cowok harus suka padanya.
Ah..., buat apa gue bersyukur.... Aneta membatin sambil melihat pemandangan sekitar.
"Eh, iya juga, sih." Hana membalas perkataan Sheila. Cewek itu menatap rambut lurus Aneta dari belakang. "Aneta! Lo kenapa nggak pacaran aja, sih? Atau lo mau kayak gue?"
Aneta hanya bisa mengeluh dalam hati. Kenapa dia terjebak di antara mereka, sih? "Mau fokus belajar karena udah kelas dua belas. Ngapain pacaran?"
"Kok kita bisa temenan sama anak lurus kayak gini, sih?" tanya Glara, lalu tertawa. Sheila langsung berdeham kencang sebagai bentuk protes karena telah menertawakan Aneta. Glara mendelik, kesal. "Shei, lo udah kayak pasangan lesbi Aneta, tahu?"
Sheila tersenyum senang. "Gue sih mau aja sama Aneta."
"Gue nggak dukung LGBTQ," balas Aneta cepat.
"Lihat, dia bahkan terang-terangan nyuarain pendapat yang sensitif," kata Glara.
"Heiii, nggak apa-apa, kan?" tanya Hena. "Nggak ngedukung bukan berarti benci."
Aneta melihat ke kaca spion mobil. Ada pantulan dari seorang pengendara motor berseragam SMA yang sedang melajukan motornya di belakang mobil Sheila. Dia tertupi helm full face dengan kaca gelap, tetapi Aneta mengenali siapa itu hanya dengan melihat helm, motornya, dan yang terpenting adalah tubuhnya.
Aneta segera menjauhkan pandangannya dari kaca spion mobil.
"Ah, Aiken?!" seru Sheila pada pengendara motor yang menyesuaikan laju motornya dengan mobil yang Sheila kendarai. Begitu pun dengan Sheila.
"Duluan, ya!" seru Aiken, kemudian cowok itu menambah kecepatan motornya. Dua motor lain mengikutinya dari belakang.
"Baru aja mereka diomongin!" seru Sheila.
Meski Aneta sudah berusaha untuk tidak melihat ke depan, tetapi pada akhirnya matanya tetap saja melirik pengendara yang sempat dilihatnya lewat kaca spion mobil.
Elon....
Banyak yang berubah dari cowok itu.
***
Mereka telah tiba di sekolah dan bersiap-siap ke kelas masing-masing. Aneta langsung menjauh dari Sheila karena temannya itu menghampiri Aiken. Meski Sheila menarik tangannya untuk ikut, tetapi Aneta dengan tegas menolak.
Aneta menghentikan langkahnya di depan majalah dinding yang sedang sepi. Dia belum berniat duduk di kelas dan memutuskan untuk membaca sebuah cerita pendek yang diterbitkan di sana.
Saat membaca paragraf kedua cerpen tersebut, pikiran Aneta mulai tak fokus. Dia teringat Elon karena cowok itu muncul beberapa saat lalu walau dia tak bisa melihat wajah Elon karena tertutupi helm.
Pikirannya masih berkelana sampai dia tak menyadari bahwa seseorang yang ada di pikirannya saat ini baru saja berhenti tepat di sampingnya dan ikut melihat isi mading sekolah.
Cowok yang dimulutnya terdapat permen stik itu menoleh pada Aneta yang sedang fokus sampai tak sadar akan kehadirannya. Sampai saat di mana Aneta sadar bahwa dirinya terus dipandangi, Elon langsung memalingkan pandangan untuk kembali melihat isi mading.
Aneta hanya menoleh sesaat dan matanya kembali lurus ke depan dengan jantung yang berdegup kencang karena hanya melihat sekilas pun dia langsung tahu siapa yang berdiri di sampingnya itu dan tak kunjung pergi.
Aneta bisa saja yang memilih pergi lebih dulu, tetapi dia enggan melakukannya.
Mereka berdua seolah-olah tidak pernah kenal sebelumnya. Seolah tangan mereka tak pernah saling menggenggam. Seolah mereka tak pernah punya satu pun kenangan di masa lalu.
Walau begitu, Aneta masih bisa merasakan jantungnya yang berdegup kencang ketika melihat Elon dari jauh. Apalagi dari dekat seperti ini. Mungkin karena semenjak mereka tak lagi dekat, Aneta masih selalu memperhatikan Elon.
Atau mungkin karena ... Elon adalah cinta pertamanya.
"ELON!" seru Kara, membuat Aneta terkejut sampai bahunya terangkat. Kara menghampiri Elon dan langsung merangkul temannya itu dan terkejut melihat Aneta yang ada tepat di samping Elon. "Diem-diem lo mau kenalan sama si Elsa, ya?" bisiknya.
"Haha, ngapain." Elon menyikut perut Kara dan menariknya menjauh dari Aneta. "Ayo, pergi."
Setelah Elon dan temannya menjauh, Aneta hanya bisa tersenyum masam. "Kenalan apanya?" gumam Aneta sambil menoleh. Melihat punggung Elon yang semakin menjauh.
Selama berdampingan tadi, Aneta baru menyadari bahwa selisih tinggi badan mereka terlalu banyak dibanding saat masih kelas X.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro