30
by svrinai
part of zhkansas
...
"Elon...." Aneta terduduk memandang layar ponsel yang gelap dan masih terdengar suara keramaian di seberang sana. "Elon!"
Percuma, batin Aneta, membuatnya segera turun dari tempat tidur itu dan menyambar tasnya. Dia ingat detail lokasi Elon di mana. Dia ingin ke tempat itu tanpa pikir panjang.
"Aneta?"
Aneta berhenti saat mendengar suara Elon dari ponsel. Dia mengangkat ponselnya itu. Panggilan video belum berakhir. Elon sedang menjauhi dari kerumunan orang-orang.
"Lo ... nggak pa-pa, kan?" Suara Aneta bergetar dan sulit mengeluarkan kata-kata lagi.
"Gue nggak apa-apa. Nanti gue hubungin lo, ya?" pinta Elon. "Di sini kacau."
Aneta mengangguk-angguk meski Elon tak melihatnya.
"Kayaknya lo udah bisa nebak apa yang terjadi," kata Elon, lalu menghela napas menatap titik kejadian. "Anet, gue akan hubungi lo lagi. Mungkin kalau gue udah di rumah. Tapi gue cuma bisa chat lo doang, soalnya handphone gue bakalan gue matiin habis ngasih tahu lo. Nggak apa-apa, ya?"
"Iya, nggak apa-apa, kok. Yang penting lo pulang dengan selamat," balas Aneta. Dia tak mungkin bertanya tentang alasan Elon yang jarang menyalakan ponsel di rumahnya. "Hati-hati...," bisik Aneta.
"Iya, nggak usah khawatir pokoknya. Dadah." Lalu Elon mengakhiri panggilan video itu.
Aneta kembali ke kamarnya dengan lunglai. Dia menjatuhkan diri di tempat tidur setelah menaruh asal tasnya di lantai yang memang sejak awal dia seret. Cewek itu membuka berita internet, tetapi kemudian dia urungkan karena tak mungkin berita muncul secepat itu. Dibukanya grup kelas untuk sekadar meluangkan waktu luang atau mencari tahu mungkin saja ada informasi yang disampaikan ketua kelas. Tak ada apa-apa. Hanya percakapan beberapa cewek tentang webtoon tema kerajaan yang mereka baca dan menjadigenre mainstream akhir-akhir ini.
***
Kehebohan berlangsung seperti biasanya ketika bel pulang berbunyi. Bunyi kursi-kursi, teriakan kesenangan para murid, atau salam serentak dari para murid kepada sang guru. Semua sudah tak sabar untuk menjalankan aktivitas di luar jam sekolah.
Termasuk Elon yang sudah menunggu waktu pulang tiba bahkan sejak pagi tadi. Dia tak puas hanya berbincang dengan Aneta di pagi sebelum mata pelajaran dimulai atau juga waktu istirahat yang singkat. Cowok itu tak bisa bebas untuk menghubungi Aneta di rumahnya karena tak berani mencari gara-gara di depan papanya yang otoriter.
Aneta baru saja selesai memasukkan barang-barangnya ke dalam tas sembari mendengarkan perkataan Alona yang sedang berencana untuk jalan-jalan ke sebuah rumah makan yang letaknya tak jauh dari sekolah.
Namun, tiba-tiba saja tangan Aneta digenggam erat oleh Elon sambil melangkah keluar, membuat cewek itu mau tak mau mengikuti langkah Elon menuju luar kelas.
"Gue pinjem Anet, yaaa!" seru Elon, melambaikan tangan pada Alona yang marah temannya direbut begitu saja.
"ELOOON!" teriakan Alona tak mempan. Cowok itu berhasil membawa Aneta menghilang dari kelas.
Elon berlari tanpa melepaskan genggamannya dari tangan Aneta. Dia mendahului setiap murid yang sedang mengarah ke gerbang sekolah. Sepuluh menit pertama setelah bel pulang berbunyi itu adalah saat-saat ramai karena semua berlomba-lomba menuju kendaraan pribadi, umum, maupun jemputan yang telah menunggu.
Keduanya menyatu dengan keramaian. Genggaman tangan Elon pada Aneta tak pernah terlepas, membuat Aneta yang tadinya diliputi banyak pertanyaan kini tak bisa berkata-kata lagi.
Akhirnya Elon berhenti berlari saat tiba di trotoar. Napasnya agak tersengal. Dia menoleh pada Aneta di sampingnya yang juga sedang mengatur napas. Cowok itu tertawa kecil. Bukannya melepaskan genggamannya pada Aneta dengan segera, Elon justru semakin dalam mengisi ruas-ruas jemari Aneta dengan jemarinya. Tak membiarkan ada celah sedikit pun.
"Lo mau bawa gue ke mana?" Akhirnya Aneta berbicara setelah sibuk mengurus detak jantungnya yang asyik berdisko.
"Belajar bareng," balas Elon. "Gue cuma bawa lo karena nggak pengin ada para penganggu."
Aneta langsung mengerti pengganggu yang Elon maksud adalah Rangga, Alona, Dania, Key, dan juga Mulyo.
"Kalau pun ada rencana perginya berdelapan, ya jangan hari ini." Elon menatap lurus trotoar di depannya. "Pokoknya hari ini cuma kita berdua."
Aneta membuang pandangannya perlahan-lahan ke arah jalanan. Perkataan Elon selalu saja membuatnya jadi percaya bahwa Elon memiliki perasaan yang sama padanya. Belum lagi genggaman Elon tak juga cowok itu lepaskan. Padahal beberapa kali Aneta mencoba menarik tangannya, tetapi Elon langsung merapatkan kembali kembali genggamannya. Seolah sengaja tak mau melepasnya.
Semua yang melihat mereka pasti berpikir bahwa mereka adalah remaja yang dilanda kasmaran. Padahal keduanya tak punya hubungan apa pun selain sebatas teman.
***
"Alia?"
Siswi yang seragamnya berbeda dengan STARA itu tak menoleh sedikit pun dari pandangannya terhadap dua remaja yang semakin menjauh.
"Katanya lo mau ketemu tetangga lo di sini?"
"Ah?" Alia menoleh. "Kayaknya dia keluarnya lama. Kakak lo gimana?"
"Ini udah nunggu. Seriusan lo nggak mau ikut?"
Alia menggeleng pada siswi yang satu seragam dengannya. "Lo duluan aja kalau gitu."
"Seriusan, nih?"
"Iya!" seru Alia, sesekali memandang Elon dan Aneta yang semakin menjauh. "Bye, ya! Gue ada urusan ke sana dulu!" Lalu, siswi kelas X tersebut langsung berlari, tak lagi mengindahkan panggilan temannya yang memandang dengan bingung.
Tangan Alia terkepal kuat. Tak sadar dia menggigit bibir. Langkahnya semakin cepat. Tak ingin sedikit pun kehilangan jejak dua murid yang sedang dia ikuti.
"Kenapa?" gumamnya, kesal pada keadaan. Dadanya terasa sesak. Tak menyangka Elon ternyata bisa seakrab ini dengan seorang cewek. "Dia siapa, sih?" gumamnya, memandang Aneta dari belakang dengan perasaan tak keruan.
Elon adalah teman kecilnya sekaligus tetangganya. Walau saat kecil pun dia tak banyak bermain dengan Elon karena Elon adalah anak aktif yang lebih banyak bermain dengan anak laki-laki seumurannya, tetapi masa lalu di taman kanak-kanak itu terasa membekas bahi Alia. Elon sulit dia dekati. Sejak mengenal apa itu perasaan suka kepada lawan jenis, Elon menjadi cowok pertama yang menarik perhatiannya di masa SMP.
Alia selalu menyapa Elon ketika cowok itu melewati rumahnya dan Elon hanya akan membalas dengan seadanya, terkesan cuek. Cowok itu bahkan lebih sering tak mendengarkan sapaan Alia karena sering memakai headphone untuk mendengarkan musik.
Dia pikir, Elon adalah tipe cowok yang cuek terhadap cewek sehingga membuat Alia selama ini tak merasa khawatir. Namun, apa yang dia lihat sejak tadi sampai sekarang membuatnya jadi frustrasi. Disaat dia baru mendapatkan keberaniannya untuk mendekati Elon, dia justru disambut oleh hal yang paling tidak dia inginkan.
Hal yang paling jelas dia rasakan adalah kebencian dan kecemburuan pada cewek menyebalkan di samping Elon itu.
***
🌺
Extended Part 30 sudah dan hanya tersedia di https://karyakarsa.com/zhkansas
catatan:
Aku nulis extended part lagi tapi kali ini pakai POV-nya Aneta. isinya tentang mimpi Aneta setelah baca novel fantasi
CUPLIKAN:
Cara baca:
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro