27
by svrinai
part of zhkansas
...
"Meow?" Kucing berbulu lebat dan berwarna putih itu memandang Aneta sambil mengibaskan ekornya. "Meow?"
"Tataaa, aku lagi ribet. Nanti, yaaa?" Aneta sibuk sejak tadi. Meski begitu. Saat ini Tata ingin dimanja karena sejak beberapa jam lalu babu Tata itu mempersiapkan camilan untuk teman-temannya.
Meskipun Elon dan yang lain belum datang karena masih ada sekitar setengah jam lalu dari jadwal kedatangan mereka, tetapi Aneta justru menjadi semakin gugup dibandingkan semalam. Semalam dia sampai sulit tidur karena untuk pertama kalinya ada banyak teman SMA yang datang ke rumahnya. Ada beberapa cowok pula.
Ditambah di antara cowok-cowok itu ada seseorang yang dia sukai.
Keberadaan Tata membuat Aneta bisa meredakan rasa gugup yang menjengkelkan. Dia melihat Tata yang sedang berbaring di lantai sambil menunjukkan perutnya. Matanya yang bulat dan menggemaskan membuat Aneta ingin segera memeluk kucing itu erat-erat.
Dia tak boleh menyentuh Tata. Tangannya harus tetap bersih karena dia saat ini sedang memasukkan kue kering—yang dibuatnya bersama Mama dari semalam—ke dalam stoples. Mama yang berinisiatif membuat kue. Selain itu, Aneta juga sudah menyiapkan snack yang dibelinya dari minimarket.
Vina sampai menganggap si bungsu itu terlalu berlebihan. Padahal teman-teman Aneta datang bukan untuk piknik, melainkan belajar bersama.
"Nah, selesai~" kata Mama sambil menggeser stoples yang diisinya dengan penuh. Diambilnya stoples Aneta untuk dibawa ke meja agar dirapikan.
Aneta segera mencuci tangannya untuk menghilangkan serpihan kue. Setelah mengelap tangannya dengan kain, dia langsung berlari menghampiri Tata. Namun, Tata langsung berlari menjuh darinya. Keempat kaki kucing itu hanya berlari di tempat selama beberapa detik karena bulu di kakinya yang mulai panjang di bagian itu menghalau pijakan telapak kakinya dengan keramik lantai.
Tata mengerem di depan pintu yang terbuka. Dilihatnya seorang yang berdiri di teras rumah dengan waspada. Kucing itu mundur perlahan. Tatapan waspadanya tak dia lepaskan dari sosok cowok bersweter putih yang melihatnya sambil tersenyum.
Tata akhirnya berbalik sambil berlari dan tak sengaja menabrak kaki Aneta, tetapi kucing putih itu tetap berlari kencang memasuki kamar Aneta dan bersembunyi di bawah meja belajar dalam kamar itu.
Aneta terkejut melihat Elon yang berdiri di beranda rumah. Mata cowok itu berusaha mencari keberadaan Tata yang sudah menghilang.
"Kucing gue introver...," kata Aneta pelan. Dia gugup. Apa yang harus dia lakukan? "Ayo, masuk. Lo nggak bareng yang lain?"
Elon menggeleng-geleng, lalu dia memasuki ruang tamu dan duduk di sebuah kursi. Dia membuka sweternya menyisakan sebuah kaos biru gelap.
"Bentar, ya!" Aneta lalu masuk ke dapur.
Elon baru sadar dia belum mengatakan apa pun. Cowok itu berdeham. Jemarinya saling bertaut. Ditatapnya ruang tamu itu pelan-pelan. Tak ada pajangan sama sekali kecuali jam dinding yang fungsinya memang untuk memperlihatkan waktu yang terus berjalan.
Dia mengharapkan sebuah foto keluarga yang biasanya sering dipajam di ruang ramu oleh para pemilik rumah.
Cowok itu membuka tasnya dan mengeluarkan delapan rangkap kumpulan soal Matematika beserta jawabannya yang sudah dia siapkan sejak semalam. Semua tentang materi yang baru-baru ini diajarkan oleh Bu Tresna.
Elon menoleh terkejut ketika didengarnya suara benda jatuh dari dalam sana. Tak lama kemudian Aneta muncul dengan ekspresi panik sembari membawa nampan yang di atasnya terdapat dua stoples berisi kue kering dan botol minuman dan beberapa gelas.
"Bentar, ya?" Aneta masuk lagi. Tak lama kemudian dia membawa satu keranjang snack dan juga minuman gelas. Dia menaruhnya di meja kecil yang ada di sudut ruangan. "Itu, siapa tahu nanti ada yang nggak bisa makan kue karena intoleransi di perutnya."
Elon mengangguk-angguk, lalu melirik ke pembatas ruangan. "Mama... maksud gue nyokap bokap lo di rumah?"
"Oh, Mama di dalam, tapi lagi siap-siap mau keluar karena ada urusan. Kalau Papa lagi ngajar."
"Guru?" tanya Elon, memang penasaran. Bukan sekadar basa-basi.
"Dosen." Aneta duduk di kursi dan memainkan jemarinya tanpa sadar. Dilihatnya Elon yang tiba-tiba berdiri dan melihat seseorang. Aneta mengikuti arah pandang cowok itu. "Eh, Mama?"
"Selamat pagi, Tante!" sapa Elon sambil membungkuk sembilan puluh derajat. Dia segan untuk mendekat. Mama Aneta berdiri di perantara ruangan yang jaraknya cukup jauh dari posisi Elon.
"Hai, selamat pagi," balas Mama. Pandangannya beralih kepada Aneta. "Temen kamu yang lain mana?"
"Yang lain kayaknya masih di jalan. Mama udah mau pergi?"
"Iya, ini Mama buru-buru banget. Vina!" panggil Mama pada anak sulungnya, sedikit berteriak. "Mama pergi dulu, ya?"
Aneta meringis. Tak mungkin Mama berteriak begitu di depan tamu. Aneta menyadari bahwa Mama sengaja berteriak memanggil Vina agar Elon tahu bahwa di rumah itu Aneta tidak sendirian.
"Tante pergi dulu, ya?" tanya mama Aneta pada Elon.
Elon membalas dengan cepat. "Baik, Tante."
Aneta menghampiri mamanya dan mencium punggung tangan perempuan berumur awal 40 tersebut. Setelah itu, Mama keluar lewat garasi rumah dan mengendarai mobilnya.
Aneta dan Elon saling pandang, lalu sama-sama mengalihkan perhatian ke lain arah. Aneta menuju ruang tengah untuk mengambil peralatan belajarnya, lalu dia kembali dan duduk berlantaikan karpet.
Elon ikut turun dan menggeser sebuah rangkap soal kepada Aneta. "Ini gue siapin soal-soal yang dibahas nanti."
Suara kertas dibuka. Ristleting tas yang ditutup. Suara angin yang beterbangan di luar. Hanya itu. Tak ada suara yang keluar dari bibir mereka. Mereka menunggu yang lain dengan melakukan kesibukan masing-masing. Suasana canggung sedikit tercipta. Elon tak bisa hanya diam seperti ini karena akan membuatnya semakin tersiksa. Dia bingung, tiba-tiba menjadi bisu.
Apakah karena dia terlalu fokus memandang wajah serius Aneta?
Fokus Elon beralih pada satu tangan Aneta yang menganggur di atas meja, lalu dia menatap tangannya sendiri. Digesernya tangannya itu agar berada di samping tangan Aneta, lalu Elon menaikkan alis tinggi-tinggi.
Perbedaan tangannya dengan tangan Aneta terlalu jauh. Dia tahu ukuran tulang antara perempuan dan laki-laki berbeda, tetapi dia tak menyangka perbedannya sampai membuat tangan Aneta jadi seimut itu.
"Tangan lo kecil banget," kata Elon, lalu menyentuh jari Aneta hingga cewek itu terkejut. Keduanya saling pandang, lalu Elon yang lebih dulu mengalihkan perhatian karena tak tahan.
Saat itu lah dia kembali melihat makhluk berbulu yang sedang mengintip diam-diam. Elon tersenyum samar-samar, membuat Aneta melihat arah pandang cowok itu. Di balik dinding pembatas ruangan, ada Tata yang sedang mengintip Elon dengan cara yang menggemaskan.
"Syiniii," kata Aneta dengan suara yang sengaja dipelankan seolah-olah dia sedang mengajak bayi bicara. Aneta berjalan pelan-pelan mendekati Tata karena tak ingin membuat Tata terkejut dan membuat kucing itu lari lagi.
Kucing yang berumur 1 tahun itu berhasil dia bawa ke dalam pelukannya, lalu Aneta kembali ke tempat duduknya semula. Tata memeluk Aneta erat-erat. Sesekali dia memandang Elon dengan waspada, lalu dia akan menenggelamkan wajahnya di baju Aneta setelah melihat Elon.
Aneta tersenyum, gemas pada kelakuan Tata. "Dia emang kayak gini kalau ke orang baru, tapi kalau udah percaya sama orang itu dia bakalan pengin dempet terus."
"Namanya siapa?" tanya, Elon penasaran.
"Tata!" seru Aneta, senang membahas kucingnya. "Tata suka dielus-elus. Mau coba nggak?"
"Coba." Elon berpindah ke samping Aneta. Cakar Aneta sampai terkait di baju Aneta saking eratnya pelukannya itu.
Elon mulai mengelus dengan hati-hati bulu putih Tata yang bersih. "Kayak rambut lo," katanya pelan.
"Ya, nggak, lah," balas Aneta pelan. "Tebal tipisnya aja udah beda."
"Pokoknya sama-sama halus."
Aneta segera mengalihkan pembahasan agar tidak berlama-lama terbawa perasaan.
"Dia suka diusap di leher." Aneta mengusap leher Tata. Kucing putih itu memejamkan mata sampai kepalanya mendongak tinggi-tinggi. "Mau coba gantian?"
Elon menggantikan aktivitas Aneta yang mengusap leher Tata. Meski awalnya Tata waspada, tetapi usapan Elon yang lembut dan hati-hati itu membuat Tata jadi merasa terbawa suasana. Kucing itu perlahan memejamkan matanya dan menurunkan waspadanya pada Elon.
Elon dan Aneta saling kode untuk membawa Tata ke pangkuan Elon. Mereka bekerja sama memindahkan Tata. Aneta mengangkat Tata hati-hati sementara Elon tak berhenti mengusap leher kucing itu.
Akhirnya, Tata berhasil duduk di pangkuan Elon.
"ANEEETAAA!" suara keras Key, Dania, Mulyo, Rangga, Geisha, dan juga Alona dari depan pagar rumah membuat Tata, Elon, dan juga Aneta terkejut.
Kucing itu langsung menyingkir dari pangkuan Elon dan lari terbirit-birit ke kamar Aneta, bersembunyi di bawah meja belajar dan tak pernah keluar dari kamar itu sampai teman-teman Aneta pulang ke rumah masing-masing.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro