Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

26

by svrinai

part of zhkansas

...

Waktu berjalan terlalu cepat. Ada banyak hal terjadi belakangan ini. Delapan remaja itu semakin dekat secara alami dan Elon pasti selalu ada di dekat Aneta. Entah itu di belakangnya, di samping kiri atau kanannya, atau bahkan di hadapannya.

Elon sering mengisengi Aneta atau mengatakan sesuatu yang membuat Aneta terbawa perasaan. Sikap Elon yang senang bercanda dan iseng kepada Aneta, membuat Aneta terkadang terbawa perasaan, tetapi pada akhirnya dia menganggap perlakuan Elon padanya itu tak ada maksud selain sekadar bercanda dan iseng. Sebagaimana perlakuan Elon kepada siswi kelas IPA 6 yang dia isengi.

Aneta berusaha untuk tidak menganggap serius apa yang Elon lakukan padanya. Seperti saat mereka sedang berada di stand minuman, lalu tiba-tiba saja Elon memainkan rambut Aneta sambil berkata, "rambut lo kok halus?"

Atau saat Elon bermain bola di dalam kelas bersama cowok-cowok lain, lalu dia mendatangi Aneta yang sedang mengupas kulit jeruk sambil berkata, "minta satu, dong!" Lalu Aneta mengarahkan satu potong jeruk dan tanpa dia duga Elon mengambil jeruk itu dengan mulut. Kemudian dia lanjut bermain tanpa tahu efek yang dia tinggalkan pada Aneta.

Segala tingkahnya mencuri perhatian dan semakin membuat yang lain menggoda hubungan mereka berdua, tetapi Elon seolah tak peduli. Sementara Aneta harus berjuang menetralkan rona pipinya sambil memasang tampang datar, yang padahal di hatinya sedang tak tenang.

Bukan hanya saat mereka sedang beramai-ramai, tetapi Elon juga mendekati Aneta saat Aneta sendirian. Seperti sekarang ini. Ketika Aneta melewati pos satpam Elon—yang berada di dekat post satpam karena sebelumnya dihadang oleh beberapa senior—langsung kabur dari mereka dan menghampiri Aneta untuk ke kelas bersama.

"Udah ngerjain PR belum?" tanya Elon sambil berjalan mundur di hadapan Aneta.

"Udah. Lo minggir, gih. Jangan jalan mundur kayak gitu. Nanti lo nabrak orang." Aneta membelalak kaget ketika Elon bertabrakan dengan seorang siswa. Untung saja siswa itu dari kelas lain yang saling kenal dengan Elon. "Nah, kan. Gue baru aja ngomong."

Di situasi-situasi tertentu, Aneta memang berinteraksi secara santai dengan Elon. Itu karena satu kata; terbiasa..

"Kenapa masih jalan mundur gitu, sih?" Aneta mengernyit. Elon hanya tersenyum, iseng. Aneta menarik sweter Elon hingga cowok itu berhasil dia bawa ke sampingnya. "Kalau jalan, tuh, jangan ganggu orang lain yang mau jalan juga."

"Apa, sih, pegang-pegang?" tanya Elon pelan. "Lo bikin gue deg-degan tahu, Net."

"Hah...?" Jantung Aneta berdegup kencang, tetapi dia pura-pura tak tahu apa-apa.

Elon mengisenginya lagi.

***

Aneta menaruh tangannya di depan mulut, lalu menguap sampai air matanya keluar. Hawa dingin dari AC di ruangan itu membuatnya mengantuk. Guru komputer mulai menerangkan tentang praktik apa yang akan mereka lakukan sementara siswa-siswi lain sudah duduk di depan komputer pilihan masing-masing.

Aneta menunduk, lalu dia menguap lagi. Matanya menjadi berat. Dia bertopang dagu hingga akhirnya perlahan-lahan matanya tertutup. Kesadarannya hampir hilang saat mendengar suara guru. Kelopak matanya terbuka lagi. Ditatapnya layar komputer yang masih gelap padahal CPU sudah menyala dari tadi.

"Lah?" gumamnya.

"Kenapa?" tanya Elon, yang memang duduk tepat di sampingnya.

Aneta menunjuk layar monitor. "Nggak tahu, nih."

"Coba lihat." Elon bangkit dari bangkunya dan berdiri di belakang Aneta yang masih duduk di kursi. "Nggak usah pergi," katanya lagi ketika Aneta ingin menjauh dari kursi itu.

Aneta tak berhasil keluar. Di sisi kirinya adalah dinding. Di sisi kanannya ada tangan Elon yang menjulur, sedang mengutak-atik perangkat keras di depannya. Mereka terlalu dekat sampai tercium bau lembut pewangi pakaian dari seragam Elon, membuat Aneta merasakan hatinya semakin tak keruan.

"Udah nyala," kata Elon sambil menaruh tangannya di atas rambut Aneta beberapa detik, lalu dia kembali duduk di tempatnya semula.

"Ma ... kasih."

Terkadang juga, Elon melakukan sesuatu yang membuat hati Aneta berdebar berkali-kali lipat dari biasanya.

***

Biasanya mereka berdelapan makan bersama di kantin. Key dan kawan-kawannya pasti akan merecoki Alona dan yang lain, tetapi kali ini empat cowok itu tak ikut makan bersama. Alona justru senang tak ada para pengganggu. Lain lagi dengan Dania yang merasa sepi tanpa mereka.

Aneta sempat melihat tempat Key dkk yang makan di sebuah meja. Hanya ada Key, Rangga, dan Mulyo. Elon yang selalu bersama mereka entah ke mana. Setelah makan, Aneta langsung mencari cowok itu dan berpisah dengan Alona dan lainnya. Namun, dia juga tak tahu harus mencari ke mana. Alhasil, dia menuju kelas.

Aneta berhenti di dekat tangga ketika dilihatnya Key, Rangga, dan juga Mulyo sedang menongkrong di depan kelas orang. Aneta tak melanjutkan jalannya karena mendengar nama Elon dan namanya disebut-sebut.

"Nyadar nggak sih hari ini Elon jadi agak beda?" tanya Key. "Gue curiga dia nembak Aneta semalam, tapi ditolak. "

Mulyo menyahut. "Ya, nggak mungkin lah. Mereka aja masih pada santai nggak kelihatan kayak orang yang habis nembak dan ditembak."

"Gue ajak dia ke timezone mau kagak, ya. Susah banget ngajak Elon. Lama-lama dia jadi anak rumahan."

"Ya elah, emang lo bocah mainnya di sana?"

"Elon tuh jago semua permainan di sana! Lumayan kalau dapat banyak tiket. Ke mana sih dia dari tadi? Nggak kelihatan. Tumben-tumbennya, hadeuh."

"Iya, ya, biasanya juga deketin Aneta terus."

Aneta melanjutkan langkahnya. Dia melewati ketiga cowok itu. Mau bagaimana lagi, itu jalan satu-satunya menuju kelas. Namun, perkataan Rangga menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba.

"Elon katanya tadi mau ke rooftop buat cari angin."

Aneta langsung berbalik. Dia kembali melewati ketiga cowok itu tanpa memikirkan apa-apa lagi selain satu hal; menghampiri Elon sesegera mungkin.

***

Ketika Aneta tiba di rooftop, dia menemukan Elon sedang berselonjor kaki sambil memejamkan mata. Tak ada siapa-siapa di sana selain mereka berdua. Elon langsung membuka mata dan menoleh dengan cepat karena merasakan kehadiran orang lain di sekitarnya.

"Gue ... ganggu, ya?" Aneta merasa perkataan Key hanyalah kekhawatiran Key belaka. Aneta berpikir bahwa Elon sengaja mencari tempat sepi untuk tidur, bukan hal lain. Dia tak ada niat mengganggu waktu tidur Elon. Dia terlanjur ke sini. Elon juga sudah terlanjur mengetahui keberadaannya.

"Nggak, kok," balas Elon. "Lo kenapa di sini? Sekolah kan ngelarang ke rooftop. Bahaya."

"Tadi... nggak tahu. Tiba-tiba pengin ke sini aja." Aneta masih berdiri. Cukup jauh dari Elon. "Lo udah tahu bahaya, tapi kenapa ke sini?"

Elon tersenyum kecil. "Khawatir, ya, sama gue?"

Aneta tak cepat membalas, membuatnya jadi salah tingkah sendiri. "Nggak. Nggak, kok!"

"Hah...." Elon menghela napas panjang sambil memejamkan mata. Aneta mendekat dan duduk di sampingnya. Elon langsung menoleh sambil membuka mata. "Awas kotor."

"Lo juga duduk di sini, kok," kata Aneta. "Ngantuk banget, ya?"

"Iya, nih." Wajahnya tertoleh ke samping, memandang tepat ke mata Aneta. "Boleh minjem paha lo buat jadi bantalan?"

Aneta tak berani menatap cowok di sampingnya itu. "Bercanda, ya...?"

Elon langsung berbaring. Meski tak ada sedikit pun bagian tubuhnya yang bersentuhan langsung dengan Aneta, tetapi kepalanya dekat dengan kaki Aneta yang bersila. Elon memejamkan mata. "Iya. Mana berani kepala gue dipangku cewek."

Aneta jadi canggung mendengarnya. Dia segera mengalihkan pembahasan. "Lo ke sini mau tidur, kan? Kalau gitu gue pergi, ya."

"Di sini aja."

Padahal Aneta baru akan berdiri. Dia jadi mengurungkan niatnya untuk pergi dari sana. Sejujurnya, dia juga tidak ingin pergi. Rasanya sejuk. Dia sedang beruntung karena tempat yang dia duduki tak panas. Cuaca memang mendung sejak pagi tadi. Aneta mendongak dan melihat langit dipenuhi oleh awan. Angin berembus pelan. Aneta merasa kantuk. Rasa kantuknya kembali seperti saat masih di lab komputer tadi.

Aneta dikagetkan oleh suara bel. Matanya jadi segar kembali. Ditatapnya Elon yang masih memejamkan mata. "Udah bel," gumamnya. "Mau ke kelas bareng?"

Elon langsung berdiri. Tangannya terulur pada Aneta. "Yuk!"

***

Key mengusap satu helai janggutnya sambil terus memikirkan sesuatu.

Di mata pelajaran terakhir dia lebih sibuk melamun dibanding mendengarkan perkataan guru sejarah yang membuat hampir semua murid sedang berusaha menahan kantuk. Cuaca memang mendukung di luar sana. Key melirik Elon yang tidur di sepanjang pelajaran karena tak bisa menahan rasa kantuknya. Tatapan Key tatapannya beralih kepada Aneta dan Geisha yang sedang serius mendengarkan guru sejarah.

"Hm...." Sebuah lampu gaib menyala di atas kepalanya. "Bari nyadar aing."

Suara tanda pulang yang menjadi hal paling ditunggu penghuni IPA 5 akhirnya berbunyi. Ketua kelas memberi aba-aba untuk memberi salam kepada sang guru. Setelah guru keluar, para murid merapikan peralatan mereka.

"WAKTUNYA PULANG!" teriak Key di dekat telinga Elon. Elon lagsung bangun sambil mengusap telinganya. "Eit, jangan pulang dulu!" serunya sambil menahan Elon yang langsung ingin keluar kelas. "Sembilan nyawa lo belum kekumpul semua, tuh! Baru tiga. Kumpulin lima lagi."

"Apa?" tanya Elon, setengah sadar. Dia duduk dan kembali menaruh kepalanya di atas meja untuk melanjutkan tidurnya.

Key dengan semangat berdiri di pintu. Dia membiarkan yang lain lewat, kecuali Aneta dan tiga temannya. "Nggak boleh lewat dulu."

"Apa, sih, Key?" tanya Alona heran.

"Pokoknya lo, lo, lo, dan lo. Jangan pulang dulu. Ada yang mau gue omongin," kata Key sembari menunjuk Aneta, Alona, Dania, dan juga Geisha secara bergantian. Key lalu menunjuk ke barisan belakang. "Kumpul di sana."

"Apa, sih?" tanya Dania heran. Meskipun bersikap ogah-ogahan, tetapi dia yang paling pertama mengikuti arahan Key.

Di belakang sana Rangga dan Mulyo duduk di bangku masing-masing dengan tampang bingung.

Aneta mengikuti yang lainnya dan berhenti di dekat Elon yang sedang tertidur.

"Ayo belajar bareng!" seru Key dengan wajah ceria. "Di antara kita berdelapan ada peringkat tiga besar di kelas ini. Gue sebagai pemegang peringkat kedua terbawah harus manfaatin situasi dengan baik."

"Eh? Iya, ya?" celutuk Dania. "Ada tiga peringkat teratas, tapi yang bikin miris ada tiga yang peringkat terbawah." Bibir Dania keriting. "Masa gue sejajar sama Key dan Mulyo, sih?"

"Sedih, kan, lo?" tanya Key. "Makanya kita harus belajar bareng. Berdelapan. Tentuin mau di rumah siapa. Asal jangan di rumah gue. Nenek gue pelihara buaya soalnya."

"Anjir!" seru Rangga tak habis pikir. "Kok gue baru tahu?"

"Rumah Elon aja gimana?" tanya Dania. "Serem juga kalau ke rumah Key."

"Hei, kalian berdua. Minta persetujuan dulu sama yang akan punya kontribusi gede buat kalian." Alona menatap orang-orang yang dia maksud. "Gimana Aneta, Geisha, Elon?"

"Gue oke," balas Aneta.

Geisha hanya mengangguk tanda setuju.

"Eh, Lon." Key menepuk pelan bahu Elon. "TE!"

Elon berdiri dan tangannya mengarah ke leher Key, mencekiknya. Matanya masih belum terbuka sempurna saat melakukan itu. Dia melakukannya setengah sadar.

"Serem banget Elon kalau tidurnya diganggu langsung nyekik," kata Dania di tengah tawanya memandang Key yang berhasil menjauh.

"Bukan karena tidurnya gue ganggu," kata Key berusaha berbisik. "Tapi karena Lon. Elon maksud gue."

Elon kembali duduk dan menyembunyikan wajahnya di atas meja. "Kenapa pada ngumpul?"

"Kita mau belajar bareng. Lo mau ikut? Mau, dong, ya?" tanya Mulyo.

Elon terdiam sesaat. Pikirannya jadi jernih. Dia menegakkan punggungnya dan langsung melihat ke arah Aneta. "Oh, iya. Gue kan pernah kepikiran buat belajar bareng sama lo. Ingat nggak?"

"EHHEM!" Key dan Mulyo berdeham keras.

Aneta mengernyit. "Oh, dulu...."

"Kalian semua mau ikut?" Elon menatap yang lain. Enam orang itu langsung mengangguk. Elon bertopang dagu sambil menguap pelan, lalu menatap Aneta kembali. "Kalau gitu, di rumah lo aja gimana? Boleh, ya, Net?"

***



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro