Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25

by svrinai

part of zhkansas

...

Aneta otomatis menyingkir ke belakang Elon ketika beberapa siswa datang dari arah yang berlawanan.

"ANETA! ELON! SINI!" Itu suara Alona.

Aneta langsung mengintip dari balik punggung Elon dan menemukan si pemilik suara itu. Alona berdiri dan melambai-lambaikan tangannya. Tak hanya ada Geisha dan Dania di sana, tetapi ada tiga cowok lain yang membuat Aneta terkejut.

Rangga, Mulyo, dan Key. Ketiga cowok itu sengaja menyatukan meja mereka dengan meja Alona dan yang lain. Rasa tak suka Alona dan Dania tergambar jelas di wajah mereka karena tingkah tak tahu malu ketiga cowok itu.

"Kalian berdua pesen makanan saja. Udah ada tempat duduk, nih," kata Dania, menunjuk dua kursi kosong yang berdampingan seolah sebelumnya sudah diatur sedemikian rupa.

Elon meneruskan langkahnya untuk mengambil makanan. Begitu pun dengan Aneta. Setelah mereka berhasil mendapatkan makanan, keduanya langsung menghampiri kursi kosong dan segera duduk di sana.

Di sini lah Aneta sekarang. Dia berada di antara enam orang yang tak bisa diam. Suara mereka membaur dengan suara percakapan siswa-siswi lainnya di kantin itu. Hanya dirinya dan Geisha yang tak banyak bicara. Namun, dibanding dirinya yang canggung, Geisha terlihat biasa saja. Terkadang Geisha menimpali kata-kata yang lain.

"Wajah polos" yang merupakan bawaan lahir dari Geisha membuat cewek itu selalu tampak tak punya masalah. Aneta memikirkan Geisha karena teringat kejadian buruk kemarin. Cewek itu tampak baik-baik saja dari luar. Entah apakah benar bahwa dia baik-baik saja sesuai yang terlihat.

"Ish! Ish! Ish" Alona mendorong pipi Key berkali-kali. Mereka berdua kembali meributkan hal kecil. "Kalian ngapain juga ke sini. Kalian nggak diterima, tapi malah seenaknya buat gabung."

"Tapi udah terlanjur. Jadi, gimana?" tanya Key dengan tampang bodohnya. Dia satu-satunya di kantin itu yang tidak memakai seragam dan hanya mengenakan kaos oblong dan celana olahraga. Dia belum ketahuan guru piket.

"Hah! Terserah, deh," balas Alona.

Dania menyipitkan matanya kepada Key. "Heh, lo tahu kan kalau Alona tuh punya gebetan? Ngapain lo selalu gangguin Alona tiap detik kalau bukan karena suka sama dia?"

"Hoeeek!" Key langsung pura-pura muntah.

"Siapa juga yang mau sama lo? Najis banget!" teriak Alona tak terima setelah melihat apa yang Key lakukan. "Lo tahu Kak Ozy? Lo nggak bisa dibandingin sama dia."

"Heh? Siapa tuh yang namanya Ozy Ozy itu? Palingan jamet sekolahan yang sok kegantengan."

"Lo lagi ngatain diri sendiri, ya? Kalian nggak bisa dibandingkan. Ya kali seorang Pangeran dibandingkan dengan kentang? Nggak level."

"Wah, lo ngajak berantem?" teriak Key sambil berdiri.

Dania menepuk jidatnya mendengar keributan itu. Siswa-siswi di sekitar mereka semakin tertarik dengan keributan tersebut.

"Lo pikir gue nggak punya gebetan? Gue juga punya dan si cantik nggak bisa dibandingin sama lo yang cuma seorang toge!" seru Key.

Alona membelalak. "To... ge? Toge?!"

"Iya, toge. Kecil. Cebol. Putih. Kek tuyul."

"Cari mati lo, ya?"

"Ah, itu Kak Gemala." Mata Key berbinar. Seseorang yang ada di pikirannya sejak berdebat dengan Alona akhirnya muncul. Tujuh orang di meja itu memandang arah telunjuk Key. "Wah, hari ini masih cantik juga. Ngapain ya Kak Gemala di area ini."

"Ingat, ya! Kita saingan dalam hal cinta!" seru Mulyo. Dia ikut berdiri.

Gemala bersama tiga temannya berjalan di area kantin kelas X. Auranya seperti tokoh utama perempuan dalam sebuah novel atau pun film. Postur tubuh yang ideal. Rambut hitam yang lurus. Wajah yang cantik. Mata indahnya tertutupi oleh lensa kontak bening. Tak berlebihan seperti beberapa cewek lain yang berusaha menonjolkan kecantikan di warna iris mata palsu.

Para siswi yang belum terlalu tahu banyak tentangnya tak akan iri. Mereka justru ingin secantik dirinya. Termasuk Aneta. Tiba-tiba ada keinginan di dalam dirinya untuk menjadi secantik itu. Diliriknya Elon di sampingnya. Cowok itu sibuk dengan makanannya dibandingkan dengan cowok lain yang fokus mereka beralih kepada Gemala sejak kemunculannya

"Lihat tuh anak berdua." Alona menggeleng-geleng karena tingkah Mulyo dan Key.

"Kak! Kak! Boleh kenalan nggak?" Key berhenti di depan Gemala, menghalau satu-satunya jalan bagi Gemala untuk melangkah. Tangan cowok itu terulur, lalu ditepis oleh Mulyo yang ingin melakukan hal yang sama.

"Nama saya Mulyo, Kak. Dari kelas sepuluh. Ipa 5. Hehe." Mulyo mengulurkan tangannya sambil cengengesan.

"Bukannya kalian yang kemarin, ya?" tanya Gemala, heran.

Dibanding memperhatikan kelakuan Mulyo dan Key, Aneta lebih tertarik untuk melihat Gemala. Aneta makan tanpa memperhatikan makanannya sampai Elon menghalau pandangan Aneta dengan wajahnya sendiri. "Lo merhatiin apaan?"

"Enggak." Aneta menjauhkan sendok dari mulutnya dengan kaku.

"Gue nggak ikut-ikut kayak mereka," bisik Elon.

"Gimana?" tanya Aneta karena tak begitu jelas mendengar bisikan Elon barusan.

"Gue nggak ikut-ikutan kayak mereka."

Aneta memandang Elon. Bingung. Apa maksudnya?

"Gue nggak suka gangguin sembarang cewek." Elon memperjelas ucapannya. Masih dengan ucapan pelan. "Ngerti nggak?"

"Hehe...." Aneta malah cengengesan karena ada yang mengganjal dari ucapan Elon. Dia mengalihkan perhatiannya dan kembali mengunyah makanan. Sementara itu dia masih mencerna ucapan Elon.

Nggak suka gangguin sembarang cewek? Aneta berhenti mengunyah. Untuk apa Elon mengatakan itu kepadanya? Aneta jadi menjadi gede rasa.

"Andaikan ada Game Over versi cewek pasti seru," celutuk Dania tiba-tiba. "Bayangin lima cewek rebutin satu cowok!"

"Bayangin aja dulu. Bayangin," tambah Alona. "Nanti lima cewek itu saling jambak-jambak rambut."

"Heiii, nggak mungkin gitu. Anggaplah Geng Rahasia versi cewek nih mirip-mirip kayak Geng Rahasia cowok yang jago bela diri, pasti pada badass." Dania mengangkat ibu jari, telunjuk, dan juga kelingkingnya. "Terus cowok yang jadi target itu cowok soft boy yang imut lucu menggemaskan."

"Ya ampun itu mah tipe cowok lo banget," sahut Alona.

"Kalian ngomong apaan, sih?" Key muncul dengan ekspresi sedih. Sama halnya dengan Mulyo yang ikut duduk di sampingnya.

"Kenapa kalian? Gagal kenalan lagi? Kasian banget, sih," ejek Alona.

Key merentangkan kedua tangannya hingga mengenai wajah Alona dan Mulyo. "Itu lah cinta. Tak kenal kata lelah dalam mengejar."

"Kalian pernah denger nggak kalau di sekolah ini ada penghuninya?" Elon tiba-tiba membuka pembahasan lain yang membuat ketujuh murid di sekitarnya itu memandangnya penasaran. "Kuntilanak merah!"

"Seriusan?" Intonasi suara Alona berubah pelan dan hati-hati. "Jadi, beneran kuntilanak merah itu ada?"

"Lo percaya?" Aneta menimpali karena tertarik.

"Selama ini kan gue tahunya kuntilanak putih. Denger-denger kuntilanak merah itu karena darah di kainnya, ya?" tanya Alona.

"Maksud lo daster?" Perkataan Elon membuat tiga cowok lainnya terbahak.

"Oh, iya, bener!" seru Rangga. "Kuntinalak kan pakai daster! Di dalam kubur ada tukang jahit, ya?"

"Lo typo, ya?" sahut Mulyo.

"Aduh, jangan bahas hantu sambil bercanda gitu, dong!" seru Dania.

"Kenapa? Lo takut?" Alona tertawa mengejek. "Hayoo, takut lo, ya?"

Elon menoleh kepada Aneta. "Lo takut hantu?"

Aneta langsung menggeleng. "Enggak." Dia tak takut karena belum pernah bertemu hantu. Terlebih lagi hantu-hantu di Indonesia identik dengan arwah manusia sementara Aneta tak percaya bahwa hantu-hantu yang selama ini dikenal di Indonesia adalah arwah dari manusia yang sudah meninggal.

"Gue punya ipar dari Sulawesi Selatan. Di sana ada hantu yang namanya Poppo. Kalau daerah lain kan namanya Kuyang, ya?" Rangga bercerita dan membuat tujuh orang di sekitarnya itu terdiam, mendengarkan dengan serius. Bahkan di meja lain ada yang menajamkan telinga mereka untuk mendengar cerita selanjutnya.

"Suara Poppo tuh kayak gini 'pok pok pok'. Kalau suaranya kedengaran dekat, berarti dia jauh. Kalau suaranya kedengeran jauh, berarti dia deket."

"Be—berarti mirip-mirip kuntilanak, dong?" tanya Dania dengan suara pelan dan gugup.

"Makanya, apa semua hantu sama, ya?" tanya Rangga bingung. "Terus waktu kecil dia pernah denger. Dia juga nggak tahu itu mimpi atau bukan. Waktu kecil itu kan dia tinggal di desa. Terus di samping rumahnya tuh, yang ada suara Poppo, ada banyak pohon pisang. Ipar gue mikirnya suaranya di area pohon pisang itu. Gila, sih. Kalau lo lihat muka hantu Poppo di internet, itu jauh lebih serem daripada kuntilanak maupun pocong! Coba deh kalian cari di Internet. Atau cari kuyang, deh. Gue yakin kalian pernah lihat di internet."

"Aaa gila! Nggak mau gue!" teriak Dania, tetapi dia mengambil ponselnya dan mulai mengetik hantu Poppo di pencarian google, lalu dia membatalkannya karena tak siap untuk melihat.

"Terus di sana tuh ada juga yang namanya Parakang! Katanya yang namanya Parakang itu karena ilmu hitam yang diturunkan sama nenek moyangnya. Bakalan terus turun ke keturunannya karena si yang bisa jadi Parakang ini nggak akan bisa meninggal kalau nggak ada yang terima jadi Parakang selanjutnya. Katanya kalau zaman dulu ada rumah panggung gitu kan, biasanya muncul di bawah rumah panggung itu. Dia makan bayi baru lahir dan suka cari ibu hamil. Terus kalau kalian nikah sama yang ada keturunan parakangnya, kalian juga bakalan ikut jadi parakang."

Key memegang bahu Mulyo.

"Astaga! Astaga! Astaga! Nenek!" seru Mulyo, terkejut sambil mengusap dada.

Key terbahak tanpa suara dan memukul-mukul meja.

"Terus Parakang bisa berubah jadi apa pun. Termasuk hewan. Bahkan pohon pisang!" lanjut Rangga. "Kalau kalian lihat pohon pisang yang berdaun dua dan nggak ada pucuk, bisa jadi itu parakang! Tapi karena gue nggak tahu jelas wujud Parakang itu, gue lebih takut sama yang namanya Poppo, sih."

"Bayangin aja kepala dan usus yang terbang ke sana kemari," kata Elon. "Gimana nggak serem."

"Bener! Serem, kan?" Rangga kembali bercerita heboh. "Ipar gue juga cerita waktu dia kecil, sepupunya dikejar-kejar sama hantu Poppo ini."

"Serius?!" teriak Dania, bulu kuduknya berdiri.

"Alona." Key menepuk pelan lengan Alona. Alona menatapnya dengan wajah serius. Key lalu mengintip ke bawah meja. "Di bawah. Deket kaki lo ada yang mukanya serem, rambut panjang, tapi nggak ada badannya."

"Astaga!" Alona memukul Key dengan membabi buta.

"Arghhh sakit!" Key berusaha menghindar. "Aw... aw. Aw. Aw. Aaw."

"Biasanya yang suka nakut-nakutin dia yang paling penakut!" seru Alona.

"Gimana kalau ke rumah hantu?" tanya Elon.

"Eh? Oh iyaaa gimana kalau kita ke rumah hantu!" seru Alona. "Berdelapan! Gue, Dania, Aneta, Geisha, Elon, Rangga, Mulyo, dan Key. Kita lihat siapa yang paling penakut di sini. Ohohoh."

Rangga berdeham. "Gue nggak ikut."

Semua mata memandangnya. "Lo takut, ya?" tanya Dania. "Gue yang takut aja berani pergi, kok."

Rangga menghela napas panjang. "Iya, deh. Gue pergi."

Aneta melirik meja sekitar kemudian berdiri.

Elon segera memegang ujung lengan baju Aneta. "Mau ke mana?"

"Ambil kecap."

"Lo nggak bisa jauh-jauh dari Aneta banget," sahut Key. "Nggak sekalian gelendotan ke Aneta? Biar lo jadi peliharaan monyetnya?"

Elon menunjuk Alona dengan dagunya. "Lo aja tuh ke Alona."

"Eh astaga kenapa bawa-bawa gue?" teriak Alona, tak terima.

Elon menyusul Aneta, tetapi Aneta ternyata sudah kembali. Cewek itu segera duduk. Elon pun melakukan hal yang sama.

"Wah, kacau nih. Elon, kalau lo nggak mau jauh-jauh tembak, dong!" seru Key.

Aneta pura-pura tidak mendenger.

***

"Buset tuh perut tiba-tiba gede," celutuk Key, memperhatikan perut Alona yang berubah. Dia langsung mendapatkan tendangan di tulang keringnya, membuatnya langsung melompat-lompat dengan hanya satu kaki karena menahan sakit.

Mereka berdelapan kembali ke kelas. Aneta sengaja berjalan paling belakang, tetapi dia tak mengerti kenapa Elon juga berjalan di belakang dan tepat di sampingnya.

Tingkah laku Elon selalu saja membuatnya salah paham.

"Lo pasti bakalan kencing celana kalau keluar di rumah hantu!" ejek Mulyo kepada Key. "Waktu itu aja lo kabur lihat jendela kelas mana tuh yang goyang-goyang, tapi nggak ada yang goyangin."

"Lo kan juga kabur, bego!" seru Key.

Suara bel terdengar, membuat beberapa murid berlarian di koridor. Aneta hampir disambar oleh siswa yang berlari andai saja Elon tidak cepat-cepat menarik Aneta lebih dekat dengannya. Tangan yang tadinya dia gunakan untuk menarik bahu Aneta tidak langsung menjauh, melainkan tetap di sana merangkul Aneta.

Aneta menoleh. Ditatapnya Elon yang sesekali menimpali keributan tiga temannya. Aneta ingin bertanya, "kenapa rangkul gue?" Akan tetapi, dia takut suaranya bergetar karena gugup.

Elon masih asyik bercanda dengan yang lain. Dia juga tak sadar lengannya bertengger dengan nyaman di bahu Aneta. Sementara Aneta tak bisa berbuat apa-apa. Wajahnya tegang. Dan ekspresi di wajahnya itu menjadi perhatian Alona ketika Alona berjalan mundur.

"Muka lo tegang banget, Net," kata Alona sambil menutup mulut, menyembunyikan senyum penuh artinya.

"Ap—ap—apa, hah?" Tuh, kan! Aneta jadi bicara aneh. "Astaga catatan gue belum selesai!" Tiba-tiba saja cewek itu berteriak heboh, lalu lari.

"Yang sampai di kelas juara 1!" teriak Elon, lalu berlari mengejar Aneta. Lainnya tak mau kalah. Mereka berlari hingga tiba di kelas.

Elon dan Aneta tiba di pintu kelas secara bersamaan. Mereka saling pandang. Terkejut.

Lalu sama-sama tertawa.

***

.

🌺

Extended Part 25 sudah dan hanya tersedia di https://karyakarsa.com/zhkansas

CUPLIKAN:

Cara baca:

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro