Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24

by svrinai

part of zhkansas

...

PRIIIIIIIIT

PRIT

PRIT

PRIIIIIIIIT

"KEEEY!" Semua murid di kelas X IPA 5 menutup telinga sembari memandang Key yang masih tak mau berhenti meniup peluit yang diambilnya dari dalam gudang olahraga. Dia berlari keluar dari kelas hanya mengenakan kaos oblong dan celana olahraga yang satu bagiannya dia gulung sampai lutut. Rangga dan Mulyo ikut mengejarnya setelah sebelumnya berusaha membangunkan Elon yang masih tidur di atas meja.

Suasana sekolah tak tenang sejak bel istirahat telah berbunyi. Keributan di mana-mana. Suara percakapan memenuhi area. Langkah sepatu yang keras. Siswa-siswa yang berlarian ke sana kemari untuk menikmati kebebasan mereka yang hanya akan berlangsung selama 30 menit.

"Mau bareng atau sama yang lain?" tanya Alona, memandang Aneta yang sibuk mencuri pandang ke bagian belakang. Alona menahan senyum penuh arti. "ANETA!"

Aneta langsung menatapnya dengan terkejut. "Ah, ya? Kenapa?"

"Mau bareng?" tanya Alona lagi. Masing-masing tangannya menggandeng tangan Dania dan Geisha. "Atau ada urusan lain?"

"Oh, kalian pergi duluan. Gue masih mau selesaiin ini," balas Aneta. Dia bertopang dagu sambil memutar-mutar pulpen. Tatapannya tertuju pada buku catatan miliknya yang memang belum selesai. Hanya tersisa satu baris lagi.

"Kalau gitu kami duluan, ya! Gue bakalan sediain kursi buat lo. Babay!" Alona melambaikan tangan dan menarik Dania dan Geisha untuk pergi. Alona langsung paham situasi dan memberikan waktu untuk Aneta melakukan apa yang ingin dia lakukan.

Aneta akhirnya bisa menoleh dengan bebas ke belakang. Dia merasa tidak nyaman jika terang-terangan menatap Elon di depan Alona dan yang lain apalagi tiga teman Elon yang berisik itu. Meski saat ini di kelas itu masih ada beberapa siswi yang duduk bercengkerama, tetapi Aneta merasa biasa saja dengan apa pun pandangan mereka.

Dia memperhatikan Elon yang masih tertidur di atas meja. Elon menutup matanya dengan lengan. Satu kakinya tertekuk ke atas, satunya dia sandarkan di atas lutut yang tertekuk itu. Apa yang menjadi masalah sekarang bagi Aneta adalah Elon masih tertidur. Dia tak mungkin mengganggu waktu tidur cowok itu.

Bagaimana pun dia sangat khawatir. Siswa D'Graham yang licik itu telah melemparkan kaca kepada Elon dan ternyata membuat luka di kepala Elon. Meski sudah sempat Elon obati, tetapi Aneta masih merasa harus memastikan bahwa Elon baik-baik saja.

"Argh!"

Aneta terkejut. Baru saja Elon menggeram.

"Hah. Astaga." Elon turun ke bangkunya, duduk dengan mata yang masih berusaha terbuka sempurna. Tak lama kemudian dia berbaring lagi dengan dua bangku yang membuat bagian tengah tubuhnya tak terdapat tumpuan apa pun. Akhirnya, dia kembali duduk sambil mengusap tubuh bagian sampingnya. Dia lalu bertopang dagu dan langsung memandang ke tempat Aneta.

Tadinya dia ingin memastikan apakah Aneta masih ada di kelas atau sudah pergi dengan yang lain karena kelas terasa kosong, tetapi cewek itu ternyata memandangnya dengan pandangan ragu-ragu.

Elon menaikkan alisnya tinggi-tinggi. "Apa, Net?"

Semalam, Aneta telah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak canggung lagi di depan cowok itu. Dia akhirnya berdiri dan berhenti di samping Elon. Cowok itu sampai mendongak untuk menatapnya. Aneta memperhatikan luka di kepala Elon yang tertutupi oleh rambut tebalnya. Namun, karena tak bisa melihat dengan jelas, akhirnya Aneta memberanikan diri untuk menyentuh helai demi helai rambut cowok itu.

Tubuh Elon langsung kaku, tetapi tetap membiarkan Aneta memegang rambutnya. Dia menatap meja dan tak berani melihat mata Aneta seperti sebelumnya.

"Apa masih sakit?" tanya Aneta, tetapi Elon tak menjawab. Aneta akhirnya melihat luka kecil di kepala Elon yang sudah dibaluri obat. Goresannya memang tak sebesar yang dia takutkan. Malah terhitung kecil. Wajar luka sekecil itu banyak mengeluarkan darah karena ada banyak pembuluh darah di kulit kepala. Aneta akhirnya bisa lega. Apa yang terpenting adalah sudah tak ada lagi darah yang keluar. Aneta menarik tangannya kembali.

"Coba pegang lagi," pinta Elon.

Aneta terdiam sesaat. "Apa...?"

"Pegang." Elon mengarahkan rambutnya pada Aneta. "Rambut gue yang deket luka."

"Oh...." Meski agak bingung, Aneta tetap menurut. Dia memegang rambut yang dekat dengan luka Elon. Hanya beberapa detik. Aneta menarik tangannya kembali.

Elon segera menegakkan punggungnya karena tak ada lagi sentuhan dari Aneta, lalu dia memegang kedua pergelangan tangan Aneta dan membolak-balikkannya. Masih ada bekas merah di sana.

"Udah. Enggak apa-apa, kok," balas Aneta. Kulit mereka yang bersentuhan membuat hatinya berdesir.

"Udah lo obatin dengan obat yang kemarin, kan?" Elon mendongak.

"Iya," balas Aneta sambil berpaling. Tubuhnya lemas. Pun dengan kedua tangannya yang masih dipegang oleh Elon.

"Lo bawa?" tanya Elon lagi dan Aneta langsung menggeleng pelan. Elon melepaskan tangan Aneta dengan enggan. Tak ada lagi alasannya memegang tangan cewek itu. "Lo nggak ke kantin?"

"Ini mau."

"Ayo bareng kalau gitu," kata Elon sambil berdiri. "Mau, kan?"

Aneta mengangguk dan mengikuti Elon dari belakang. Kepalanya semakin berisik.

"Yang lain udah pada pergi? Nggak bareng temen-temen lo?"

"Iya, tadi gue mau nyelesaiin catatan dulu." Aneta berhenti di dekat mejanya dan segera mengambil dompet mininya. Dia melirik bukunya di atas meja. Catatannya belum selesai. Dia membiarkan bukunya begitu saja dan buru-buru menghampiri Elon yang menunggunya di pintu.

Mereka mulai pergi. Aneta tak berani berjalan di samping Elon dan memilih untuk tetap di belakang cowok itu. Dia tak tahu apa yang dia rasakan saat ini. Selalu ada keinginan untuk berteriak, tetapi hanya bisa dilakukannya dalam hati. Dia juga ingin berjingkrak, tetapi hanya bisa dia lakukan dalam khayalan.

Elon melirik sampingnya. Tak ada Aneta. Dia ingin menoleh, tetapi dia urungkan ketika mendengar suara seseorang yang tak asing.

"Elon siapa, tuh? Pacar baru, ya?" Vera, siswi kelas X IPA 6 yang saat ini menongkrong dengan beberapa temannya di bangku koridor.

"Ngomong sama gue?" tanya Elon sembari menyentil jidat Vera dan langsung kabur begitu saja.

"Jidat gue!" teriak Vera sambil mengusap-ngusap jidatnya.

Siapa? Aneta melewati Vera sambil menunduk, terus bertanya-tanya dalam hati dan merasakan hatinya agak sakit.

Kenapa Elon akrab dengan cewek itu?

Kenapa Elon menyentil dahinya?

Kenapa...?

Suasana hati Aneta berubah. Ditatapnya punggung Elon tanpa bisa mengatakan apa pun. Seharusnya dia paham bahwa Elon mudah bergaul. Sudah pasti Elon mudah mendapatkan teman yang banyak tanpa peduli gendre.

Namun, Aneta masih merasakan hatinya tak nyaman.

Nyut. Terasa lagi. Dia mendongak. Ingin membuang jauh-jauh perasaan yang seharusnya tak muncul. Memangnya siapa dirinya untuk Elon? Aneta bertanya pada dirinya sendiri agar dia bisa tahu diri. Pandangannya tertuju pada beberapa siswi seangkatannya yang terang-terangan memandang Elon. Mereka tersenyum, tertawa-tawa, dan beberapa mendorong seorang cewek. Kemudian cewek yang didorong itu memukul tangan temannya dengan salah tingkah.

"Ayo maju. Samperin, gih."

"Gue, kan, udah bilang berkali-kali! Elon tuh cuma kebetulan satu SMP sama gue. Kami nggak pernah saling ngomong."

Aneta menatap cewek yang bicara terakhir. Mereka tak sengaja berpandangan. Cewek itu langsung menatap temannya. Aneta juga segera berpaling.

"Siapa, tuh.... Tatapannya gitu banget."

"Iya, gue juga merhatiin. Sinis banget."

Hah? Aneta terkejut. Dia tak menyangka tertangkap basah telah memandang orang lain secara terang-terangan. Dia merasa hanya melihat dengan tatapan biasa. Orang lain selalu beranggapan seperti itu tentangnya.

"Kenapa lo malah jalan di belakang gue?" tanya Elon sambil menoleh dan memelankan langkah hingga akhirnya langkahnya dengan Aneta jadi sejajar. "Jalannya barengan aja. Sini."

Aneta ingin berteriak sekencang-kencangnya.

"Iya," katanya dengan suara dan tatapan yang datar.

***

.

.

Alooo

Kalian tipe yang suka konflik atau tidak?

hoho tadinya cerita ini tuh bakalan dikit dan santai, tapi ah sudahlah. jariku hampir bocorin apa yang terjadi ke depannya

sampai ketemu di part selanjutnya <3

 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro