18
by svrinai
part of zhkansas
...
Aneta mengeluarkan tangannya dari tasnya. Dia tak punya pilihan lain, tetapi dia tak mau menyentuh tangan Ian. "Gue harus ke mana?"
Ian berdecak karena tangannya diabaikan dan dia memilih untuk tidak mempermasalahkan itu sekarang. Setelah tiba di D'Graham nanti, Ian akan bebas mengancam Aneta sehingga cewek itu tak akan punya pilihan selain menerima semua kemauannya..
"Ikut gue." Ian mulai melangkah dan Aneta ikut di belakangnya. "Jalan di samping gue. Ngerti?"
Aneta tak bisa menolak. Di sepanjang perjalanan menuju SMA Cendei D'Graham itu, Aneta memilih untuk diam ketika Ian mengajaknya bicara. Ian belum pernah mengatakan tujuan dari rencananya itu, tetapi Aneta pikir Ian dan teman-temannya di D'Graham merencanakan sesuatu untuk menarik perhatian Elon.
Aneta tak tahu apa yang akan terjadi di sana nantinya. Dia juga mengikuti kemauan Ian bukan karena percaya bahwa Ian akan melepaskan Geisha begitu saja jika dia mengikuti Ian. Aneta tak punya pilihan lain selain tetap ikut. Dia bisa saja menolak dan segera menghubungi cowok-cowok di IPA 5, tetapi Aneta juga tak bisa membiarkan Geisha sendirian di tempat asing itu. Bagaimana jika mereka benar-benar melukai Geisha di sana jika Aneta tak menuruti kemauan Ian?
Aneta sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana menjijikkannya teman-teman Ian ketika membicarakan perempuan.
Meski diancam untuk tidak memegang ponsel, tetapi Aneta tak bisa untuk tidak melakukannya secara diam-diam. Tangan Aneta berusaha masuk ke dalam tas selempangnya di setiap kali punya kesempatan. Dia akan selalu melihat ke depan agar Ian tak curiga.
Tangannya menyentuh layar terus menerus tanpa melihatnya sedikit pun dan hanya bermodalkan ingatannya mengenai tata letak kode, huruf-huruf, dan aplikasi. Dia gagal sekali ketika memasukkan pola sandi ponselnya. Dia tahu lewat getaran kecil di ponselnya itu.
Aneta akan ketahuan jika menghubungi Elon lewat panggilan karena suara ketika dia memanggil bisa saja didengar oleh Ian. Akhirnya, Aneta mengetik pesan kepada Elon. Meski tak tahu di akan benar-benar berhasil atau tidak, tetapi dia berusaha untuk mencoba.
Aneta: csndei
Aneta: yg oojg
***
"Hoaaam." Mulut Mulyo menganga lebar. Key buru-buru mencabut dedaunan di sampingnya kemudian dia masukkan ke dalam mulut Mulyo hingga temannya itu langsung memuntahkannya berkali-kali.
"Sialan lo!" seru Mulyo dan langsung menghajar Key. Sementara Key terbahak-bahak sembari berusaha menghindar sampai dia merangkak di atas rerumputan taman.
Angin pelan yang berembus di taman STARA sore itu seolah sedang menghipnotis Elon untuk tidur. Dia memegang ponselnya yang masih menjalankan sebuah permainan offline. Genggamannya pada ponsel melemah karena rasa kantuk sampai akhirnya ponsel itu jatuh tepat di atas jidatnya hingga membuatnya langsung terduduk dengan perasaan tak nyaman di jantung dan juga keningnya.
"Argh," erang Elon sambil mengusap-usap jidatnya, lalu melirik Mulyo yang masih mengejar Key sambil memegang sebuah batu. Sementara satu temannya yang lain, Rangga, sedang tertidur dengan tenang tak jauh darinya.
Elon menggeser tubuhnya dan menyandarkan punggungnya di pohon. Dia ingin memainkan game online sekarang. Satu-satunya game yang menetap di ponselnya adalah sudoku. Jika dia ingin memainkan game lain, maka dia harus mengunduhnya dulu dan setelah selesai memainkannya dia langsung menghapusnya sebelum dia lupa.
Internetnya baru saja dia nyalakan. Dua pesan masuk dari Aneta membuatnya sempat mematung beberapa saat. Dia sedikit gugup. Baru kali ini Aneta menghubunginya.
Aneta: csndei
Aneta: yg oojg
"Dia ngetik ... apa?" tanya Elon bingung sembari terus memandangi layar ponselnya yang memperlihatkan ruang percakapannya dengan Aneta yang masih sedikit.
"Odgj kali?" Key tiba-tiba muncul di samping wajah Elon, membuat Elon langsung menutupi layar ponselnya dengan tangannya.
"Lo dikatain odgj sama Aneta?" Mulyo ikut mengomentari tepat di samping Key.
Elon membelalak dan merasakan seseorang di sisi lain. Dia menoleh pelan. Sejak kapan Rangga bangun?
"Pis," kata Rangga sambil mengangkat dua jarinya membentuk huruf V dengan wajah baru bangun tidurnya itu dan tanpa ekspresi sama sekali.
Walau Elon berusaha menjauhkan ponselnya, tetapi tiga orang itu berusaha mengintip.
"Perasaan gue nggak enak," bisik Elon setelah membaca ulang kata csndei. "Ini jelas Cendei. Kesalahan kata apa lagi kalau bukan kata Cendei?"
"Eh, iya, bener juga, ya? Coba yang satunya," kata Key.
Elon mengernyit. Tadinya dia bingung dengan huruf pertama dan kedua ditambah ada spasi. Namun, huruf awal yaitu Y yang paling dekat dalam keyboard QWERTY adalah T. Sementara huruf terakhir yaitu G bukanlah kesalahan ketik. Spasi yang ada di sana termasuk kesalahan ketik. Elon langsung merujuk kepada satu kata yang paling dia hindari.
"Tolong...?" Elon teringat kejadian hari itu di mana dia dan Aneta kabur dari para siswa Cendei yang mengejarnya. Elon kesal kepada dirinya sendiri karena telah membuat Aneta berurusan D'Graham. Dia mencoba menghubungi Aneta dan berharap segera diangkat cewek itu.
"Jangan sampai tragedi tawuran antara SMA Cendei dan STARA kembali terulang," kata Key. "Ya, walau dulu bukan karena cewek, sih."
"Yang anak STARA dibunuh sama anak Cendei itu?" tanya Mulyo.
"Iya!" seru Key.
"Bukan! Kelompok STARA nggak pernah ikut tawuran dalam kejadian itu," kata Mulyo. "Waktu itu, anak STARA yang dibunuh ikut dalam kelompok SMA Otomanabu. Dia satu-satunya dari STARA karena temenan sama SMA Otomonabu yang lagi tawuran. Jadi tawuran cuma antara Otomonabu dan Cendei dan nggak ada hubungannya dengan kelompok tawuran STARA, tapi satu-satunya anak dari STARA itu justru yang kena bacok sama anak Cendei dan akhirnya meninggal."
"Lo tahu banget, ya, sejarahnya?" tanya Rangga.
Hidung Mulyo memanjang. "Iya, dong!" Jawabannya itu membuat Key berdecih karena merasa kalah dalam sejarah STARA.
"Aneta dalam bahaya." Elon segera berdiri dan menarik ranselnya di atas rumput karena nomor Aneta tak aktif sama sekali. Ponsel Aneta dalam keadaan mati.
"Lo mau ke mana?"
"SMA Cendei," balas Elon. Dia yang tadinya ingin melangkah, jadi urung setelah menyadari siapa pemilik suara yang barusan bertanya.
Bukan Key, Rangga, apalagi Mulyo yang suaranya masih setengah ringan seperti suara anak-anak. Elon memandangi sekitar. Ketika melihat Key dan yang lain sedang mengangkat wajah mereka, Elon ikut mendongak.
Di atas sana, di sebuah dahan pohon, duduk seorang cowok yang tak lain adalah Malvin.
Malvin menyandarkan kepalanya di batang pohon sambil menguap. "SMA Cendei?"
"Saha, euy?" tanya Key sembari memicingkan mata. Dia membelalak setelah akhirnya bisa melihat seniornya itu dengan jelas. Seorang senior yang problematik. "Ah, suhu!" seru Key, kegirangan.
Key tak tahu saja bahwa sosok yang menjadi panutannya itu adalah kakak kandung temannya sendiri.
"Sejak kapan lo di situ?" tanya Elon dengan heran.
"Sejak gue jadi anak STARA," balas Malvin.
Key menyikut rusuk Elon. "Kok lo nggak sopan sih sama senior? Nanyanya yang sopan, dong. Hah."
"Gue harus buru-buru." Elon segera melangkah. Dia tak mau siapa pun dari Geng Rahasia terlibat dalam urusannya, termasuk Malvin. Apalagi jika kejadian ini sampai ke telinga Tigris.
Dia harus berhenti ketika satu senior lain muncul. Senior yang paling resek.
"Mau ke mana?" tanya Erfan. "Gue tadi denger lo nyebut-nyebut nama adik Vina."
"Vina siapa?" Pikiran Elon sedang tidak keruan sekarang. "Minggir."
Mulyo mendengkus. "Eh, belakangan ini dia tuh mencurigakan. Nguntit lo terus." Bibir Mulyo bergerak manyun di dekat telinga Elon dan matanya sinis ketika melirik Erfan. Dia juga tak suka dengan satu seniornya itu.
"Mau ke SMA Cendei, kan?" tanya Erfan setelah langkahnya dan Elon sejajar. "Kalau gitu ayo! Apa pun masalah lo, jangan pernah percaya sama mereka."
"Gue ikut."
Elon berhenti dan melihat kakaknya sudah turun dari pohon dan sedang melangkah ke arahnya.
"Boleh, kan?" Malvin mengangkat tinjunya, membuat Key semakin semangat untuk ikut. "Kebetulan banget. Belakangan ini gue butuh samsak."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro