16
by svrinai
part of zhkansas
...
Semua guru yang seharusnya mengajar sedang rapat di jam pelajaran kali ini. Guru yang mengajar di kelas X IPA hanya memerintahkan kepada murid kelas itu untuk belajar sendiri sampai rapat selesai. Hanya beberapa orang yang menjalankan perintah tersebut, termasuk Aneta yang saat ini berusaha fokus untuk membaca teori dari buku paket.
Benar. Dia sedang berusaha fokus. Di belakang sana ada beberapa murid yang terdengar asyik bercengkerama walau terkadang ada yang bertengkar kecil. Alona, Dania, Rangga, Mulyo, Key, dan bahkan Geisha yang pasrah saja ketika Dania menariknya untuk duduk di lingkaran itu.
Dan satu lagi yang tak mungkin tak ikut; Elon.
Cowok itu yang menjadi penyebab Aneta menolak ajakan Alona untuk ikut dalam permainan truth or dare. Meskipun Aneta belum pernah memainkan permainan itu. Ketika SMP, dia hanya melihat para murid melingkar dan memainkan permainan itu dengan berbagai keseruan. Hanya saja Aneta tak begitu memperhatikan karena dia lebih fokus mengerjakan tugas sekolah.
"Aneta! Lo juga sini, dong. Ikut main!" seru Alona sembari bangkit dari duduknya, lalu dia menghampiri Aneta dan memeluk lengan cewek itu. "Ayooo, biar genap delapan orang. Geisha aja mau masa lo sebagai teman sebangku gue nggak mau?"
Aneta meneguk ludah. Tampaknya memang menarik. Dia menoleh pelan ke belakang sana dan melihat Elon sedang duduk bersila sambil bertopang dagu dan melihat ke arahnya dengan alis terangkat tinggi-tinggi.
"Enggak, ah," balas Aneta saat dia kembali menatap ke depan dengan buru-buru.
"Ayo, dooong!" Alona menarik pelan lengan Aneta.
"Ya udah." Aneta menutup bukunya dan menatap Alona dengan tatapan pasrah.
Alona tersenyum. "Ikhlas, kan?"
"Iya," balas Aneta, lalu dia berdiri dengan gugup.
"Yeeey, akhirnya Aneta mau ikut. Sekali-kali main biar seru jangan belajar mulu!" Dania bertepuk tangan dengan senang sembari melirik Elon. "Kayaknya ada yang senang banget, nih."
Semua yang mendengar Dania tak mengatakan apa-apa. Mereka cukup tahu saja siapa yang Dania maksud. Aneta mengisi bagian yang kosong, tepat di samping Alona. Akan tetapi, dia jadi bergeming sesaat ketika menyadari dirinya berhadapan lurus dengan Elon.
"Oke, sekarang kita berdelapan, ya." Alona menepuk tangannya satu kali. "Sesuai kesepakatan awal gue yang akan mulai putar botolnya."
"Gue, woi!" sahut Key.
"Kan dari awal udah sepakat kalau gue bisa manggil yang lain main gue yang mulai!"
Mulyo memegang ujung botol. "Kalau gitu gue aja."
Rangga merampas botol. "Ah, berisik kalian."
"Geisha handphone lo mana? Mau foto dulu." Dania menengadahkan tangannya ke arah Geisha.
"Ah, gue kan lupa bawa," balas Geisha.
Para pemain sedang sibuk dengan urusan masing-masing, kecuali Aneta dan cowok yang ada di depannya. Hanya mereka yang diam. Walau tak melihat langsung, tetapi Aneta merasa bahwa Elon sedang menatapnya. Aneta mencoba berani dengan memandang cowok itu dan benar saja Elon tengah memandangnya. Bahkan cowok itu tak memalingkan pandangan sedikit pun ketika ketahuan.
Aneta mengangkat alisnya. Ketika Elon tersenyum kecil, Aneta langsung mengalihkan perhatiannya ke arah lain.
Dia kalah telak.
"Oke!" Alona penepuk tangannya dengan kencang sehingga yang lain diam dan memperhatikannya. "Kita buat kesepakatan. Dare nggak boleh yang aneh-aneh apalagi sampai bikin pemain atau orang lain celaka. Bagi yang nggak bisa jawab pertanyaan truth, harus dihukum dengan cara hem... ada saran?"
"Angkat dua tangan sampai permainan selesai," kata Key. "Mampus yang bau ketek siang-siang gini mau nggak mau bakalan jawab."
"Ah, jangan lah. Hukuman yang lain," kata Mulyo, keberatan.
"Vote. Yang setuju saran Key angkat tangan," kata Alona.
Semua setuju kecuali Mulyo. Cowok itu langsung menjepit wajah Key di ketiaknya.
"Permainan dimulai." Alona mengusap tangannya, lalu mulai menaruh tangannya di botol. Dia memutar botol itu. Botol itu berputar berkali-kali, semakin lama semakin pelan dan membuat para pemain menunggu dengan serius dan gugup, sampai akhirnya botol tersebut berhenti dan mengarah kepada Aneta.
Pemain lain langsung lega. Sementara Aneta membelalak bersamaan dengan perasaannya yang tak keruan.
"Truth or dare?!" tanya Alona dengan semangat.
"Dare...?" balas Alona ragu-ragu.
"Ehehehe." Alona tertawa bagai iblis, membuat perasaan Aneta jadi semakin tak enak. "Maki Elon dengan kata-kata kasar."
"Hah?" Aneta terkejut. Elon juga ikut terkejut. Sementara pemain lain dan beberapa murid—yang menonton diam-diam—tak menyangka dengan dare yang Alona berikan.
Aneta meneguk ludah. Dia menyadari semua memandangnya. Suasana jadi hening. Pikiran Aneta jadi kosong. Ditatapnya Elon yang juga memandangnya dengan tak sabar.
Aneta menatap Elon dengan wajah tegang. "Hei, b—berengsek."
"Pfft!" Elon menutup wajahnya dengan satu tangan dan suara tawa yang sedang berusaha dia tahan masih terdengar.
"Lo diketawain Elon masa?" Dania memprovokasi Aneta.
Aneta tak nyaman dengan suasana asing ini. Tak nyaman yang dia rasakan itu bukan dalam artian buruk, tetapi sebaliknya. Perasaan tak nyaman karena Aneta belum pernah berada di situasi seperti ini. Bermain bersama beberapa teman dan merasakan suasana seru yang lain.
"Lucu banget dia," bisik Elon pada Key.
"Udah, kan?" tanya Aneta sambil menyentuh botol, mengalihkan pikirannya dari ucapan Elon yang samar-samar dia dengar. "Permainan gue lanjut. Langsung gue putar, kan?"
Aneta memutar botol dan botol itu mengarah ke Mulyo. "Truth or dare?"
"Truth!" balas Mulyo semangat.
"Apa lo pernah BAB di celana?" Aneta menanyakan hal pertama di pikirannya.
Kedua sudut bibir Elon terangkat, membuat Aneta jadi berpikir alasan mengapa Elon menahan tawa. Apakah karena pertanyaannya yang tak terduga? Aneta jadi menyesal dengan pertanyaannya yang spontan itu kepada Mulyo. Aneta sendiri tak menyangka pertanyaan itu keluar dari mulutnya.
"Pernah!" jawab Mulyo tak kalah cepat. "Semua orang yang lahir di dunia ini pernah, dong. Emang kalian waktu bayi langsung bisa jongkok? Langsung bisa jalan sendiri ke WC? Hebat, dong."
"Lo pernah berak celana waktu SMP. Lo bilang sendiri!" seru Key.
"Ah, itu waktu itu camp di alam bebas! Gue nggak bisa di tempat nggak biasa makanya gue tahan, tapi dia mandiri. Keluar sendiri," jawab Mulyo asal ceplos. Dia lalu memutar botol dengan kencang hingga membuat botol itu berhenti lama. Ketika mendapati botol itu mengarah kepada Key, Mulyo mengangkat tangannya ke atas kemudian mengayunkan sikunya ke belakang dengan perasaan gembira.
"Truth or dare?" tanya Mulyo pada Key. Dalam hati, dia berharap Key memilih dare agar permainan semakin seru.
"Truth, lah!" balas Key dengan cepat. "Masa dare."
Jika dilogikakan, Key dan kawan-kawan tak akan mungkin memilih dare karena bagi mereka tak ada yang perlu mereka sembunyikan.
"Ah, sial." Mulyo menarik rambutnya. "Siapa nama cewek yang lo suka dengan serius."
Key menaruh kepalan tangannya di depan mulut, lalu berdeham. "Kak Gemala."
"Serius, goblok."
"Iya, anjir. Kak Gemala! Gue serius!"
Mulyo menyenggol lengan Key. "Gue pikir lo cuma bercanda selama ini ngegodain Kak Gemala. Kalau gitu, gue beneran anggap lo rival serius karena gue juga mencintai Kak Gemala dengan setulus hati gue."
Alona yang paling shock karena kakak kelas yang mereka bicarakan adalah primadona sekolah. "Heh, emang Kak Gemala mau sama kalian?"
Mulyo dan Key langsung menghentikan pertengkaran kecil mereka.
"Sekarang giliran gue." Key memandang botol itu dengan cermat, memikirkan sebesar apa tenaga yang harus dia kumpulkan agar botol itu menunjuk Alona. Setelah di kepalanya muncul berbagai rumus yang tak pernah ada, Key mulai memutar botol itu kemudian berhenti di Elon.
"Ini mah nggak dapat hati, tapi jantung!" seru Key kegirangan lalu menatap Elon dengan senyuman iblis. "Truth or dare?"
Elon menghela napas panjang. Dibanding memilih truth di mana dia harus jujur, Elon memilih yang lain. "Dare."
"Sebut satu nama cewek, terus bilang ini ke dia di depannya langsung, "gue cinta sama lo. Gue nggak bisa hidup tanpa lo. Please, tunggu gue sampai dewasa biar bisa nikahin lo." Key menerima bunga yang dilemparkan ke arahnya oleh murid lain, lalu dia berikan kepada Elon. "Sambil sodorin ini."
Elon mengambil bunga itu. "Di depannya langsung?"
"Iya!"
"Hah...." Elon melirik Aneta, yang dilirik langsung memalingkan wajahnya yang tegang itu. "Cewek mana pun? Terserah?"
"Iya astaga lo banyak tanya banget. Ehe. Lagi salting lo, ya?" ejek Key.
Mulyo dan Key berdiri. Mulyo mengarahkan kamera ponselnya pada Key. Rangga ikut dan menyodorkan botol di depan bibir Key.
"Di belakang saya sekarang, ada seorang siswa kelas X IPA 5 di SMA Tabula Rasa yang sebentar lagi akan menyatakan cinta kepada gadis idamannya."
"Kalian midioin, ya? Ihhh!" Dania teriak dan kabur dari tangkapan kamera ponsel. Dia berdiri di samping Mulyo dan benar saja ketiga cowok itu merekam Elon.
"Ah, sial. Nggak usah aneh-aneh!" teriak Elon sambil menutup wajahnya.
"Seperti yang penonton lihat, siswa bernama Elon sedang malu-malu kucing. Oh, lihat! Dia bangkit! Berdiri! Sepertinya siswa tersebut mulai memberanikan diri untuk menguatarakan perasaannya kepada gadis impiannya. Siapakah gerangan gadis tersebut? Apakah gadis cantik nan imut yang saat ini dia pandangi? Oh, tidaaak! Gadis yang dia pandangi juga malu-malu kucing dan ingin kabur dari hadapan sang pemberani Elon!"
Gila. Mau gila rasanya. Aneta tak sanggup berada lama-lama di ruangan itu. Murid-murid kelas menjadi antusias dengan tontonan gratis di hadapan mereka. Aneta berdiri, berusaha untuk tidak berada di dekat Elon karena khawatir dirinya masuk dalam video.
Selain itu, Aneta jadi salah tingkah. Dia merasa terlalu yakin bahwa Elon akan mendatanginya karena cowok itu sering menatapnya. Aneta tak mau salah paham dan berusaha untuk memikirkan hal lain.
"Aneta."
Aneta berhenti karena terkejut.
Kelas itu pun menjadi hening setelah mendengar Elon akhirnya menyebut satu nama cewek.
Aneta berbalik dengan jantung yang berdegup kencang. Dia semakin tak berkutik ketika Elon mendekat kepadanya, menyodorkannya setangkai bunga, dan memandang sepasang matanya dengan lekat-lekat.
"Gue cinta sama lo. Gue nggak bisa hidup tanpa lo. Sekarang ini gue nggak bisa ajakin lo pacaran karena alasan tertentu, tapi please tunggu gue jadi dewasa biar bisa langsung nikahin lo, Aneta."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro