Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12

by svrinai

part of zhkansas

...

Aneta merasa pegal di kakinya mereda setelah memakai plester pereda nyeri itu selama beberapa jam. Dia tak perlu merasa khawatir lagi memulai perjalanan yang cukup panjang menuju kantin sekolah.

Istirahat pertama mulai berlangsung. Satu per satu siswa-siswi kelas IPA 5 mulai keluar kelas. Aneta berdiri dari bangkunya setelah merapikan barang-barangnya ke dalam tas. Diambilnya ponsel dan juga dompet kecilnya di dalam tas, lalu dia keluar dari perantara kursi dan meja.

Alona langsung meraih tangan Aneta. "Ayo, Net. Gue bakalan bantuin lo jalan."

"Ayo, El. Gue bakalan bantuin lo jalan." Key mengulang perkataan Alona kepada Elon sambil memegang tangaan Elon yang masih setengah sadar.

Bukannya mengikuti alur keusilan teman sebangkunya itu, Elon justru memberikan tamparan keras di punggung tangan Key hingga membuat Key terkejut saking perihnya. "Sialan lo."

"Haha. Rasain!" seru Alona sembari menarik Aneta. Dania mengikuti mereka di belakang sambil menggndeng tangan Geisha yang menurut saja.

Aneta melirik cowok-cowok di belakang ketika melangkah keluar dari kelas. Dia melihat Elon sedang menguap. Mata cowok itu tertutup. Kedua tangannya terangkat tinggi-tinggi untuk merenggangkannya karena baru bangun tidur. Satu tangannya turun ke perut dan mulai mengangkat kemeja dan kaosnya bersamaan hingga perut rata cowok itu terlihat sedikit, membuat Aneta langsung memalingkan wajahnya dengan buru-buru karena malu.

"Kaki lo pegel-pegel kenapa? Habis lari, ya?" tanya Alona.

"Kaki lo pegel-pegel kenapa? Habis lari, ya?" Key yang tiba-tiba saja berjalan di belakang mereka dan kembali memancing amarah Alona dengan mengulang perkataan cewek itu.

Alona menoleh dengan kesal. "Bisa diem nggak, sih? Dari tadi minta di-smackdown?" Dilihatnya Key juga mengikuti gerakannya, yaitu menggandeng lengan Elon sebagaimana Alona menggandeng lengan Aneta. Di belakang dua cowok itu ada Rangga dan Mulyo yang saling bergandengan tangan sambil menyanyikan lagu Mars Perindo.

"Bisa diem nggak, sih? Dari tadi minta di-smackdown?" ulang Key.

Di sampingnya, Elon hanya bisa menahan tawa karena sedikit menikmati tontonan kecil itu.

"Wah...."

"Wah...."

"Sumpah!"

"Sumpah!"

Kepala Aneta terasa pening. Dia paling tidak suka dengan ejekan seperti mengulang perkataan orang lain karena itu yang paling menyebalkan baginya. Saking kesalnya, dia menoleh untuk menatap Key. Namun, pandangannya justru terkunci pada Elon.

Aneta kembali menghadap ke depan dan mendekatkan kepalanya pada Alona. "Nggak usah digubris. Anggap aja dia monyet gila," kata Aneta setelah teringat Elon pernah mengatakan sesuatu tentang monyet.

"Kalau monyet gila harus lari, dong?" tanya Alona.

Aneta menggeleng cepat. "Jangan! Nanti dikejar. Mau?"

"Itu lebih ngeri, sih!" seru Alona dengan suara pelan.

Key memicingkan mata. "Ngomong apaan, sih, kalian? Bisikin juga dong!"

Alona menoleh saking tak bisa lagi menahan kekesalannya. "Ngiming ipiin sih kiliin? Bisikin jigi ding."

"Ngiming ipiin sih kiliin? Bisikin jigi, ding," ulang Key, membuat Alona menghela napas panjang dan helaan napas panjangnya itu pun diikuti oleh Key di belakang sana.

"Net, gue nggak tahan. Mending kita kabur dan cari tempat aman di kantin yang nggak memungkinkan buat mereka deket-deket."

"Ayo...." Aneta membiarkan tangannya digenggam oleh Alona. Di belakang mereka, Dania juga ikut berlari sambil menarik Geisha.

Elon ingin berteriak untuk melarang Aneta lari, tetapi tak terealisasikan karena fokusnya teralihkan pada Key yang ingin mengejar empat siswi itu. Elon menahan lengan Key yang masih terkait dengan lengannya.

"Kenapa lo tahan woi mau gue kejer!" seru Key.

"Gendong gue dulu," balas Elon sembari memasang wajah bodo amat.

"Sengaja lo, ya?" tanya Key dengan suara pelan dan raut wajah putus asa karena dia sudah tahu akan kalah dari Elon yang kekuatannya jauh lebih kuat dibanding dirinya.

***

Di antara empat siswi itu, dua di antaranya yaitu Dania dan Alona merasa senang mendapatkan meja yang dekat dengan perbatasan kelas X dan XI dalam kantin itu. Itu adalah tempat di mana mereka bisa melihat situasi siswa-siswi kelas XI. Kakak-kakak kelas cewek yang melihat cara merias rambut mereka saja sudah terasa karismanya. Kakak-kakak kelas cowok yang memiliki ketampanan di atas rata-rata menjadi sesuatu yang baik untuk sekadar mencuci mata. Wangi parfum dari senior kelas XI yang ada di balik tembok setinggi hampir satu meter itu sudah terasa mahalnya.

"Gila...." Dania memegang kedua pipinya, terlalu senang. Kabur dari Key yang membuat Alona kesal kini berbuah manis.

"Lalat." Geisha mengarahkan sumpitnya ke atas makanan Dania yang terdapat madu, lalu mengambil hewan itu dengan sumpitnya dan diarahkannya ke depan wajah Dania. "Lalat mati di makanan lo."

"Hua! Kok bisa?" teriak Dania, terkejut. Raut terkejutnya berubah menjadi terheran-heran. "Itu bukan lalat Geisha sayang, tapi lebah."

Aneta makan dengan lahap, tetapi pikirannya juga tak bisa diam. Dia sedang bertanya-tanya, mengapa kantin pun areanya dibatasi tiap tingkatan oleh STARA.

"Na! Na! Lihat yang barusan lewat?!" seru Dania dengan suara pelan ketika seorang senior memasuki area kantin kelas X.

"Mana? Mana?" Alona langsung menggerakkan kepalanya dan melihat punggung senior yang barusan lewat. "Wah, dari belakang aja udah gan—lah?!" Hidung Alona berkerut. "Itu mah kakak gue! Dari belakang aja udah kelihatan kayak tuyul."

Meskipun mereka terlihat heboh, tetapi satu pun percakapan mereka tak bisa diketahui oleh Key dan yang lain karena meja mereka cukup jauh dari siswi-siswi itu ditambah lagi suasana kantin yang di isi oleh suara ratusan orang.

"Pada genit banget mereka jadi cewek." Key menatap Alona dan yang lain dengan tatapan sewot. Dia stres karena tak ada lagi Alona yang bisa dia rundung.

Rangga menggeleng sambil berdecak. "Gimana bisa lo disukain anak cewek kalau tingkah lo kayak orang gila."

Elon tersenyum. Dia ingin tertawa, tetapi akan berakibat buruk karena mulutnya penuh dengan makanan yang sedang dia kunyah.

"Lo juga, El!" seru Rangga pada Elon, membuat Mulyo dan Key menahan tawa.

"Lah, kenapa gue?" tanya Elon dengan heran.

Rangga yang duduk tepat di samping Elon, merangkul Elon dan mulai memasang tatapan serius. "Gini. Lo nyadar nggak kalau tingkah lo ke Aneta tuh terlalu caper dan agresif? Gue terang-terangan aja ya sebut namanya. Semua juga tahu lo tuh suka Aneta."

Elon tak bisa berkata-kata bukan karena dia dia tak mau membalas perkataan Rangga, tetapi karena mulutnya kembali penuh oleh makanan sebelum Rangga menyelesaikan kata-katanya.

"Coba lo lihat ke sana, tuh." Rangga menunjuk tempat duduk Aneta dengan mengarahkan pandangan dan menggerakkan dagu. "Dari gerak-geriknya aja udah kelihatan jelas mereka lagi bahas cowok."

Elon menaikkan alisnya. Sama sekali tak mengerti tujuan pembicaraan Rangga. Ada baiknya dia memang diam saja mendengarkan dengan hikmat.

"Lo tahu nggak? Kebanyakan cewek-cewek tuh tertarik sama cowok cool, keren, wangi, apalagi ganteng. Kalau cowok humoris gimana? Itu nggak akan berlaku kalau nggak ganteng!" Rangga menekan kata ganteng saat menatap Key yang sedang makan sambil menggaruk pantat.

"Ngapain lo ngelihatin gue?" tanya Key, kesal.

Rangga kembali menatap Aneta dan yang lain. "Apalagi cewek pendiem kayak Aneta. Dia pasti juga senengnya sama cowok yang tampangnya dingin-dingin gitu, deh. Gampang ilfeel sama cowok agresif. Pasti dia ngomong gini dalam hati selama lo ganggu 'dih apaan, sih?' Kalau dari pandangan gue belakangan ini, tingkah lo bisa aja buat si Aneta jadi ilfeel sama lo. Lo juga agresif banget. Mau cewek atau cowok, nggak ada tuh yang suka dideketin secara agresif."

Mulyo menatap Rangga dengan tatapan heran. "Aneh, kenapa lo tiba-tiba jadi kayak jago banget rangkai kata? Ngaku! Lo siapa? Mana Rangga? Alien kan lo?"

Rangga sama sekali tak menggubris Mulyo dan kembali mengajak Elon bicara. "Lo baru pertama kali suka sama cewek, ya?"

Elon mengangguk perlahan tanpa sadar. Seolah dia terhipnotis untuk harus menjawab jujur.

"Itu wajar, Kawan." Rangga menepuk-nepuk pundak Elon. "Kalau lo butuh saran, tanya aja gue. Gue bakalan bantu, kok."

"Ah, bohong!" teriak Mulyo. "Jangan percaya omongannya. Dia tuh aslinya sudah ditolak sepuluh cewek dari zaman SMP!"

"Diem lo!"

"Eh, bentar, tapi Rangga kayaknya nggak bohong. Dia belajar dari pengalaman, tuh. Sering ditolak sama cewek gara-gara sifatnya yang agresif dan tingkahnya bikin ilfeel," kata Mulyo setelah otaknya akhirnya berjalan baik.

"Diem gue bilang." Rangga menendang kaki Mulyo di bawah meja. "Wei, wei, wei. Ada senior di dekat mereka!"

Tiga cowok lainnya langsung menatap arah pandang Rangga dengan serius. Benar. Meja Aneta dkk sedang didatangi oleh seorang senior yang tak lain adalah Ozi.

Elon mengenal senior kelas XI itu. Dia adalah salah satu dari Geng Rahasia yang jarang berkumpul. Elon bahkan tak pernah bicara dengannya.

"Ei..., dia ngajak Aneta ngobrol," kata Rangga sambil menutup mulut, menahan diri untuk tidak tertawa. Dia tahu yang senior itu ajak bicara adalah Alona, tetapi Rangga sengaja berbohong.

"Alona bukan, sih?" Mulyo sampai memicingkan mata. "Apa mata gue mulai minus, ya?"

"Masa, sih, Alona?" tanya Key, ikut memicingkan mata.

"Hm...." Elon tak menyentuh makanannya lagi dan fokus menatap Aneta. Dia sudah termakan oleh kata-kata Rangga bahwa Ozi mengajak Aneta bicara. Di ingatan Elon, seniornya itu memang jarang bicara, jarang bertingkah, cuek pada sekitar, dan interpretasi dari kata cool seperti yang Rangga katakan.

Elon mengingat-ingat lagi bagaimana ekspresi Aneta jika berhadapan dengannya. Terkadang, cewek itu memang risi karena tingkah Elon yang tak bisa terkontrol jika berhadapan dengan Aneta.

Elon menarik satu kesimpulan bahwa benar jika Aneta ilfeel pada sifat agresifnya selama ini.

***


 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro