Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10

by svrinai

part of zhkansas

...

Aneta akui, pengecualian untuk permasalahan yang Elon alami, apa yang terjadi di antara mereka detik demi detik terasa seru sampai Aneta tak sadar rasa lelah di tubuhnya sudah melebihi batas. Diliriknya tangannya yang masih digenggam erat oleh Elon, lalu cewek itu menatap punggung Elon. Ketika lari Elon semakin pelan dan cowok itu menoleh ke belakang untuk melihat situasi, Aneta langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Mereka nggak ngejar," kata Elon, pelan. Napasnya sudah tak beraturan sekarang. Dia berhenti untuk bernapas lebih baik. Tangan kirinya dia sangga di atas lutut ketika dia menunduk sementara satu tangannya yang lain masih menggenggam tangan Aneta.

Aneta melemaskan tangannya dan dia bisa merasakan bagaimana eratnya Elon menggenggamnya. Pandangan Aneta tak bisa berhenti menatap dua tangan yang masih menyatu.

"Gila. Capek banget," gumam Elon dan perlahan dia melepaskan genggamannya pada Aneta. Kedua tangannya beralih untuk membuka sweternya. Cowok itu lalu mengikat longgar lengan sweter ke lehernya.

Angin tipis melewati mereka. Bau alami dari tubuh ketika seseorang tak memakai parfum atau pun pewangi pada pakaian tercium melewati Aneta, membuat cewek itu bisa merasakan aroma alami Elon ketika dia sedang berkeringat.

Bagi Aneta, ketika wewangian bercampur dengan keringat tubuh manusia maka baunya akan aneh dan membuat pusing. Itu juga alasan Aneta tak pernah memakai parfum dan sejenisnya.

Pandangan Aneta tertuju pada tubuh Elon begitu saja. Elon tak berkeringat banyak padahal cowok itu memakai sweter. Sementara Aneta sudah merasakan baju di balik kemeja putihnya sudah setengah basah oleh keringat.

"Lo kenapa dikejar sama mereka?" tanya Aneta, penasaran akan hal itu sejak tadi. Namun, dia tak mungkin bertanya di situasi genting.

"Biasa. Masalah antar cowok. Hah.... Kayaknya emang nggak pada ke sini." Elon bersandar ke pohon, lalu menoleh. Tangannya terulur kepada Aneta. Khawatir mereka berpisah jika tiba-tiba saja ada sekelompok siswa D'Graham yang muncul. "Ayo pergi. Lo nggak pulang?"

Aneta hanya memandang tangan Elon yang terulur dan tidak menerimanya karena merasa canggung dan ini bukan situasi mendesak. Dia hanya akan merasa malu jika menerima uluran tangan cowok itu.

Elon menarik kembali tangannya dan memperbaiki ikatan sweternya yang—sebenarnya tidak—mengendur.

"Gue kayaknya harus balik ke tempat awal," kata Aneta setelah diam beberapa saat.

"Oh.... Kakak lo?" Elon juga baru ingat itu.

Ponsel Aneta bergetar di dalam tas. Aneta buru-buru mengambilnya dan melihat nama Vina muncul di layar. Untung saja ponselnya tidak berbunyi saat bersembunyi tadi. Jika terjadi, maka itu akan menjadi situasi yang semakin menegangkan.

"Halo?"

"Lo di mana? Gue udah di lokasi, tapi lo nggak ada."

"Ah, iya. Gue tadi ada urusan. Ini mau ke sana. Deket, kok."

"Ck, cepetan." Sambungan itu langsung diakhiri oleh Vina.

Aneta menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas, kemudian menatap Elon. "Gue udah mau balik."

"Gue anter." Elon bersiap-siap melangkah.

"Gue sendiri aja. Lo nggak pulang?" tanya Aneta. Dia takut kakaknya akan salah paham jika melihat Elon. Dia hanya tak tenang saja jika salah satu dari keluarganya melihat dia bersama dengan cowok. Aneta mulai melangkah dan melambaikan tangannya dengan kaku. "Kalau gitu, Dah.... Lo pulang naik apa?"

"Lihat nanti." Elon menyusulnya dari belakang, membuat Aneta menghentikan langkah. Elon juga ikut menghentikan langkah. "Gue ikutin dari belakang aja boleh, kan? Siapa tahu mereka yang tadi masih ngejar," lanjut Elon.

"Oh...." Aneta kembali menghadap ke depan dan meremas roknya. "Oke..., makasih."

Elon tersenyum. "Masama."

Mereka berjalan dengan jarak sekitar sepuluh meter. Sesekali Elon melihat sekitar untuk memastikan keberadaan cowok-cowok D'Graham. Ketika Aneta berhenti di dekat seorang siswi dengan seragam sekolah lain, Elon juga menghentikan langkahnya dan pura-pura memainkan ponselnya.

Elon baru melihat ke arah Aneta ketika cewek itu naik di atas motor kakaknya. Aneta melihat ke arahnya dan Elon langsung melambaikan tangan.

Aneta balas melambaikan tangan, tetapi hanya sebentar. Aneta langsung memalingkan pandangannya ke depan setelah itu.

Setela Aneta tak terlihat lagi, Elon berniat menghubungi teman-temannya satu per satu. Dia menghubungi Key pertama kali, tetapi ternyata Key sedang bersama Mulyo dan Rangga.

Key berhasil lolos. Mulyo bercerita panjang lebar bahwa dia dilepaskan setelah pura-pura menangis histeris disaat ada pria paruh baya yang melewati mereka dan memandang mereka dengan curiga. Rangga juga katanya berhasil lolos. Ketiganya mengomeli Elon karena Elon tak menerima panggilan dari mereka karena semua notifikasi Elon dalam mode diam, membuat mereka khawatir dan berusaha mencari Elon walau berujung gagal karena mereka bersembunyi dari cowok-cowok D'Graham yang terlihat sedang mencari keberadaan Elon juga.

Mereka berempat memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing sebelum cowok-cowok dari D'Graham menemukan mereka yang masih berkeliaran di sekitar sana.

Elon mencari kendaraan umum untuk pulang. Dia berhenti di halte dan duduk di sana. Dia mendengar suara kendaraan yang lalu lalang dan suara percakapan tak jelas dari beberapa orang. Dalam suasana itu, semua ingatannya saat bersama Aneta hari ini terulang hingga membuatnya tak sadar tersenyum.

Ada seorang anak laki-laki berusia sekitar enam tahun sedang bersama ibunya. Mereka duduk di dekat Elon. Anak laki-laki itu memperhatikan Elon dengan saksama, lalu memegang pakaian ibunya dan menarik-nariknya.

"Maaa, kakak itu senyum-senyum sendiri kayak orang gila."

"Ssh, jangan ngomong sembarangan kayak gitu, Nak," sahut ibunya, memperingati.

Anak laki-laki itu tertawa dan melirik Elon lagi. Ternyata Elon sedang menatapnya dengan tatapan datar, tetapi membuat anak laki-laki itu takut. Mulut anak laki-laki itu terbuka lebar, matanya menyipit, lalu tiga detik kemudian suara tangisnya cukup keras untuk membuat orang-orang di sekitar sana memperhatikannya.

Elon terkejut dan langsung mengalihkan perhatiannya ke arah lain. Seolah-olah dia tak tahu apa-apa.

***

Sudah pukul 10 malam dan Aneta sedang berada di dalam selimut tebalnya. Sejak tadi dia dilema antara menghubungi Elon atau tidak. Beberapa kali dia mengambil ponselnya untuk setidaknya mengirimkan Elon sebuah pesan, tetapi gagal karena tidak yakin dengan apa yang ingin dia katakan.

Beberapa kali juga dia sudah menuliskan beberapa kata di ruang percakapannya dengan Elon yang masih kosong, tetapi dia hapus karena tak bisa mengontrol detak jantungnya yang tiba-tiba kencang.

Aneta memejamkan matanya dan memikirkan cara yang tepat untuk menyapa Elon dengan sebiasa mungkin di hari esok.

Aneta tak bisa tidur. Alhasil, ingatan tentang hari ini terputar kembali bagai sebuah film sampai dia tertidur lelap.

***

Buku-buku berserakan di lantai. Rangkap kumpulan soal dan jawaban yang jumlahnya banyak menumpuk di atas meja, hasil unduhan dari website terpercaya yang Elon print karena merasa lebih mudah mendapatkannya di internet.

Meski sudah latihan soal selama beberapa jam, tetapi selama beberapa jam itu dia sedikit tidak fokus.

Dia ingin menghubungi Aneta. Ingin bertanya kabar cewek itu. Apa yang dia lakukan sekarang? Apakah dia sudah tidur?

Ponselnya disita sejak dia pulang sore tadi. Siapa lagi yang melakukan itu jika bukan papanya. Dia juga tak bisa tidur padahal ingin cepat bertemu hari esok. Belakangan ini pola tidurnya memang berantakan. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah menyibukkan dirinya dengan mengerjakan soal agar pikirannya dari Aneta sedikit teralihkan.

Semester 2 ini Papa jadi lebih ketat kepadanya karena meski berhasil mendapatkan peringkat pertama di kelas, tetapi tak berhasil menduduki peringkat 1 paralel. Play station hadiah dari Mama disita juga oleh Papa sejak dua bulan lalu dan akan dikembalikan jika dia berhasil mendapatkan peringkat 1 paralel itu.

Butuh beberapa bulan lagi. Dia harus bekerja keras. Jika tak berhasil kali ini, maka hadiah dari Mama itu akan dihancurkan oleh Papa.

Elon tak seperti kakaknya yang berani berontak pada Papa. Demi Mama, Elon berusaha untuk menjadi anak yang penurut di depan Papa meski itu di luar kemampuannya.

"Ck, bosen." Elon melempar pulpennya ke atas meja. Bahkan komputer juga sudah Papa sita sehingga Elon tak bisa memainkan game bawaan komputer. Elon hanya boleh memakai internet di ruang kerja papanya untuk mencari bahan untuk belajar.

Elon merasakan sesuatu mengalir dari hidungnya. Dia menunduk karena terkejut. Bukan cairan bening seperti yang dia pikirkan, tetapi itu adalah cairan merah.

"Darah...?" Elon mengusap hidungnya hingga darah itu menyebar di punggung tangannya. Pipinya juga jadi terkena darah karena kecerobohannya yang tak langsung mengambil tissue.

Dipandanginya sekeliling. Tak ada tissue. Cowok itu berdiri dan dia terus mimisan. Beberapa tetes darah terjatuh ke lantai. Dia berjalan menuju kamar mandi.

Itu bukan masalah besar. Belakangan ini pola hidupnya memang berantakan.

***


  

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro