06
by svrinai
part of zhkansas
...
Meskipun Elon tidak terang-terangan mengajaknya bertemu, tetapi siapa pun yang mendengar perkataan Elon saat pelajaran matematika tadi akan tahu maksud dari perkataannya itu.
Elon secara tidak langsung mengajaknya bertemu sepulang sekolah dan Aneta sedang gugup sekarang karena bel tanda pulang sekolah baru saja berbunyi. Dia melirik deretan belakang dan Elon masih belum kembali. Dia tak muncul di mata pelajaran terakhir.
Suasana berubah cukup berisik oleh gesekan-gesekan bangku dari siswa-siswi kelas itu yang tak sabar untuk pulang.
"Nungguin Elon, ya?" tanya Dania saat melihat Aneta yang biasanya cepat dalam membereskan barang-barangnya, tetapi kali ini Aneta masih duduk dan membereskan peralatan sekolahnya dengan lamban.
"Apa, sih. Gue mau pulang, kok," balas Aneta sambil memasukkan bukunya ke dalam tas dan bersiap untuk berdiri.
"Eh, tapi Elon beneran belum datang sampai sekarang." Dania merangkul rehel Alona dari belakang.
"Iya, yaaa," balas Alona, lalu dia berteriak pada Key yang sibuk memainkan ponsel. "Temen lo si Elon ke mana?"
Key hanya menatap Alona tanpa mengatakan apa pun, lalu menoleh Mulyo. "Nggak dibales, ya?"
"Iya, nih. Nggak bisa dihubungi. Aduh," balas Mulyo.
"Masa nggak jadi ke warnet? Ayo cepet cari!" Rangga berucap dengan malas, lalu dia berlari kencang keluar kelas. Diikuti Key dan Mulyo.
"Duh, berisik banget." Alona menggeleng dan berdecak, lalu menatap Aneta yang sedang melamun. "Masa lo di PHP-in? Dia tiba-tiba ngilang gitu aja?"
"Jangan salah paham dulu, dong!" Dania cengengesan. "Mana tahu dia lagi nyiapin sesuatu yang spesial. Persiapan untuk nembak Aneta misalnya!"
"Apa, sih? Nggak mungkin gitu," gumam Aneta tak nyaman. Untuk membayangkan perkataan Dania saja dia tak sanggup.
"Tadi gue lihat dia dibawa sama senior."
Alona, Aneta, dan juga Dania memandang Geisha yang tiba-tiba bicara.
"Dengan paksa," lanjut Geisha sambil mengingat-ingat kembali apa yang tak sengaja dia lihat.
"Hah? Serius lo?" Dania membelalak.
Lalu Alona memutari meja depan untuk duduk di samping Geisha. "Jadi, lo lihat Elon dibawa kabur senior dengan paksa? Wah." Tanpa sadar Alona menutup mulutnya, lalu melihat Dania dengan terkejut. "Sepimikiran sama gue?"
Dania mengangguk penuh semangat dan ikut duduk di samping Aneta. "Gue yakin ada hubungannya dengan Geng Rahasia!"
Aneta menggeleng sambil berdecak. Dia memutar tubuhnya untuk menoleh ke belakang agar bisa melihat Alona. "Duh, kalian fanatik banget apa pun soal geng itu yang nggak jelas kayak gimana."
"Anetaaa, dunia ini tuh penuh dengan kejutan," balas Alona sambil mengepalkan kedua tangannya di atas meja. "Mana tahu kan kalau Elon ternyata beneran anggota Geng Rahasia?"
"Apa menariknya, sih?" tanya Aneta heran.
"Hal-hal yang misterius itu menarik, bukan? Sesuatu yang penuh dengan rahasia. Sesuatu yang seperti teka-teki. Sesuatu yang ngebuat lo penasaran!" seru Dania.
"Mirip permainan riddle?" tanya Aneta.
Alona tidak membalas. Dania juga. Apalagi Geisha. Semua itu karena kedatangan dua siswa, lalu disusul tiga siswa lainnya yang berisik.
Aneta hanya terfokus ke Elon dan menjadi gugup karena teringat oleh perkataan terselip perintah dari Elon yang tak bisa dia tolak.
"Ngapain sih lo ngikut gue?" Elon menuju bangkunya untuk mengambil tas.
Sementara Erfan berdiri di ambang pintu. Bersiap untuk menghadang jika saja Elon akan kabur. "Siapa yang ngizinin lo buat kabur. Dia belum selesai ngomong."
"Kakak senior, tolong dong lepasin Elon. Kami tuh mau ke warnet," ucap Mulyo di belakang Erfan, memasang wajah minta dikasihani.
"Apa?" Erfan menoleh ke belakang tanpa berhasil melihat wajah Mulyo. "Siapa lo nyuruh-nyuruh gue?"
Dania membelalak dan menoel tangan Alona. "Kak Erfan ada di sini?" bisiknya. Ditatapnya Geisha dengan perasaan berkecamuk. "Maksud lo Kak Erfan? Senior yang nyulik Elon?"
Geisha mengangguk dengan gerakan lambat. "Iya. Nggak salah lagi."
Dania memberi isyarat kepada Alona lewat gerakan mata sementara yang ditatap hanya menutup mulutnya karena khawatir akan berisik.
Erfan. Nama itu tak lagi membuat Aneta fokus pada Elon yang sibuk menyusun barang-barangnya yang berantakan di meja. Pikiran Aneta jadi tak keruan. Meski tak mau menatap senior yang dia kenal sebagai bajingan nomor satu dalam hidup salah satu anggota keluarganya, tetapi matanya tetap saja tertuju pada cowok itu.
Meski menatap Erfan dengan tatapan yang datar, tetapi tatapannya terlalu kuat sampai bisa dirasakan oleh Erfan, membuat cowok itu langsung mengalihkan pandangannya kepada seorang siswi yang menatapnya nyaris tak berkedip.
Hanya dua detik menatap Aneta, lalu Erfan kembali memandang Elon. "Ah, lama banget lo."
"Lo ngomong sama gue?" tanya Elon dengan marah. Elon selesai memasukkan barang-barangnya ke dalam tas ransel, lalu memakainya dengan kasar. Diliriknya Aneta yang masih duduk di kursinya. Satu-satunya hal yang terlintas di benak Elon adalah Aneta menunggunya sejak tadi.
"Mau ke mana lo?" tanya Erfan ketika Elon melangkah ke barisan Aneta. "Gue nggak akan ngebiarin lo lolos."
Aneta berdiri dan menarik tasnya, membuat Elon refleks menghentikan langkah.
"Gue duluan, ya?" tanya Aneta kepada Alona, Dania, dan juga Geisha. Meski bertanya, dia tak menunggu jawaban ketiga temannya karena Aneta langsung pergi. Tatapannya lurus pada celah di ambang pintu untuk bisa dia lewati.
Erfan masih ada di sana. Dia menarik kaki dan tangannya yang tadinya sengaja dia rentangkan ke samping untuk membiarkan seorang siswi yang tak begitu dia pedulikan agar bisa lewat.
Tadinya.
"Cowok menjijikkan."
Sampai kata-kata itu keluar dari mulut Aneta tepat saat Aneta melewati Erfan. Erfan tak tinggal diam. Dia langsung mencekal pergelangan tangan Aneta karena merasa tersindir.
Siapa lagi yang cewek itu katai selain dirinya?
Erfan menarik Aneta kembali ke dalam kelas dengan kasar tanpa melepaskan cekalannya. "Lo ngomong apa barusan, huh?"
Tegang. Satu kata yang menggambarkan suasana di kelas itu. Semuanya bingung dengan situasi yang tak biasa terjadi pada seorang Aneta.
"Wah, masalah besar. Gi—gimana, nih? Gue nggak tahu apa-apa. Ini sebenarnya kenapa," bisik Dania, gelagapan. Alona menggeleng pelan. Sementara Geisha hanya diam mengamati apa yang sedang terjadi.
Key, Mulyo, dan juga Rangga yang paling banyak omong pun tiba-tiba mereka pura-pura menjadi pilar kembar tiga.
Aneta menarik tangannya. Antara pikiran dan hatinya tak selaras sampai kata-kata tersebut terucap begitu saja. Aneta tak bisa menjawab pertanyaan Erfan yang jawabannya sudah pasti. Dia menarik tangannya, tetapi Erfan makin mengeratkan cekalannya.
"Sepertinya kita pernah kenal sebelumnya," kata Erfan.
"Nggak, tuh," balas Aneta sambil berusaha lepas dari seniornya itu.
Elon yang tadinya hanya diam karena situasi yang tak terduga, kini melangkah dengan lebar menghampiri Aneta dan Erfan. Matanya tertuju pada tangan Erfan yang menyentuh Aneta. Elon melingkarkan jemarinya ke pergelangan tangan Erfan dan dalam waktu singkat ibu jarinya menekan titik nadi Erfan hingga Erfan menoleh kepadanya dengan raut wajah kesakitan.
"Singkirin nggak tangan lo?" tanya Elon penuh dengan penekanan.
Cekalan Erfan pada pergelangan tangan Aneta mengendur, membuat Aneta berhasil lolos dari Erfan dan segera keluar dari kelas itu tanpa mengucapkan apa pun. Dia tak pernah berada dalam masalah serupa, membuatnya hanya fokus untuk melarikan diri dari masalah itu sampai lupa mengucapkan sepatah kata pada Elon yang sudah berhasil menolongnya.
Aneta akhirnya berhenti melangkah untuk kembali kepada Elon, tetapi ketika dia berbalik justru seorang yang tak dia harapkanlah yang muncul di depannya setelah berlari mengejarnya.
"Gue inget sekarang. Lo ... adiknya Vani, kan?" Raut wajah bertolak belakang dengan raut wajah yang ditampilkannya pada Aneta beberapa saat yang lalu. "Dia di mana sekarang?"
Aneta diam sesaat karena rasa terkejut.
Vina. Nama kakaknya bukan Vani.
"Bukan. Gue nggak punya kakak yang namanya Vani." Aneta berbalik dan berjalan dengan langkah cepat. Satu-satunya hal yang penuh di benak Aneta adalah pulang.
Bahkan dia tak lagi memikirkan rencana pertemuannya dengan Elon.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro