02
by svrinai
part of zhkansas
...
Libur panjang telah habis dan Aneta kembali ke SMA Tabula Rasa.
Setelah turun dari bus yang membawanya sampai ke depan STARA, Aneta berjalan dengan langkah lebar dan cepat melewati banyak siswi yang jalannya santai.
Dia datang agak terlambat dari biasanya. Satu yang ingin dia lihat sesegera mungkin, yaitu pengumuman juara kelas. Pengumuman juara kelas yang biasanya diumumkan di portal resmi sekolah kini tidak lagi diumumkan di sana, melainkan di display informasi agar bisa dilihat oleh semua orang.
Tidak banyak yang berdiri memandang display informasi pagi itu. Peringkat siswa-siswi pada masing-masing kelas diperlihatkan berurutan sesuai tingkat dan bergantian setiap 30 detik. Saat informasi peringkat kelas X muncul, pandangan Aneta langsung tertuju ke bagian kelas X IPA 5 dengan gugup.
"Pasti Aneta yang ada di ranking 1." Begitu kata rata-rata murid di kelas kelas X IPA 5 yang membuat Aneta jadi punya ekspekasi akan hal yang sama.
Ekspresi Aneta berubah datar setelah melihat nama yang mengisi posisi pertama. Bukan namanya yang ada di sana.
Melainkan ... Elon.
Cowok yang kesehariannya banyak menghabiskan waktu bermain game.
Cowok yang tak banyak menonjol dalam pelajaran atau sekadar menjawab soal di papan tulis.
Cowok yang sering ketiduran dalam kelas.
Aneta terpaku. Untuk pertama kalinya, dia iri dengan seseorang dan untuk pertama kalinya hatinya terluka akan sebuah fakta.
***
Kelas itu berisik, terutama barisan cowok-cowok yang saling memukul dengan dasi. Di barisan lain para cewek berkumpul menggosip heboh tentang geng rahasia, gosip yang tak pernah berhenti setiap harinya di SMA Tabula Rasa.
Di antara cowok-cowok barisan belakang yang asyik memainkan dasi sekolah mereka, ada satu cowok yang tak bisa melepaskan pandangannya dari ponsel.
Elon. Si peringkat 1 kelas itu. Teman-temannya sudah lelah menggoda Elon atas peringkat yang dia dapatkan sehingga mereka memutuskan untuk mencari aktivitas yang jauh lebih mengasyikan daripada mengusili Elon yang tak peduli sama sekali tentang peringkatnya itu dan lebih memilih bermain game.
Key menurunkan dasinya, tak jadi menyerang Mulyo lagi. Hal itu membuat Mulyo jadi tak terima. Dia menyerang Key dengan serangan yang lebih keras, tetapi Key berhasil menghindar.
Bukannya membalas, Key mengarahkan telunjuknya di depan bibir sambil menatap Mulyo. Dia kemudian memandang Elon dari belakang. Dia menunduk dan berjalan hati-hati seolah Elon akan mendengar langkah sepatunya saja.
"Apa? Apa?" tanya Mulyo pelan, ikut menunduk sambil mengusap pantatnya yang menjadi sasaran empuk dasi Rangga.
Key tak mengatakan apa-apa dan malah menegakkan punggung. Dia menghampiri Elon dan menarik bahu Elon agar berdiri. Mulyo tak tahu rencana Key, tetapi dia semangat membantu Key. Karena kelakuan dua cowok itu, Elon jadi mengamuk. Untung saja Key berhasil menekan emosi teman sebangkunya itu.
"ANETA!" teriak Key, tepat di samping headphone Elon.
Jari Elon sempat berhenti bergerak untuk melihat pintu kelas, tetapi kemudian lanjut main lagi karena tak melihat pemilik nama yang disebut Key barusan.
Key tersenyum puas. Dia mengedip-ngedipkan matanya pada Mulyo. Keduanya menuntun Elon untuk melangkah ke barisan depan.
Elon tak protes apa pun karena tahu isi pikiran Key, yaitu membawanya ke bangku Aneta.
"Duduk di sini. Duduk," kata Key sambil menuntun Elon untuk duduk di atas meja Aneta. Elon menurut tanpa protes sama sekali. Mulyo menaikkan kedua kaki Elon di atas kursi. "Nah, pinter."
Elon berdeham. Key cekikikan. Dua cowok itu memang saling mengerti isi pikiran masing-masing. Key pura-pura tak tahu saja bahwa Elon senang diarahkan seperti ini.
"Udah datang!" teriak Rangga, membuat Key dan Mulyo lari terbirit-birit ke barisan belakang, memberikan ruang kepada Elon untuk beraksi.
Aneta memasuki kelasnya sambil memegang kedua tali tas punggungnya dengan erat. Dia berjalan melihat ubin lantai sambil berpikir keras tentang posisi peringkat. Kelas yang berisik tak terdengar begitu ramai pada pikirannya yang penuh akan hal lain. Dia berhenti tak jauh dari tempatnya duduk, lalu mengangkat wajah dan memandang seseorang yang menarik perhatiannya.
Si peringkat pertama kelasnya itu sedang duduk di atas sebuah meja. Sepatu cowok itu terinjak di atas bangku. Dia lagi-lagi memainkan ponselnya sambil mendengarkan sesuatu lewat headphone yang terpasang di kepala.
Tadinya Aneta ingin membuang muka atau jauh-jauh dari cowok itu, tetapi ... Elon sedang duduk di atas meja Aneta dan menginjak bangku Aneta dengan tak tahu diri.
Suasana hati Aneta semakin buruk. Aneta berjalan pelan ke arah Elon dan berhenti tepat di samping mejanya.
"Bisa pindah nggak?" tanya Aneta dengan suara datar.
Elon tidak mendengar. Dia belum mengecilkan suara ponselnya meski dia tahu di sampingnya kini ada Aneta. Pikiran Elon tak bisa fokus sekarang. Bergelut. Antara fokus dengan game di ponselnya yang sedang berlangsung atau fokus pada pikiran-pikirannya tentang Aneta.
Sebenarnya dari mana ya bermula? Sejak dia memperhatikan Riri—teman sebangku Aneta dulu yang sudah pindah—karena menjadi target tersembunyi dari permainan Game Over, tetapi malah salah fokus pada seorang cewek yang mencuri perhatiannya di samping Riri itu?
Sejak Aneta sering mengerjakan soal yang ada di papan tulis? Itu juga yang menjadi salah satu alasan Elon ingin punya status yang sejajar dengan Aneta yang pintar di kelas.
Atau sejak dia melihat Aneta sendirian di kelas—mengerjakan tugas yang seharusnya dia kerjakan di rumah—sambil mengemil snack dan di sampingnya ada botol tupperware yang isinya sudah hampir habis?
Atau sejak kapan, ya?"
Sejak kapan cewek bernama Aneta itu membuatnya jadi bertindak bodoh seperti sekarang? Untuk apa dia duduk di sini dan membuat Aneta jadi marah?
Bunyi game over di ponsel Elon membuat cowok itu akhirnya kembali dengan suara di sekitarnya.
Aneta menghela napas. "Lo nginjek tempat gue duduk."
Elon menoleh. Cowok itu segera membuka headphone. Tatapan polosnya mengarah pada Aneta yang memasang poker face. Elon menggerakkan kedua kakinya turun dari bangku Aneta. Aneta hanya melirik bangkunya yang sudah terdapat lukisan dari debu berbentuk alas sepatu.
"Oh?" Elon segera turun. Bukannya pergi, cowok itu malah duduk santai di bangku kosong itu. "Sendirian, ya? Gue dibolehin nggak duduk di sini?" tanyanya dengan pandangan tak lepas dari ponsel, memulai kembali game.
Kelas kini lumayan hening. Mereka yang menjadi perhatian. Teman-teman Elon sengaja mengheningkan cipta.
"Bisa pindah nggak, sih?" tanya Aneta lagi. Karena tak banyak yang bicara suaranya jadi terdengar jelas.
"Duduk aja, sih," kata Elon. Tak lama dia melepaskan pandangannya dari ponselnya dan langsung mengusap bangku Aneta yang terdapat bekas sepatunya sambil mengucapkan sebuah kalimat dengan berbisik. "Maaf, gue lagi bodoh."
"Pergi dari sini atau gue yang pergi?" tanya Aneta dingin.
Elon diam. Suasana hening beberapa saat. Tak lama kemudian suara tawa kencang dari kelompok cowok memancing Elon untuk segera pergi dari bangku itu dan menjitak temannya satu-satu.
Aneta duduk di bangkunya sambil membuang napas kasar. Dia mengeluarkan topinya dari dalam tas dan kembali berdiri untuk keluar dari kelas menuju lapangan upacara.
"NGGAK USAH PADA KETAWA!" teriak Elon.
Cowok-cowok langsung berteriak sahut-sahutan.
"ANETA! CUEK BANGET SIH SAMA ELON! AWAS JADI SUKA LOH!" teriak Key.
Mulyo berdiri mengarahkan tangannya di samping bibir. "ANETA! ANETA, MAU KE MANA? KOK ELON DITINGGAL SENDIRI?"
"NGGAK MAU BARENGAN SAMA ELON, NIH?" tambah Rangga.
"ANETA MAU NGGAK JADI PACAR ELON?" teriak Key paling semangat.
Elon menimpuk kepala Key. "Jangan ngomong kayak gitu lagi. Sial."
Elon buru-buru membuka sweter, lalu menyimpan headphone dan ponselnya ke dalam tas. Setelah mengambil topi, dia berlari kencang menghampiri Aneta yang sudah berjalan agak jauh dari kelas.
Saat jaraknya dengan Aneta dekat, Elon mengerem larinya tepat di belakang Aneta. Aneta tak peduli dan terus berjalan menuju lapangan upacara.
Aneta menoleh ke sampingnya dan melihat Elon berjalan bersisian dengannya. Cewek itu sudah berjalan dengan langkah lebar, tetapi Elon dengan mudahnya menyamakan langkah mereka.
Aneta tak mengatakan apa-apa. Hanya berdecak sekali dan kemudian tak peduli. Bel berbunyi. Di lapangan mulai berdatangan siswa-siswi. Aneta langsung berdiri di bagian kelas X IPA 5 dan berdiri paling depan.
Elon yang biasanya berdiri paling belakang bersama cowok-cowok tukang rusuh di kelasnya, tiba-tiba berdiri paling depan. Tepat di samping Aneta.
Aneta menoleh pada cowok itu dengan tatapan heran.
Selalu Elon, Elon, dan Elon.
Dari tadi Elon terus muncul dan membuatnya muak.
"Hai," sapa Elon dengan senyuman agak tertahan dan mata sedikit menyipit karena sinar matahari. Satu gingsulnya sampai terlihat karena tersenyum.
Aneta langsung membuang muka dan mengernyit.
Kenapa jantungnya jadi agak ... berdegup kencang?
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro