Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🌼9-Dera dan Keputusan

Dera punya kemampuan fotografis yang cukup bagus, ini adalah salah satu kelebihan dari dirinya sendiri yang membuatnya bangga. Berkat hal itu, menghapalkan jalan atau peta buatnya adalah hal yang mudah, sekali lihat, Dera sudah bisa hapal rute menuju tempat apa pun itu.

Kali ini tak ada sedikit-sedikit menepi di tepi jalan karena harus menengok rute biru yang ditandai oleh Maps. Waktu yang ditempuh jadi sedikit singkat untuk menuju ke rumah toko tempat Anya tinggal.

Hanya butuh waktu dua puluh lima menit, ia sudah sampai dan menemukan Anya sedang memakai celemek putih dan membawa gembor besi baru saja keluar toko.

"Ah! Kak Dera!" Anya terkejut.

"Masih mau nyiram tanaman?" tanya Dera sambil membuka helm, lalu menyugar rambutnya dengan jari-jemari.

Anya mengangguk canggung. "Tunggu 30 menit, oke? Ah, perlu kusiapkan minum dulu!" Ia buru-buru meletakkan gembor yang dibawa.

Benda penyiram tanaman yang terbuat dari besi itu berkelontang mengenai lantai semen yang kasar. Anya mendorong pintu yang berderit dan mempersilakan Dera masuk duluan sebelum menutup kembali pintunya.

Laki-laki itu menurut saja, ia meletakkan tas ransel miliknya di satu-satunya kursi yang ada di ruangan itu dan melihat Anya buru-buru masuk ke dalam rumah.

Dera tidak duduk, ia malah memilih untuk berjalan-jalan, mengamati bunga-bunga yang ada di dalam toko. Ada bunga baby breath, lalu bunga mawar, bunga lili ... dan oh, matanya membulat saat ia menemukan banyak sekali bunga anyelir berbagai warna yang ditanam di sana.

Cowok itu juga baru sadar kalau lebah-lebah bisa masuk melalui sela-sela di kisi-kisi ventilasi ruangan, dan sekarang, mereka hinggap di berbagai bunga dan sibuk melakukan penyerbukan.

Dera hampir berjalan ke depan saat menemukan banyak vas kaca yang dijajar di rak di salah satu sisi dinding. Di vas itu terdapat banyak bunga segar yang sudah bersih dari daun.

"Kapan ada bunga ini, ya?" Dera bergumam. Rasanya kemarin saat berkunjung, ia belum melihat-melihat bunga itu.

"Ah!" Anya memekik, Dera ikut menoleh dan sempat panik.

"Apa?" tanya Dera.

"Aku lupa memasukkan bunganya ke dalam rumah!" ujar gadis itu sambil berjalan cepat-cepat untuk meletakkan nampan berisi minuman dan kudapan, setelah itu berjalan cepat ke arah Dera.

"Ett," Dera menahan tangan Anya, "biar aku aja," ujarnya.

Ia mengambil dua vas sekaligus dan menanyakan Anya di mana ia harus menaruh vas itu. Anya yang terkejut karena tindakan Dera tak bisa berkata apa-apa dan berakhir menurut saja. Ia memberi instruksi sambil mengekor Dera dari belakang.

"Biar aku yang pindahin vasnya, kamu urus bunga-bunga di depan. Makin cepat lebih baik," ucap Dera setelah menaruh vas itu di rak dekat dengan ruang keluarga milik Anya.

Anya masih mematung.

"Kenapa? Kan aku bilang sendiri kalau aku bakal bantu, biar cepet." Dera kembali menyahut.

"Oh," mata Anya membulat, "ah ... oke!" Dengan sekejap dia memelesat ke depan. Dera hanya tersenyum mengamati Anya sambil berjalan santai dari belakang.

Ia sempat mengamati banyak bunga segar yang ada di dalam rumah, dan matanya sehera tertuju, utamanya pada bunga-bunga berukuran kecil dan sampah dedaunan, pikirannya segera berkelana ke mana-mana. Baru kali ini ia bersyukur datang ke tempat Anya setelah seharian bete karena ... karena dia sendiri yang tidak mau menyapa Stella sejak lama.

"Kira-kira, kalau kamu jual bunga segarmu, kamu beri harga berapa per tangkainya?" tanya Dera.

"Hmm." Sambil menyirami bunga di halaman depan, Anya sebenarnya agak keheranan dengan tingkah laku Dera, kenapa sekarang tanya tentang harga bunga? "Kakak mau beli?"

"Iya."

"Eh?!" Anya mendongak, melihat Dera tersenyum lebar dengan wajah berseri-seri. Gadis itu segera menunduk. "Emm, aku nggak pernah menjualnya per tangkai sih, biasanya sebuket, nanti aku pikirkan lagi."

Tadi itu, Kak Dera tersenyum?

"Oke!" balas Dera dengan riang

🌼

Yah, meski waktu belajar terpotong, Dera sedikit bersyukur setidaknya ada waktu istirahat tiga puluh menit karena Anya butuh mandi juga setelah merawat bunga.

"Eh, apa waktu belajarnya aja yang kutambah, ya?" Dera bergumam sendiri.

"Apanya yang ditambah?!" Anya memekik dari kejauhan dengan membawa setumpuk buku pelajaran.

"Karena ada waktu istirahat 30 menit, jadi durasi aku di sini jadi dua setengah jam, begitu maksudku," jawab Dera sambil tersenyum ceria, sampai matanya menyipit.

Anya membulatkan matanya. "Kakak mending banyakin senyum, deh."

"Ha?"

"Nggak apa-apa!" Secepat kilat Anya mengambil duduk berhadapan dengan Dera yang menaikkan salah satu alisnya.

"Omong-omong," Dera menaikkan kacamatanya, "aku nggak berpengalaman mengajar kaya guru di sekolah gitu, jadi kamu baca-baca aja dulu, atau coba latihan soal sebentar, kalau bingung baru tanya aku. Oke?"

Anya membalas menggunakan jempolnya. Serempak saat gadis itu membuka buku, Dera mulai mengeluarkan laptop 15 inchi miliknya dan mulai menyusun materi-materi yang butuh untuk dipresentasikan.

"Omong-omong ... ini sambil belajar boleh ngemil dan ngobrol singkat, 'kan?" tanya Anya.

Dera membuat hmm panjang sebelum menjawab. "Asal nggak terlalu ganggu dan kelamaan ngobrol, sih, no problem. Tapi kamu udah janji bakal diem kalau aku lagi garap tugas, 'kan?"

"Iya-iya, maaf." Sambil menggaris poin-poin penting di buku menggunakan pensil, Anya memajukan bibirnya.

"Pfft. Haha!" Dera tertawa.

Anya refleks mendongak, tetapi Dera sudah menghentikan tawanya yang tadi spontan dia keluarkan. Yang ada di mulutnya sekarang hanya sebaris senyum tipis sementara bahunya bergetar menahan tawa.

"Kak Dera kok aneh? Banyak senyum dan sering ketawa hari ini, padahal tadi pagi keliatan kesal waktu kita hampir tabrakan di koridor sekolah."

Dera menghentikan ketak-ketik jarinya, dan tersenyum sedikit lebih lebar.

"Menghibur diri."

"Karena?"

Pertanyaan itu tak dijawab sampai lima menit penuh keheningan yang berikutnya. Anya sendiri sudah lebur dalam bacaan buku sejarah, sementara Dera, sambil menyusun materi, pikirannya sedang berkecamuk untuk mengambil keputusan.

"... Nu ...."

"Hmm?" Anya mendongak karena sepertinya Dera tadi mengajak berbicara.

"Anu, aku jadi ingat waktu kamu bilang itu, soal nenekmu yang pernah nasihatin kamu kalau masa remaja itu harus dinikmati dengan merasakan banyak hal." Anehnya, Dera bisa berbicara dengan lancar sembari mengetik materi, walaupun pikirannya masih multitasking.

"Ah, itu ...." Gadis itu menunduk.

"Jangan terlalu merasa bersalah, justru sebenarnya itu yang mau aku bicarakan." Dera berhenti mengetik.

Jeda beberapa detik, meski jalanan ramai kendaraan berlalu-lalang, Anya merasa bahwa waktu tiba-tiba saja melambat. Begitu juga Dera, sebenarnya pikirannya masih sedang bertengkar, apakah keputusan yang nanti dia utarakan akan bermanfaat atau justru menimbulkan masalah baru?

"Anu," ayo Dera, ngomong yang jelas, "benar, aku punya gebetan."

Krincing!

Bel pintu bersuara.

"Anu, permisi, apakah tokonya masih buka?"

🌼

BigRicePiano - CELESTE

🌼

HAI HAI!

Gimana, ada yang kesel ga sama cliffhanger-nya? Wkwk, gomen, sengaja sih emang :))

Dera ngaku nih kalau dia ada gebetan, trus dia bakal mau ngapain?? Kalau kalian ada kesempatan ngomong sama pembeli yang barusan masuk toko, bakal ngomong apa? WKWKWK

Kay deh, sampai jumpa di bab 10! WAH GAK BERASA, UDAH BAB 10 AJE, AAAAAA

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro