Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🌼27-Dera, Kai, dan Taruh

Bulir-bulir keringat Anya tercetak jelas di dahinya sembari matanya terpejam dan kedua tangannya terulur ke depan. Matanya yang tadi terpejam rileks sekarang justru makin dalam terpejam, dahinya mulai berkerut-kerut seiring ia semakin memejamkan matanya seolah-olah yang ia lihat sekarang kurang gelap total.

Namun, sia-sia. Saat rapalan mantra yang ia ucapkan telah habis, rasa pusing segera menghantam kepalanya, seakan-akan seperti ada lonceng besar dipukul tepat di samping kepalanya. Telinganya berdenging dan Anya refleks berpegangan pada ujung meja sambil berusaha memfokuskan pandangannya yang bergoyang-goyang dan menduplikat semua yang ia lihat.

Beberapa saat kemudian, saat pandangannya mulai jelas kembali, ia melihat bunga yang dia (sangat) kenal di depannya. Bunga milik Dera yang berisi satu benih bunga favorit milik lelaki itu ... dan satu bunga favorit gadis pujaannya yang mirip dengan bunga favorit Anya.

Pupil mata Anya bergetar hebat, salah satu tangan menutupi mulutnya yang menganga, terkejut karena suatu hal yang tidak dapat ia kira.

Bunga yang masih tumbuh kecil-kecil dan jarang jika dibandingkan dengan pot bunga di sebelahnya itu kini mengkerut dan menghitam, layu, lalu ... salah satu kelopak bunganya gugur.

"Hah!"

"Anya!"

Sesuatu yang basah ada di dahi Anya. Begitu mata gadis itu terbuka, ia menatap langit-langit gipsum yang dicat putih, juga sebuah rel aluminium dan tirai berwarna hijau pucat di kanan-kiri ujung pandangannya.

"UKS?" gumam Anya.

Dera yang ternyata ada di sebelahnya mengangguk menjawab pertanyaan Anya.

"Kamu udah enakan? Masih pusing? Inget apa yang tadi terjadi? Nama kamu siapa?"

Gadis itu mengernyit dan ingin tergelak, tapi sentakan pening di kepalanya langsung datang begitu ia mengurutkan keningnya, walaupun rasanya tidak separah yang tadi.

"Aku nggak amnesia." Meski begitu, Anya paling tidak, masih bisa membela diri.

"Kamu cuma jawab pertanyaan terakhir," ujar Dera sambil sedikit memajukan tubuhnya.

Anya memandangi langit-langit UKS yang dicat hijau muda, seperti es krim cokelat-mint yang terlihat menyegarkan. Lalu gadis itu memejamkan mata sambil menarik napas panjang.

"Sudah nggak terlalu, kayanya udah bisa jalan lagi." Gadis itu mencoba berdiri.

"Jangan!" Dera reflek membentangkan tangannya di depan Anya.

Dera memandangi Anya dengan perasaan yang ... tidak bisa ia deskripsikan? Ia hanya merasa aneh ketika tiba-tiba saja merasa khawatir dengan Anya yang sebenarnya hanya terkena lemparan bola, ia aneh karena gadis yang pingsan itu sebenarnya hanya lah adik kelasnya, bukan seseorang yang teramat dekat dengannya ....

Gadis itu menyerah, ia kembali meluruskan punggungnya ke atas kasur dan menaikkan selimut yang sedari tadi menutupi tubuhnya sampai ke leher.

"Sekarang jam berapa?" tanya Anya ke Dera.

"Jam lima, satu jam lagi ada encore dan penutupan." Dera menjawab singkat.

Lelaki itu bisa melihat mata Anya membulat. "Terus pertandingan basket tadi gimana?!" tanya Anya, panik.

Dera menggeleng. "Kamu kenapa malah khawatirin pertandingan tadi?" Ia balik bertanya.

"Ya soalnya itu penting buat Kakak?"

"Tapi kamu lebih penting!" Lelaki itu ikut terkejut saat mendengar volume suaranya naik satu tingkat.

Ia menutup mulut dan menunduk. Meninggalkan Anya yang tenggelam ke dalam selimut setelah mendengar ucapan Dera tadi. Ucapan yang tidak ia mengerti maksudnya dan tubuhnya merespon secara aneh, mukanya mendadak panas dan perutnya geli.

Cringe kali? Begitu pikir Anya.

"Maaf, aku nggak sengaja marah. Tapi kamu emang aneh, malah khawatirin orang lain saat kamu juga lagi susah. Sakit begitu, pingsan abis kena lemparan bola itu nggak wajar."

Anya menurunkan selimut, menunjukkan wajahnya. "Nggak masalah, tadi emang aku lupa makan."

"Mau makan roti?" tawar Dera.

Gadis itu menggeleng. "Tadi aku bawa bekal di tas."

"Ya udah aku ambilin dulu, sekalian aku lapor sama guru UKS dan minta dibuatin teh hangat di kantin. Syukur deh, kantin masih buka."

"Makasih." Anya tersenyum lembut seiring punggung lelaki itu keluar dari ruang UKS.

Tak lama setelah Dera keluar, pintu dua daun itu terdorong dan masuk seorang lelaki berperawakan tinggi menghampiri Anya.

"Kakak ...?"

🌼

Encore akan dimulai sekitar tiga puluh menit lagi, sekolah memang sudah gelap, tapi masih banyak guru-guru dan pedagang kantin yang masih menunggu di sekolah, masih banyak pula masyarakat umum memadati area sekolah meskipun malam sudah datang.

Jarang-jarang bagi siswa biasa sepertinya bisa ada di sekolah sampai malam hari seperti ini. Bahkan saat belajar bersama Anya di perpustakaan, paling mentok hanya sampai jam 5 sore.

Dera berjalan dari kantin dengan sebuah nampan kayu di tangannya, ada sepiring nasi sop dan segelas teh hangat, kedua-duanya ditutup agar suhu makanannya terjaga sekaligus terhindar dari hewan-hewan malam yang siapa tahu iseng lewat.

Di lorong terbuka yang mengarah ke tempat yang ia tuju, Dera melihat figur seorang lelaki baru saja keluar dari UKS dan bergerak ke lapangan upacara yang sudah riuh.

"Kai?" Dera bergumam heran.

Lelaki itu menyimpan pertanyaannya sampai ia benar-benar bertemu dengan Anya dan menyerahkan sepiring nasi sop agar gadis itu bisa makan siang setelah pingsan selama dua jam.

"Tadi Kai ke sini?"

Anya mengangguk. "Orangnya minta maaf karena timnya tadi nggak sengaja melayangkan bola ke aku."

Mendengar penjelasan Anya, Dera hanya manggut-manggut paham.

"Hah ...." Dera bingung melihat adik kelasnya itu tiba-tiba mendesah.

"Apa?"

"Maaf, ya." Anya menoleh. "Padahal aku udah siapin rencana bagus buat Kak Dera nanti pas encore."

Dera menggelengkan kepalanya dengan lembut. "Kamu pingsan itu bukan sesuaut yang bisa kamu kendalikan."

"But I could prevent that." Anya menyanggah.

Karena lelah setelah seharian beraktivitas, Dera memilih untuk memaafkan Anya dan menyudahi argumen yang tidak perlu.

"Sekarang, kamu makan du-"

Mereka berdua refleks menoleh ke arah jendela yang berhadapan dengan kasur UKS. Berusaha melihat apa yang menyebabkan suara dengung mikrofon yang mereka dengar tadi.

"Nggak kelihatan," gumam Dera sambil membuka pintu UKS.

"A-A-A, tes-tes." Mata Dera membulat setelah mendengar suara seseorang yang ia kenal.

Suara seorang lelaki seumurannya yang memakai sweter rajut merah dengan celana jin hitam yang sedang duduk di atas kursi tinggi sambil memangku sebuah gitar. Ia sibuk menyetem gitarnya sebentar sebelum kembali mengetes mik sampai normal.

"Kai ...." Dera lagi-lagi bergumam.

"Ah ... sepertinya memang gara-gara aku skornya sekarang juga jadi 1-0." Anya menunduk, memandangi piring nasi sop yang masih mengepul dengan perasaan yang sulit dikatakan.

"Halo, gue Kai. Lagu encore kali ini gue persembahkan buat bintang yang selalu ada di ujung mata gue." Lelaki itu berdeham dengan muka separuh memerah. "Stella, this one is for you, it's about us."

Kerumunan menjadi semakin riuh dengan suara tepuk tangan yang membumbung ke langit malam.

Kunci gitar yang pertama pun mulai dipetik.

"Ku sudah tahu dari awal,
"Mencintai bukan perkara kebal,
"Jauh dari kata mudah dan asal,
"Kupelajari sedari kecil."

Suara riuh dan teriakan pengunjung menyambut suara berat tetapi lembut yang keluar dari bibir Kai. Matanya sesekali menunduk, menatap kunci-kunci gitar yang ia petik, lalu ke depan, sambil mulai menyanyi di depan mikrofon. Di lautan manusia itu, matanya hanya tertuju pada satu titik, seseorang yang ia panggil sebagai bintangnya.

Stella, ada di sana, tersenyum tipis karena merasakan kehangatan dalam dirinya seiring orang yang berharga untuknya itu menyanyi di depan matanya. Kemudian, jauh di belakang gadis itu, Dera memandangi semua pemandangan itu di depan mata kepalanya sendiri.

"Dan dari situ cara pandangku,
"Melihat cinta berwarna keruh ...."

Satu-kosong, kah ...? ujar Dera di dalam kepalanya sendiri.

Ah, apa betul ini akhirnya? Apa ia harus mundur setelah akhirnya mulai berbicara dengan Stella? Seseorang yang selalu ia rindukan?

"Apa betul, memang ini akhirnya?" gumam Dera.

"Hm?" Anya bertanya sambil mengunyah sesuap nasi sop.

Benar, harusnya ini bukan akhirnya, Dera saja yang kurang berusaha. Ia saja yang terus menahan dirinya, dan setelah ini, ia tidak akan menahan dirinya lagi, ia akan memulai apa yang harusnya ia usahakan. Waktu terus berjalan, dan untuk terjebak di penyesalan yang sama, rasanya adalah hal bodoh.

Setidaknya, harus ada balasan setimpal untuk rindu dan segala rasa yang dulu telah ia pendam.

Lelaki itu berbalik, memandang Anya yang sedang menyuap makanannya.

"Sekarang mungkin 1-0, tapi ini kan bukan babak final." Dera tersenyum. "Masih ada waktu untuk diusahakan."

Anya memandangi kakak kelasnya itu, ia lalu balas tersenyum dan mengangguk.

"Aku akan membantu," ujarnya, meski sebuah dua buah pertanyaan menggantung di dalam kepalanya.

"... Tapi kita punya kita,
"Yang akan melawan dunia."

Para pengunjung bertepuk tangan, suara kembang api pun meledak di langit malam.

Nadin Amizah - Taruh (cover by Thoriq)

🌼

Sambil mengetik ini, aku lagi bayangin kalau Blooming Between Us diadaptasi ke bentuk lain yang lebih visual, mungkin film atau komik, bab ini bakal jadi adegan favorit setelah pernikahan kakaknya Stella.

Apalagi pas bagian akhir, saat Dera dan Anya bilang kalau mereka bakal tetap bersama diiringi cover-nya Kai nyanyi lagunya Nadin Amizah berjudul "Taruh" itu. Wow!

Fun fact, aku nungguin banget adegan ini ditulis wkwk, agak gak sabar, awalnya mau aku simpan buat bab berikutnya, tapi kurasa momennya lebih pas kalau ditulis sekarang. Gimana, kalian suka?

Agak susah buat cari cover-an Taruh tapi yang laki-laki, biar feel-nya kerasa ini beneran Kai yang nyanyi. Aku sempat cari lagu indie lain juga tapi aku rasa banyak yang gak pas aja.

Dah, segini aja, anyway, kalian jaga kesehatan ya! Di rumah aja, patuhi aturan PPKM Mikro Darurat buat Jawa-Bali, keluar rumah pakai dua masker! Inget, covid19 sudah airborne! Artinya sudah menular lewat transmisi udara.

Semoga pandemi cepat berlalu, semoga kita tetep bertahan, jumpa lagi minggu depan!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro