🌼16-Dera dan Mengawetkan Bunga
Hari minggu tiba, biasanya dia akan menggunakan hari minggu untuk mengerjakan tugas, mencicil lebih tepatnya, lalu sibuk mengurusi bunga kering dan resin.
Namun, khusus hari ini, ada kesibukan tambahan. Nanti sore ia harus datang ke sekolah untuk latihan basket sesuai dengan arahan Adam yang mencalonkan diri jadi ketua tim basket kelas mereka.
Setelah sarapan, Dera mengambil cetakan silikon berbentuk persegi panjang berukuran tiga kali empat belas sentimeter berwarna putih susu dari dalam laci meja belajarnya. Ia mengambil lima buah, tak lupa juga pengering rambut dan sepasang sarung tangan karet.
Ayahnya sudah paham hobinya yang ini, dan sudah menerima kegiatan tersebut asal Dera sudah mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Sementara Ayahnya sibuk di bagian depan rumah, di teras belakang yang terbuat dari kayu imitasi, Dera sibuk memilih bunga mana yang akan dia gunakan.
Bunga Tabebuya yang sempat ia ambil seminggu yang lalu sudah mengering sempurna, sebelum warnanya berubah, atau kondisi lain yang mengakibatkan bunga jadi terlihat kurang segar, ia memutuskan untuk menggunakan bunga itu dan sedikit bunga dari yang ia beli dengan Anya.
Dengan hati-hati, Dera menuang resin di dua gelas plastik yang berbeda. Salah satunya ia campur dengan pewarna resin berwarna biru muda, dengan telaten dan cekatan ia mengaduk resin yang sudah diwarna itu dan mencampurnya lagi dengan pengeras resin. Sementara di gelas kedua, sengaja ia biarkan transparan, ia hanya mencampur pengeras resin dan mengaduknya sebelum benar-benar jadi kering.
Dengan teliti dan hati-hati, ia menuang resin berwarna biru muda sampai sepertiga panjang cetakan, ia sedikit menarik resin itu menggunakan tusuk gigi, kadang bergantian dengan stik es krim agar resin bisa memenuhi cetakan. Kemudian, sisa panjangnya ia isi resin bening dengan ketebalan yang sangat tipis.
Menggunakan capit besi, ia menata mahkota bunga tabebuya yang helai kelopaknya sudah ia tata agar tidak terlalu panjang. Lalu menambahkan beberapa helai mahkota bunga yang ia gunting kecil-kecil. Konsepnya hari ini adalah musim semi dengan pemandangan bunga tabebuya yang berwarna merah muda.
Lalu ia menambahkan glitter berwarna putih dan biru, juga sedikit glitter berwarna emas. Setelah itu menuangkan resin transparan lapis kedua untuk mengunci semua item yang sudah ditata di cetakan.
Menggunakan pengering rambut, ia menghilangkan gelembung-gelembung yang terbentuk karena pengadukan tadi. Angin pengering rambut bisa terlalu kencang, karena takut merusak tekstur resin, ia kadang mengatur jaraknya agar tidak terlalu dekat. Yang penting cukup untuk membuat gelembung-gelembung kecil meletus.
Sementara di perbatasan antara resin berwarna dan resin transparan, sengaja ia dekatkan pengering rambut itu agar warnanya bercampur dan terbentuk sedikit tekstur seperti ombak laut.
Dera tersenyum puas melihat hasil karyanya, saat sudah dilepas nanti, resin ini akan terlihat seperti warna langit yang semakin ke bawah semakin memudar, membiarkan bunga tabebuya menjadi 'spotlight' di lautan resin transparan yang nantinya mengeras seperti kaca.
Ini baru pertama kalinya ia membuat pembatas buku dari resin, biasanya ia justru membuat sesuatu yang lebih besar, seperti tatakan gelas, tapi tidak banyak, dan biasanya hanya digunakan di rumahnya atau dibeli tantenya sendiri.
Sudah lama Dera ditawari untuk membuka komisi, tapi dia menolak, takutnya jadwalnya akan semakin padat ditambah dengan kewajibannya untuk belajar. Mungkin, saat libur menjelang masuk kuliah nanti, ia akan sepuasnya membuat kerajinan resin yang lain, yang lebih rumit. Seperti membuat lampu atau sekadar mengawetkan bunga di dalam kubus resin.
Yah, Dera pribadi lebih suka membuat yang fungsional daripada sekadar hiasan sih. Memikirkan ini, tiba-tiba saja, ia jadi teringat apa yang sempat dikatakan Anya padanya.
Menjual hasil karyanya di toko Anya mungkin juga bisa sedikit membantu Anya. Yang dia ragu, berapa banyak yang bisa dia produksi dan dia jual. Toko Anya juga bisa dibilang lumayan, maksudnya setiap hari paling tidak ada satu-dua orang yang membeli, ia yakin kalau nenek Anya sudah keluar rumah sakit, pasti tambah ramai lagi.
Ditambah, kenyataan kalau Anya sempat mengurusi toko bunga itu sendirian sampai bolos sekolah 10 hari juga menandakan, setidaknya toko tua itu pernah ramai pembeli.
Dera melepas sarung tangan karet dan menepikan nampan berisi cetakan resin, pelan-pelan agar resin tidak bergelombang atau nanti dia akan kerja dua kali untuk membersihkan gelombangnya.
Ia lalu melangkah ke lantai dua, masuk ke kamarnya dan mengambil ponsel. Tangannya segera mencari dan menelepon kontak seseorang.
"Halo?"
🌼
Hari minggu tiba, Anya bisa bangun agak santai. Papan di pintu toko tidak ia putar, membiarkan tulisan "TUTUP" terbaca dari kaca jendela yang ditutup kerai putih plastik.
Gadis itu baru merawat dan menyiram bunga pukul 6 pagi, lalu baru bisa benar-benar sarapan pukul setengah delapan siang, tentu saja tak lupa sambil memijat kepalanya yang sedikit pening setelah tadi mengerjakan layanan spesial.
Bubur ayam yang dia pesan dari layanan ojek daring ternyata enak juga, harusnya Anya sering-sering pesan makanan lewat aplikasi itu, banyak diskon pula. Ia jadi merutuki diri sendiri karena takut-takut mencoba memesan makanan di sana, mungkin antara takut-takut kena tipu atau takut-takut kalap belanja makanan.
Pukul sembilan baru ia meninggalkan rumah menggunakan sepeda kesayangannya sambil membawa tas ransel dan satu tas kertas yang ia taruh di keranjang depan, ada kue jahe kesukaan neneknya, itu bukan kue jahe berbentuk orang seperti yang kalian ketahui, melainkan kue kukis jahe yang dipesan dari tetangganya sendiri.
Malam saat Anya mengetahui bahwa nenek terjatuh dari tangga, tetangganya itu yang membantunya membawa sang nenek ke rumah sakit. Baru kemarin malam ia titip kukis jahe itu untuk diberikan ke neneknya, semoga tidak ketahuan perawat di rumah sakit.
Setidaknya butuh satu jam kayuhan sepeda, karena jalanan ramai, Anya tak berani mengayuh sepedanya cepat-cepat. Bersaing dengan motor yang selalu menyalip dan menekan klakson saat jalanan masih lega di sampingnya bukanlah jalan ninja Anya.
Sebagai gantinya, gadis itu akan mengomel dalam hati sepanjang jalan.
Rasa marah dan bersungut-sungutnya sekejap hilang setelah ia melihat neneknya yang sudah terbangun dan hanya bisa menatap jendela. Matanya yang semakin sipit dengan keriput di sekitarnya makin terlihat saat sang nenek menolehkan kepala dan menemukan cucu satu-satunya datang dengan senyum semringah.
"Anya!" sapa sang nenek, pelan.
"Nenek!" balas Anya, ikut pelan karena takut pasien di dua ranjang di sebelah neneknya terganggu.
Anya segera saja menyuapi kue kukis kesukaan neneknya, gadis itu suka geli sendiri memikirkan kalau nenek kebanyakan sudah tidak kuat makan apapun, tapi khusus kukis jahe ini, beliau masih kuat menggigitnya.
"Sepertinya, Retno sengaja membuat kukisnya agak empuk," ujar neneknya. Anya hanya mengangguk-angguk, sambil ikut memakan kudapan manis dan hangat itu.
Mereka memulai perbincangan ringan dengan kabar dari neneknya, bahwa menurut dokter, Nenek sudah bisa pulang sekitar tiga hari lagi.
"Ohh, berarti nenek juga nggak boleh naik tangga lagi ya, untung nenek kamarnya ada di lantai satu juga. Mulai tiga hari ke depan sampai nenek bener-bener sembuh, Anya melarang nenek naik ke atas atau aktivitas berat, biar Anya yang urus bunga-bunganya."
Nenek tersenyum. "Nanti, minta Bu Retno juga buat bantu kamu urus nenek, ya. Nenek nggak enak ngerepotin kamu terus."
"Eh? Tapi, Nek ...."
Ucapan Anya dipotong oleh gelengan neneknya. "Nenek bukannya melarang kamu, kamu masih boleh bantu nenek, tapi jangan berlebihan, kamu juga harus sekolah, kamu punya kewajiban."
Ah, benar. Anya menunduk, teringat kalau neneknya tidak tahu soal jumlah absen alfa miliknya melebihi tiga kali, dan ini pertama kalinya ia mendapatkan itu selama menuntut pendidikan.
"Kalau yang urus toko nanti, Anya dibantu siapa, ya?" Neneknya mulai berpikir.
"Ah, kalau itu—" Tidak jadi, Anya tidak jadi melanjutkan perkataannya saat tak sengaja melihat ponselnya menyala dan menemukan ada telepon masuk.
Di sana tertulis nama seseorang yang akan ia bahas dengan neneknya, seseorang yang dua hari lalu mengantarkannya pergi ke sekolah hanya karena dia mau mengatakan kalau ia bakal mendaftar lomba di pekan tengah semester. Seseorang yang tiba-tiba saja mengatakan terima kasih sambil memeluknya, seseorang yang ... bunga ajaibnya tidak tumbuh pagi ini setelah Anya merapal mantra.
Anya pamit ke neneknya untuk pergi ke bilik toilet di kamar itu. Sambil menenangkan degup jantungnya, ia mengangkat telepon dan mengangkat ponselnya ke telinga.
Suara berat dari seberang sambungan mulai terdengar.
"Halo?"
🌼
HALO-HALO BANDUNG
IBUKOTA PERIANGAN
HALO-HALO BANDUNG
KOTA KENANG-KENANGAN
HUWAHAHAHAH hai semuwah! Ini tadi nulisnya agak ngebut karena udah masuk kerja, apa-apaan libur cuman 5 hari dasar Corona *peep* *peep* *peep*
Anyways
Itu, kok bunganya Dera nggak tumbuh gais?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro