Perang Serikat Abang
“Ilhaaammm...!!!” Sandy dan Pirdaus berteriak kencang tanpa bisa berbuat apa-apa melihat Ilham sudah tidak sadarkan diri.
Situasi mereka semakin terjepit, konsentrasi mereka mulai buyar. Kolonel Choer berdiri dari sisi Ilham dan menatap ke arah Pirdaus dan Sandy. Tanpa basa basi ia langsung masuk lagi dalam petarungan. Ketika sedang fokus bertarung dan tenaga makin melemah, tiba-tba dari arah pintu masuk segerombolan orang membawa senjata api.
“Hentikan petarungan ini.” Ujar salah satu orang itu menggunakan bahasa Jepang dan mengagetkan seisi ruangan.
Ternyata bantuan telah datang, ratusan pasukkan Jepang baru tiba dan membantu pertarungan melawan Belanda.
“ Menyerahlah atau kalian akan mati, semua tentara Belanda diluar kedutaan sudah kami tumbangkan.” Sambung orang itu lagi.
Kolonel Choer dan dua rekannya dengan penuh berat hati mengangkat tangan tanda menyerah, Awhal mengerutkan dahi, dia tidak menyangka bahwa pemberontakkan ini bekerjasama dengan pasukkan Jepang.
***
Sementara itu diluar kedutaan, semua sudah diambil alih oleh pasukkan Jambi, kondisi aman dan tentara Belanda berhasil dilumpuhkan. Tentara Belanda yang masih hidup menjadi tawanan rakyat Jambi, mereka sudah tidak berani berkutik lagi. Puluhan senjata api telah mengarah kepada mereka dari pasukkan Jepang, sekali bergerak nyawa melayang. Keadaan benar-benar kacau dari sisa-sisa peperangan, hampir setengah pasukkan Jambi gugur tanpa bisa diselamatkan. Begitupula dengan Tentara Belanda, dari ribuan hanya tersisa puluhan. Mayat-mayat berserakan, halaman kedutaan berubah menjadi lautan darah dan tubuh manusia.
Diana dan Ani bergegas berlari kedalam ruangan menghampiri Ilham, Pirdaus dan Sandy setelah membereskan semua Tentara Belanda dan diikuti pula oleh datuk Meringgi dan datuk Jalius. Saat mereka tiba disana, mereka terkejut melihat kondisi Ilham yang sudah tergeletak lemah dilantai dengan dipenuhi darah disekujur tubuhnya.
“Tuan, Apa yang terjadi pada tuan Ilham. ?” Tanya datuk Meringgi kepada orang-orang yang berada didalam ruangan. Mereka menghampiri Ilham dengan perasaan tidak percaya.
Tidak ada yang menjawab pertanyaan datuk Meringgi, semua menghening hanya terdengar isak tangis dan nafas yang menderu kencang.
“Tuan Ilham sudah tidak ada, ia gugur dalam peperangan.” Kata datuk Jalius setelah memeriksa keadaan Ilham.
Ani dan Diana menangis semakin jadi, mereka tidak percaya bahwa Ilham sudah pergi untuk selamanya dan gugur ketika melawan penjajah.
Sejenak kembali hening, lalu tiba-tiba datuk Meringgi berdiri dan berteriak.
“Ikat mereka. Mereka harus membayar pengorbanan tuan Ilham dan nyawa-nyawa yang telah mereka renggut.” Ujar datuk Meringgi menunjuk kearah Awhal dan kolonel Choer.
Tangan dan tubuh Awhal, kolonel Choer beserta dua rekannya diikat sekuat mungkin oleh pasukkan Jepang, mereka hanya pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa lagi. Tidak ada kata maaf yang terucap dari mereka.
“Kalian urus jasad tuan Ilham dan sisa tentara Belanda yang masih hidup, biar kami yang mengurus mereka berempat.” Kata Pirdaus kepada Sandy.
Mereka berempat diseret keluar ruangan dengan paksa oleh datuk Meringgi, Pirdaus, Ani dan Diana. Terdengar sorak sorai haru kemenangan ketika mereka tiba dihalaman, ratusan rakyat Jambi menyambut dengan teriakan dan mengangkat tangan keatas tanda kemenangan. Air mata menetes, tanda rasa syukur kepada tuhan. Ratusan nyawa yang telah gugur tidak sia-sia, sudah dibalas lunas dengan kemenangan melawan Belanda. Rezim 300 tahun penjajahan Belanda berakhir pada hari ini.
***
“Hari pengeksekusian”
Matahari mulai terlihat bersinar diufuk timur, Matahari 7 Agustus terasa begitu berbeda ada sejuta rasa dan makna tersimpan didalamnya.
Masih didepan halaman kedutaan, dihadapan mayat yang bergelimpangan serta sisa darah yang telah bertumpahan. Kolonel Choer dan Awhal serta dua orang lainnya diletakkan ditengah rakyat Jambi yang masih dengan kokohnya berdiri mempertahankan tanah Jambi. Mereka akan membayar lunas semua yang telah mereka lakukan.
“Hari ini dan saat ini juga mereka akan membayar lunas semua yang telah dilakukan, aku sudah menentukan HUKUM MATI untuk mereka berdua. Nyawa harus dibalas dengan nyawa.” Kata datuk Meringgi memberi hukuman yang sebelumnya sudah didiskusikan kepada seluruh ketua adat sebelum mereka berperang.
“Laksanakan.” Teriak rakyat Jambi serentak memberi tanda setuju akan hukuman yang diberikan.
Datuk Meringgi berdiri memegang sebuah bambu runcing, tanpa basa basi ia menusukkan ke kedua bola mata Awhal.
“Aaaakhhhhh.” Teriak Awhal menahan rasa sakit diiringi oleh semburan darah yang membasahi kedua pipinya.
“Mata harus dibalas dengan mata pula Awhal Van Overstressein.” Kata datuk Meringgi menjabut bambu runcingnya dan kembali ditancapkan kemata sebelah kanan kolonel Choer.
“Dan ini hukuman untuk kau, cukup satu mata saja karena kau telah membesarkan seorang anak yang Bajingan.” Tambah datuk Meringgi lagi.
Tidak ada yang merasa kasihan kepada mereka berdua, semua rakyat Jambi menonton dengan penuh kepuasan.
Diana mengambil alih berdiri didepan, ia memegang sebuah belati panjang dan mengkilap pada sisi mata belati. Diana menatap kearah Awhal dengan perasaan yang tidak tega dan kasihan.
“Maafkan aku Awhal.” Gumam Diana didalam hati saat melayangkan belatinya.
Sreeetttt,, sabetan Diana memutuskan tangan kanan Awhal dan kedua tangan kolonel Choer.
“Ini untuk sahabatku Nisya yang telah kamu bunuh Awhal.” Kata Diana sambil meneteskan air mata, ia sangat menyayangi Awhal sejak kecil tapi dia tidak bisa membiarkan Awhal melakukan ini lebih jauh lagi.
Awhal dan kolonel Choer tidak bisa berteriak lagi, tubuh mereka semakin melemah akibat darah yang terus mengalir.
Diana kembali mundur kebelakang dan Ani yang saatnya maju. Dengan penuh semangat, Ani menusuk perut Awhal dan kolonel Choer berkali-kali tanpa berhenti menggunakan bambu runcing. Semua menatap ngeri kearah Ani.
Jleb.. Jlebb.. Jlebb... Ani terus menusuk dengan buas seolah semua dendam selama ini ia keluarkan. Ia tidak mau berhenti hingga Awhal dan kolonel Choer terbaring tidak berdaya.
“Hentikan Ani, sudah cukup.” Teriak Pirdaus mengentikan Ani. Ani tetap tidak berhenti dan mengabaikan teriakan Pirdaus. Perut Awhal dan kolonel Choer sudah tidak berbentuk akibat tususkan Ani yang buas, semua organ dalamnya sudah mulai terlihat. Ani terus menusuk sambil air mata yang tidak berhenti menangis, ia masih teringat dan belum iklas akan kematian saudara kembarnya Ana.
Pirdaus merebut bambu runcing dari Ani dan membuangnya, dengan lembut Pirdaus memeluk Ani dan mencoba membuatnya tenang. Ani menangis tersedu-sedu didalam pelukan Pirdaus, selama ini ia hanya pura-pura kuat selepas kepergian Ana dan hari ini semua kelamahan dan ketidak berdayaannya tanpa Ana tertumpahkan. Rupanya pelukan hangat Pirdaus mampu sedikit mengurangi bebannya dan membuatnya sedikit tenang.
Terakhir, datuk Jalius maju kedepan dan memegang sebuah belati yang begitu tajam.
“Ini untuk penderitaan yang anakku rasakan.” Kata datuk Jalius saat melayangkan belatinya.
Sreeettt.. sretttt... dua kali tebasan, dua kepala terputuskan. Berakhir sudah dendam mereka kepada Klootzak saat kepalanya dipenggal dan terpisah dari tubuh.
Hening sejenak, tiba-tiba mereka menangis mengenang para korban Klootzak yang telah tenang dialamnya.
Setelah perang berakhir, mereka harus membersihkan semua mayat yang berserakan. Mayat-mayat dikumpulkan baik dari tentara Belanda maupun pasukkan rakyat Jambi, kemudian dibuang kesungai Batanghari dan menjadi santapan buaya putih. Semua air sungai memerah bak darah akibat mayat yang berhanyutan. Hanya tersisa satu mayat yang tidak dibuang kesungai, yaitu mayat Ilham. Semua rakyat sepakat membawa pulang mayat Ilham dan dimakamkan didesa Dusun Tengah mengingat jasa Ilham dalam memimpin kasus ini.
Perang Serikat Abang berakhir dengan kemenangan ditangan rakyat Jambi.
***
Pasukan Jambi dan Jepang kembali pulang kedesa membawa tawanan tentara Belanda yang masih hidup, mereka segera melakukan pemakaman dan penghormatan terakhir kepada Ilham. Ilham dimakamkan di dekat rumah Kajangleko. Prosesi pemakaman dilakukan secara adat dan diiringi tangisan untuk melepas kepergian Ilham dan 500 ratus pasukkan Jambi dan Jepang. Air mata Riri ikut menetes ketika jasad Ilham perlahan tertimbun oleh tanah.
Selain itu, untuk mengingat jasa para rakyat yang telah gugur, kepala adat membangun sebuah tugu yang diberi nama “Tugu Perjuangan” yang dibangun didaerah Jambi pusat untuk menghargai serta menghormati perjuangan mereka mengusir penjajah.
Setelah semua selesai dan berjalan lancar, mereka segera mengurus tentara Belanda yang masih hidup. Sesuai kesepakatan yang telah disepakati pada rapat desa, akhirnya tentara Belanda dipaksa menandatangani surat perjanjian untuk pergi meninggalkan daratan Jambi dan membebaskan mereka semua dari hukuman mati.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro