Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Perang Serikat Abang

Waktu semakin beralu, hingga sampailah mereka di Jambi Pusat pada radius 50 meter dari gerbang kedutaan kontrolir Belanda. Para pasukkan pemberontak bersembunyi dibalik semak-semak, ternyata berita misi penyerangan bocor, setiap sudut kedutaan dijaga ketat oleh tentara Belanda dan pantas saja pos polisi persenjataan sepi ternyata para tentara yang disana dialihkan kesini untuk menjaga keluarga kolonel Choer.

Ilham dan Letnan Sandy Imamura berbincang-bincang sedikit tentang perubahan rencana, karena tidak mungkin mereka keluar dari semak-semak dan langsung menyerbu terang-terangan.

“Kita gunakan senjata ini saja, tidak bersuara kencang yang dapat memancing tentara Belanda.” Kata Ilham sambil menunjukkan senjata sumpit kubu kepada Sandy.

Pasukkan pemberontak mengeluarkan Sumpit kubu yang telah mereka persiapkan dari desa. Sumpit diisi dengan peluru beracun, sekali kena maka target akan langsung mati dalam waktu sekejap.

“Haik, saya dan pasukkan Jepang akan menyerang dari sisi barat. Bagi pasukkanmu ke arah Timu, Selatan dan Utara. Kita akan menyerang dari arah yang berlawanan dan pada musuh yang lebih dekat dengan gerbang perbatasan tanpa bersuara.” Letnan Sandy menambahkan.

Setelah semua mengetahui rencana tersebut, mereka langsung menyebar menuju posisi masing-masing.

Suiiittt...suiitt..  Ilham dan para pasukkan mulai meniupkan sumpit pada sasaran. Ratusan peluru melayang kearah tentara Belanda yang tengah berjaga.

Jleb.. peluru tepat mengenai leher, sepersekian detik tentara Belanda langsung jatuh ketanah. Tentara yang lain melihat heran kearah  yang terjatuh, mereka melirik-lirik sekeliling.

Suiittt.. seketika perbatasan gerbang menjadi hujan peluru dan membunuh tentara Belanda, sebelum mereka menyadari ada bahaya puluhan dan ratusan peluru sudah menancap ditubuh mereka. Dari arah barat terlihat Letnan Sandy Imamura sudah berhasil menerobos pertahanan gerbang, disusul dari oleh kelompok Pirdaus dari arah Timur dan kemudia dari arah Utara datuk Jalius dan datuk Meringgi sudah masuk kehalaman kedutaan.

Saat mereka masuk, ratusan tentara Belanda sudah menunggu. Mereka menyadari pemberontak sudah tiba dikedutaan. Perang pecah, suara adu pedang memecah kesunyian malam.

Tang, tang... Ilham menangkis pedang dari tentara Belanda.

“Mamang somay, awas dibelakang mu.” Teriak Ani saat melihat sesorang menyerang dari belakang Pirdaus.

Splesshh, Pirdaus melangkah dua langkah kekiri menghindari serangan. Buk, Pirdaus balik menyerang. Dan Jlebb, belati Pirdaus menancap tepat diperut tentara Belanda tanpa sempat dihindari.

Semua masih fokus dengan pertarungan masing-masing. Darah mulai berceceran, satu persatu mulai yang gugur berjatuhan ditanah baik dari tentara Belanda maupun pasukkan Jambi.

“Je Verrader Diana.” (Penghianat kamu diana) kata seorang tentara yang sepertinya mengenali sambil menghunuskan pedang menyerang kearah Diana.

“De Awhal als eerste verraadde, Hij heeft mijn beste vried Nisya Vermoord.” (Awhal yanh lebih dulu menghianatiku, dia membunuh Nisya sahabat ku satu-satunya) Jawab Diana dengan tangan yang sigap menangkis serangan orang itu.

Pancaran mata kemarahan terlihat dari keduanya. Tang.. tangg... Diana balik menyerang dan berhasil ditangkis oleh orang itu.

Sreetttt, sebuah sabetan pedang menggores lengan Diana. Diana kaget melihat dari mengalir hingga kehilangan fokus.

Tang, suara tangkisan pedang mengagetkan Diana dari fokus luka di  lengannya. Terlihat Pirdaus yang menangkis pedang yang nyaris membelah kepalanya itu.

Perang berlangsung lama tanpa ada yang mau mengalah, kedutaan menjadi lautan darah dan mayat bergelimpangan menghalangi jalan.

“Ilham, cepat kau masuk kedalam kedutaan dan cari Klootzak sampai ketemu, biar kami yang urus diluar.” Datuk Jalius berteriak kepada Ilham.

Ilham bergegas berlari kedalam kedutaan dengan ditemani oleh Letnan Sandy Imamura dan Pirdaus yang menyusul dari belakang saat melihat Ilham berlari.

Brakkk... Pintu kedutaan didobrak, didalam terlihat sunyi sepi berbeda dengan diluar yang memecahkan. Ada banyak lorong dan ruangan didalam kedutaan hingga membuat mereka kesulitan mencari posisi Klootzak. Akhirnya mereka berpencar menyusuri setiap lorong.

Ilham berjalan menuju lorong arah Timur, Pirdaus ke arah Selatan dan Sandy kearah Barat. Semua ruangan digeledah tanpa terlewatkan satupun, hingga Ilham sampai di ujung sebuah lorong yang terdapat sebuah ruangan diujungnya dengan pintu kayu jati dan ukiran naga khas disetiap permukaannya. Ilham mendengar suara orang berbicara pelan dari balik pintu.

Brakkk.. Ilham membuka paksa pintu dan membuat terkejut orang didalamnya.

“Eindelijk heb ik je gevonden.” (Akhirnya aku menemukan kalian” Ucap Ilham saat melihat Awhal, ayahnya dan tiga orang rekan lainnya didalam ruangan itu.

Awhal terbaring diatas sebuah ranjang dengan beberapa perban membalut ditubuhnya yang ditemani oleh seorang dokter disamping ranjang, sepertinya ia tengah melakukan pengobatan pasca penangkapan di Betung beberapa waktu lalu. Didalam ruangan terdapat pula kolonel Choer dan dua orang lainnya berdiri dihadapan jendela melihat kearah keluar tempat peperangan berlangsung.

“Pengecut, apa kau cuma bisa menikmati pertarungan tanpa berani ikut bertarung tuan Kolonel Choer yang terhormat.” Kata Ilham saat menyaksikan situasi didalan ruangan.

Kolonel Choer sepertinya terpancing akibat ucapan Ilham, tangannya menggepal, matanya memantulkan ketidakramahan. Kolonel beranjang kemeja disamping ranjang Awhal dan mengambil sebuah klewang. Ia mengacungkan kearah Ilham.

Perang satu lawan satupun terjadi.  Kolonel Choer menyerang lebih dahulu dan disambut dengan senang hati oleh Ilham. Buk... Sebuah pukulan mendarat diperut kolonel Choer, pertahanannya melemah memberi peluang Ilham kembali menyerang. Settt... Belati Ilham melayang kearah kolonel Choer namun ditangkis oleh dua orang rekannya, Ilham terpental daran keluar dari bibirnya. Sekarang tiga lawan satu.

***

Sementara dilokasi yang berbeda Pirdaus dan Sandy mendengar suara pertarungan sayup-sayup dan berlari mencari sumber suara, tibalah mereka keruangan tempat Ilham dan kolonel Chor bertarng.

“Kau tidak apa-apa tuan ?” tanya Pirdaus melihat Ilham yang sudah berdarah-darah.

“Aku tidak apa-apa, kalian bantu lawan dua ceceunguk itu. Kolonel Choer biar aku yang lawan.” Kata Ilham sambil melanjutkan petarungan.

Petarungan menjadi imbang, tiga lawan tiga. Semua sulit untuk dijatuhkan.

Jual beli pukulan semakin sengit, suara adu pedang semakin memekakkan telinga, seolah tidak ada yang mau dikalahkan.

***
Ani dan Diana diluar masih berjuang meruntuhkan pertahanan tentara Belanda, kondisi semakin terjepit, pasukkan pemberontak Jambi sudah banyak ditumbangakan oleh tentara Belanda. Dari 1000 orang sudah hampir setangah dari pasukkan tertusuk dan tertebas oleh pedang, darah tumpah dimana-mana, potongan-potongan tubuh bergelimpangan menutupi permukaan.

Srettt.. Srettt.. bunyi sabetan pedang saling bersambutan. Pukulan demi pukulan terus dilayangkan. Ani dan Diana semakin kewalahan melawan Belanda yang jumlahnya begitu banyak, posisi mereka semakin tersudutkan.

***
Didalam ruangan, Ilham Pirdaus dan Sandy juga masih berjuang.  Awhal menatap dengan tersenyum melihat pertarungan yang begitu menyenangkan didepan matanya, ia benar-benar seperti menikmati pertempuran ini. Tentara terbaik sudah ia siapkan semenjak mendengar berita pemberontakkan dari rakyat Jambi, Tidak ada sedkit pun rasa khawatir dihatinya.

Peralatan didalam ruangan berantakan, meja kursi hancur menjadi sasaran peperangan. Ruangan yang cukup besar itu sepertinya cukup menjadi arena pertandingan mereka.

“Ilham awas dibelakangmu.” Teriak Sandy ketika melihat sebuah serangan balik kolonel Choer dari arah belakang Ilham.

Jlebbb... Sebuah belati menancap diperut Ilham, ia tidak sempat menghindar setelah pertahanannya runtuh ditendang oleh kolonel Choer.

Riri kaget dan langsung menghampiri Ilham ketika melihat darah segar mengalir dari perut bekas tusukkan.

“Ilham...” Teriak Pirdaus dan Sandy, mereka mau menolong tapi dua orang rekan kolonel Choer menghalangi dengan menghujani mereka dengan serangan yang bertubi-tubi. Mau tidak mau mereka harus menyelesaikan lawan mereka masing-masing terlebih dahulu.

Ilham terjatuh dilantai, kolonel Choer menatap Ilham dengan tersenyum bahagia. Darah terus mengalir tidak terhentikan.

“Ilham, bertahanlah. Aku mohon.” Kata Riri saat sudah berada disebelah Ilham.

Ilham menatap Riri dengan penuh kehangatan. Untuk pertama kalinya, Ilham tersenyum begitu tulus untuk Riri.

Kolonel masih tertawa melihat Ilham terkapar, ia berjalan mendekati Ilham.

Jlebb... Sebuah tusukkan mendarat lagi diperut Ilham, kolonel Choer sepertinya menikmati setiap tusukkan yang ia lakukan.

“Tidak. Ilham aku mohon.” Riri menangis tersedu-sedu melihat klewang kolonel Choer berkali-kali menusuk perut Ilham. Tangisannya pecah, Riri tidak bisa mengendalikannya.

Ilham menyentuh pipi Riri dengan lembut, ia berbisik kepada Riri dengan nafas yang sudah tersengal.

“Riri, maafkan aku.” Kata Ilham dan kemudian tangannya terkulai, matanya tertutup.

“Ilham bangun, bangun Ilham.” Riri berusaha membangunkan Ilham dengan menggoyang-goyangkan badan Ilham. Namun sia-sia, Ilham tidak memberikan Respon.

“Ilhaaammm...!!!” Sandy dan Pirdaus berteriak kencang tanpa bisa berbuat apa-apa melihat Ilham sudah tidak sadarkan diri.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro