Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mord Op Vrouwen

Petualangan baru menjelajahi dimensi lain akan segera dimulai.

Riri mendekat keposisi para gadis seraya duduk ditepian yang terbuat dari susunan bambu yang diikat seperti rakit kurang lebih, seraya memasukkan kakinya kedalam air yang mengalir.

Beeer!

Dingin terasa menyegarkan ketika kaki menyentuh air, diambilnya sedikit air menggunakan telapak tangan dan mengusapkan kewajah cantiknya. Riri menatap kearah para gadis yang tengah sibuk dengan aktifitasnya, wajah gadis-gadis ini cantik alami tanpa ada polesan make up diwajahnya. Ada yang berwajah campuran Indo-Belanda dengan kulit putih mulus, hidung mancung dan rambut rada pirang. Ada pula berkulit sawo matang, hidung sedikit pesek dan manis dipandang. Sepertinya warga lokal asli.

“Nisya, look it. Air ini kenapa berubah menjadi merah ?” Teriak Diana dari dalam air yang tengah berendam.

Sontak membuat kaget para gadis yang ada disungai, termasuk Riri. Diana segera bergegas ketepian dan naik keatas Jamban dengan panik. Air yang hanya sebatas pinggang orang dewasa itu berubah warna menjadi warna darah pekat. Semua mata tertuju kepada air yang terus mengaliri warna merah, tiba-tiba saja dari mudik sungai hanyut sebuah buntalan karung goni yang diikat tali yang sepertinya pula mengeluarkan warna merah dari dalamnya.

Byuuur!

Salah satu dari para gadis itu menceburkan diri ke sungai dan berenang mengejar buntalan karung goni tersebut.

“Elly, kamu mau ngapain ?” teriak Nisya kepada Elly yang sudah berada jauh ke hilir sungai untuk mendapatkan buntalan yang menjadi targetnya.
Elly tidak merespon pertanyaan dari Nisya, dia masih fokus dengan apa yang dia kejar. Tidak membutuhkan waktu lama, dari kejauhan terlihat Elly berhasil mendapatkan buntalan tersebut dan berputar arah berenang mendekat keposisi teman-temannya. Mereka juga penasaran dengan isi dari buntalan karung goni tersebut dan segera menghampiri Elly sesaat setelah sampai ditepian.
Warna merah masih saja keluar dari dalam karung, dengan rasa penasaran yang tinggi tangan Elly segera meraih ikatan karung yang diikat menggunakan akar rotan. Setelah ikatan berhasil dilepas, tangan bergetar Elly bergetar. lima pasang mata para gadis tertuju pada mulut karung, termasuk Riri.

“Ahhhh....!!!” teriak para gadis serentak sesaat melihat isi karung.

Mereka menjauh beberapa sentimeter dari karung, kaki dan tangan ikut bergetar melihat apa yang ada didalam karung tersebut.

Seorang mayat perempuan berkisar umur 20-an, dengan kondisi tanpa baju sehelaipun dibadan. Tangan dan kaki terikat menggunakan akar rotan. Hal yang membuat lebih mengerikan yaitu mayat tersebut tanpa bola mata, kedua matanya seperti telah dicongkel hingga mengeluarkan darah dan leher yang nyaris putus.

“Inikan Airin, teman satu sanggar tari yang sama dengan kita Di,” Kata Nisya kepada Diana yang masih terdiam, Nisya menangis ketakutan sambil memeluk Diana.

Elly yang tadi mengambil buntalan ini pun masih terdiam seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tanpa membuang waktu, Elly segera berpikir tentang langkah apa yang akan mereka ambil. Diperintahkannya Ana dan Ani si kembar yang sedari tadi sudah ketakutan untuk mengadukan ini semua ketetua Adat Dusun Tengah, Datuk Meringgi.
Selang beberapa menit para warga berlari menghampiri Nisya, Diana dan Elly yang masih berada dipinggir sungai. Semua warga yang melihat kejadian tersebut bergidik ngeri dengan apa yang mereka lihat. Bersama tetua adat dan warga, mayat tersebut segera dibawa kerumah keluarga untuk segera dimakamkan dengan layak.

Riri masih tidak percaya dengan yang dilihatnya barusan, tapi ia hanya bisa menonton tanpa bisa bertanya apalagi berkomentar, mengingat tidak seorang pun yang dapat melihat keberadaannya.

***

Tok tok tok!

Pentungan pos kamling pagi ini kembali diketuk. Pasca ditemukan mayat disungai seminggu yang lalu, setiap pagi selalu ditemukan mayat yang hanyut disungai dalam keadaan yang serupa. Perempuan muda berusia 17-22 tahun, masih perawan, tanpa baju yang menutupi tubuh, hilang kedua bola mata, leher yang nyaris terputus, kaki dan tangan diikat menggunakan rotan serta dibungkus dengan karung goni yang juga diikat menggunakan rotan. 

Penemuan mayat selalu pada waktu yang sama, yaitu pagi hari sekitar pukul 06.00-07.00 ketika orang-orang baru akan memulai aktifitasnya. Dilihat dari ciri-ciri kematian dan korban yang ditemukan, kejadian ini seolah merajuk pada pelaku yang sama.
Ketika pagi mulai menjelang, seperti menjadi mimpi buruk bagi siapa saja. Setelah mendengar pentungan pos kamling diketuk, semua warga berbondong-bondong untuk melihat siapa yang menjadi korban pada pagi ini. Tidak terasa Riri sudah seminggu berada didimensi ini merasakan kecemasan yang sama seperti warga desa. Ia juga ikut berlari menuju pos kamling, disana sudah ada datuk Meringgi tetua adat dan beberapa warga Dusun Tengah. Datuk Meringgi menberitahu bahwa mayat yang ditemukan pagi ini bukan berasal dari Dusun Tengah, melainkan dari Dusun sebelah. Semua menarik napas lega.

“Datuk, apa yang harus kita lakukan sekarang ? sudah seminggu ini kita selalu diresahkan oleh penemuan mayat perempuan muda. Sampai sekarang sudah ada 7 korban dalam seminggu. Kami khawatir jika nanti keluarga kami juga ikut menjadi korban jika tidak ada tindaklanjut terhadap kasus ini,” Protes seorang warga yang ikut khawatir terhadap kondisi yang terjadi.

“Betul datuk,” teriak warga lainnya dengan serentak.
Datuk Meringgi hanya terdiam, tidak tau apa yang harus ia lakukan. dia juga merasakan kekhawatiran yang sama seperti para warga karena dia juga memiliki seorang anak gadis, Nisya namanya. Gadis yang masih berumur 22 tahun dan termasuk kedalam target pembunuh brutal yang entah siapa orangnya.

“Harap tenang dulu, untuk sementara waktu jangan biarkan anak gadis bapak ibu keluar saat matahari terbenam. Mengingat waktu penemuan mayat pagi hari, ada kemungkinan pembunuhan terjadi pada malam hari,” Semua warga mendengarkan saran dari datuk dangan perasaan yang gelisah.

***

Matahari mulai meredup menutup sinarnya, perlahan turun kearah barat. Pertanda hari akan segera malam. Semua warga bergegas menyelesaikan aktifitasnya, berlari berhamburan menutup pintu rumah. Riri terduduk dibawah sebuah pohon, ia melihat suasana di Desa yang diselimuti rasa takut.

Malam yang biasanya menjadi momen hangat keluarga untuk berbincang, ngopi hangat dan bersenda gurau berubah menjadi situasi yang paling dihindari, mencengkam dan mengerikan. Sunyi, sepi.

Seperti tiada kehidupan di Desa ini pada malam hari, semua warga masuk kedalam rumah, tidak ada suara dan tidak ada cahaya yang terpancar dari celah-celah rumah. Desa mati, itulah kata yang cocok untuk menggambarkan situasinya.

Riri yang terjebak di dalam ruang dan waktu yang berbeda dari dunianya tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak tau bagaimana cara pulang, ia hidup tanpa rasa. Tidak merasakan lapar, lelah dan kantuk seperti manusia pada umumnya. Selama seminggu berada disana, ia hanya berkelana disekitaran desa bagaikan menonton pertunjukkan layar lebar tiga Dimensi yang terpampang depan mata.

Kreeek!

Suara dahan terinjak oleh seseorang, Riri menoleh kesumber suara. Bermodal cahaya bulan yang remang-remang, terlihat olehnya seorang perempuan memakai kain jarik, berbaju longgar lengan panjang dengan tengkuluk dikepalanya. Pakaian khas warga setempat. Ia berjalan mengendap-endap dalam kegelapan dan mengundang kecurigaan dihati Riri. Ia mendekat kearah orang tersebut untuk melihat wajahnya.

“Sepertinya aku pernah melihat orang ini, tapi dimana ?” Riri bergumam setelah dapat melihat wajah perempuan tersebut.

Tidak membutuhkan waktu lama, ia mengingat bahwa perempuan ini adalah Ana. Kembaran Ani yang sepekan lalu dilihatnya disungai bersama Nisya, Diana dan Elly. Tapi apa yang dilakukannya malam-malam begini, bukankah datuk sudah melarangnya keluar pada saat matahari terbenam ? Riri semakin penasaran dibuatnya dan mengikuti kemana arah Ana pergi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro