Klootzak
Mentari perlahan mulai meredupkan sinarnya, cakrawala senja menyapa indah mengiringi burung-burung kembali kesangkar. Capung, belalang mulai beterbangan diangkasa yang luas. Namun, cakrawala senja tidak membuat warga desa terpesona akan keindahannya. Mereka berlari bergegas menuju rumah, menutup rapat-rapat jendela hingga tak bercelah. Hari mulai gelap dan sunyi.
Keadaan Ani sudah membaik selepas kepergian Ana saudara kembarnya, Ana sudah dimakamkan siang tadi dengan layak. Kepergian Ana yang tidak disangka membuat luka batin yang mendalam di hati Ani hingga membuatnya pingsan berkali-kali selama 11 jam tidak sadarkan diri. Ani hanya bisa meratapi kepergian Ana, pikirannya kosong seolah separuh jiwanya ikut pergi bersama Ana. Saudara sekaligus sahabat yang sudah berbagi dengannya sejak dalam kandungan hingga akhirnya Ana pergi dalam keadaan yang tidak wajar. Ani tidak bisa menerima semua ini, tidak akan pernah ia biarkan saudara kembarnya mati sia-sia dengan menggenaskan ditangan Klootzak itu.
Ani bangun dari dipan tempat tidurnya, perlahan dibukanya pintu kamar dan melihat kondisi rumah. Rumahnya sepi, emaknya berada dikamar sebelah yang barangkali juga tengah berkabung akan kepergian Ana. Ani melangkahkan kakinya perlahan keluar dari rumah. Ia ingin mencari Klootzak untuk membalas dendam. Diambilnya sebuah tusuk konde yang tertancap disebelah cermin dan dimasukkan kedalam kantong bajunya.
Ani berjalan menyusuri jalanan desa yang gelap berharap klootzak yang akan menghampirinya. Ditengah perjalanan, Riri melihat Ani dan mengikutinya. Ia bingung apa yang dilakukan Ani berjalan sendirian setelah matahari terbenam.
“Hey bodoh, apa yang kau lakukan ? apakah kau ingin memberikan santapan lezat kepada Klootzak itu ?” Riri mengomel tepat didepan muka Ani, tapi seperti biasa tidak ada yang mendengarkannya.
“Pulanglah kumohon, sudah cukup semua penderitaan yang telah Ana rasakan. Jangan sampai kau juga merasakannya,” Perkataan Riri lirih kepada Ani dan berharap ada keajaiban agar Ani dapat mendengarkan ucapannya.
Jalan yang disusuri Ani makin sepi, Ani sampai di pertigaan jalan menuju sungai Batanghari. Dari arah berlawanan Riri melihat Klootzak keluar dari semak belukar berjalan perlahan mendekati Ani. Ani menghentikan jalannya seperti menyadari ada bahaya yang mendekat.
Tep!
Dengan cepat tangan Klootzak memukul tengkuk Ani.
Cplesshh!
Tangan Ani dengan gesit menangkis tangan Klootzak, ia berpindah ke arah kanan satu langkah untuk menghindari serangan Klootzak. Klootzak kaget melihat Ani menghindari pukulan tangannya dengan mudah. Dibawah cahaya bulan yang temaran menyentuh bumi, akhirnya Ani dan Klootzak saling berhadapan.
Tanpa basa basi, Sebuah bambu runcing terhunus kearah Ani, Klootzak menyerang Ani dengan cepat.
Seeet! Bambu sudah melayang kearah Ani, Ani telat sedetik hingga bambu telak mengenai bahu sebelah kanannya, darah menetes dari bahu yang nampak dari robekan baju bekas sabetan Klootzak. Tidak mau kalah dan seolah tidak menghiraukan lukanya,
Tap tap tap! Kaki Ani melangkah dengan cepat kearah Klootzak.
Buuk!
Sebuah pukulan mendarat diperut Klootzak tanpa sempat dihindarinya. Klootzak mundur satu langkah dari posisinya akibat pukulan Ani. Jual beli pukulan terjadi cukup lama, hingga satu detik Ani lengah dari serangan Klootzak, Zaaapp.. sebuah tali rotan sudah mendarat dileher Ani. Ani tercekik hingga membuatnya susah bernapas. Klootzak semakin mengeratkan ikatan rotan dileher Ani. Ani semakin memberontak, tangan kanannya berusaha melonggarkan ikatan rotan namun sia-sia. Klootzak ternyata lebih kuat darinya. Riri semakin tegang menyaksikan pertarungan keduanya, ia seperti sedang menonton film laga yang membuatnya ikut berdebar tak karuan.
Ani hampir menyerah melawan Klootzak, tenanganya semakin melemah, napasnya semakin menderu tidak beraturan. Dirogohnya kantong baju menggunakan tangan kiri.
Sreeek!
Tusuk konde menyayat tangan kanan Klootzak, darah segar mulai bercucuran hingga melemahkan ikatan rotan dileher Ani, dengan cepat Ani menghentakkan tali rotan hingga terlepas dari lehernya, hal itu semakin membuat Klootzak naik pitam terhadap Ani yang susah ditaklukan.
“Aku tidak akan bisa melawan Klootzak, tenagaku semakin melamah. Jika aku paksakan, bisa mati konyol aku dibuatnya,” Gumam Ani dengan napas yang ngos-ngosan.
Klootzak yang masih meringis kesakitan akibat tususakan Ani, menghilangkan fokusnya sejenak dari Ani dan memberikan kesempatan Ani untuk menyerang kembali. Dengan cepat sebuah tendangan mendarat tepat ditulang kering kaki Klootzak, hingga membuatnya terjungkal kebelakang. Ani segera berlari meninggalkan Klootzak yang masih jatuh terlentang ditanah. Disayangkan, saat tengah berlari kaki Ani tersandung akar pohon hingga membuatnya jatuh terlengkup diatas akar-akar pohon yang menutupi jalanan, lututnya terhentak dan mengeluarkan darah akibat hantaman akar yang keras. Belum sempat Ani berdiri, kakinya telah ditarik dengan kencang oleh Klootzak hingga membuatnya terseret beberapa senti dari posisinya terjatuh, tangan dan tubuh Ani tergores dan tersayat-sayat oleh akar-akar pohon yang runcing dan menjalar. Darah semakin mengalir dari bagian tubuh Ani yang terluka. Riri semakin greget melihat pertikaian mereka, tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa.
Dengan sisa-sisa tenaga, tangan Ani meraih sebuah potongan kayu yang secara kebetulan ada dipinggir jalan.
Pang!
Kayu telak mengenai wajah Klootzak, darah segar mengalir dari bibirnya hingga membuat kaki Ani terlepas dari genggamannya. Tidak mau menghabiskan waktu, Ani segera berlari sambil berteriak kearah perumahan warga.
“Tolong. tolong. ada Klootzak,” Teriak Ani sambil berlari menyusuri jalan yang gelap dengan kaki pincang.
Klootzak tidak menghiraukan teriakan Ani, ia terlalu emosi atas perbuatan Ani terhadapnya. Ia terus mengejar Ani tanpa disadari ia masuk keperkampungan menyusul derap langkah didepannya. Jarak Ani dengan dirinya sudah begitu dekat, saat tangannya hampir meraih tangan Ani tanpa disadari sudah ada puluhan warga didepannya memegang obor berjalan menghampiri suara teriakan Ani. Klootzak terkejut, Ia terdiam lantas membalikkan badan kabur dari kerumunan warga.
Beberapa warga membatu menenangkan Ani dan selebihnya berlari mengejar Klootzak.
Klootzak berlari tunggang langgang menghindari warga, masuk menyusuri jalan gelap menuju hutan-hutan belantara. Warga terus menerus mengejarnya tanpa henti. Jarak warga semakin dekat, namun semak-semak belukar dan akar menghalangi langkah warga untuk menangkapnya.
Tiba-tiba, dari jarak sepersekian meter seorang warga mempercepat langkah kakinya mendahului kawanan yang lain.
Splesshhhh!
Sebuah belati panjang secara mengejutkan menghantam lengan kiri Klootzak.
Tes tes tes!
Darah bercucuran seketika, tangan kiri Klootzak terputus. Darah menyembur tanpa henti.
“Aaahhhhh!” Teriak Klootzak ketika siku dan lengan bagian bawahnya terpisah.
Sabetan belati itu ternyata tidak menghentikan langkah kaki Klootzak, dengan kaki yang pincang serta menahan rasa sakit tangan yang terputus ia terus berlari masuk kedalam hutan.
Malam semakin gelap, sinar bulan mulai tertutup oleh rimbunan pepohonan. Hening, hanya suara hewan malam dan langkah kaki warga yang terdengar saling bersahutan. Klootzak terus berlari tanpa henti hingga akhirnya ia menghentikan langkah kakinya. Posisinya terpojok, jalan buntu, ia berada tepat ditepian hilir sungai Batanghari. Tidak ada jalan lain selain menyerah.
Melihat Klootzak yang menghentikan langkahnya, warga juga ikut berhenti.
“Hei Klootzak, sudahlah menyerah saja. Tidak ada jalan lagi untukmu kabur. Kau taukan bahwa hilir sungai ini adalah muara lubuk yang sangat dalam, kalau nekat nyebur kau juga akan tetap mati tenggelam,” Seru seorang warga kepada Klootzak yang semakin terpojok.
Lama diam tanpa kata, hening kembali. Klootzak terdiam membisu. Tiba-tiba,
Buuurr!
Klootzak nekat melompat kedalam sungai, sungai kembali diam tak beriak setelah beberapa detik ia menyebur kedalamnya. Tidak ada tanda-tanda kemunculan Klootzak kepermukaan air. Warga menunggu cukup lama hingga akhirnya mereka memutuskan kembali kedesa.
“Sudahlah kita pulang saja, sepertinya ia sudah mati tenggelam. Cukup lama kita berdiri ditepian tapi tidak ada tanda-tanda kemunculan Klootzak lagi,” Kata seorang warga angkat bicara. Solusi itu diterima oleh warga lainya, akhirnya mereka kembali ke perkampungan dengan membawa potongan tangan kiri Klootzak. Riri yang tegang menyaksikan kejadian ini hanya bisa menghembuskan napas kecewa, untuk kedua kalinya ia tidak bisa mengungkapkan siapa Klootzak itu sesungguhnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro